Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pandangan Pluralisme Buya Syafii Ma'arif dalam Membentuk Nilai Keislaman
8 September 2024 8:41 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhammad Zidan Ramdani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ahmad Syafi'i Ma'arif atau yang masyhur disapa Buya Syafi'i merupakan sosok guru bangsa terkemuka yang juga dikenal sebagai seorang sejarawan. Sebagai seorang guru besar, beliau tidak diragukan lagi dalam perjalanannya sebagai seorang penulis ide-ide pembaharu mengenai kebangsaan, kenegaraan, kebhinekaan, Pancasila dan masih banyak lagi. Mengikuti perkembangan Islam masa kini, Buya Syafii mengkritik keras kepada kelompok yang mengatasnamakan Islam tetapi mengancam kesatuan bangsa. Bagi Buya Syafii, mereka hanya memakai jubah seolah tampak suci padahal dirinya sendiri menginginkan perpecahan. Jelas ini bertentangan dengan konsep keislaman sebagai agama rahmatan lil alamin yang membentuk kerangka keteduhan dan kemajemukan dalam menghadapi perbedaan.
ADVERTISEMENT
Konsep Pluralisme Buya Syafii Maarif
Konsep pluralisme dapat diartikan sebagai sebuah perilaku manusia yang disusun atas dasar kesadaran individu yang merespon keberagaman yang ada di sekitarnya, hal ini mendorong untuk individu mengedepankan nilai spritualitas (kerohanian) dan intelektualitas (kecerdasan). Buya Syafii berpegang teguh pada keyakinan bahwa Islam di Indonesia dapat memberikan nilai spiritual, etika, dan moral bagi kedamaian bangsa. Dengan menyampingkan ego antar etnik, memunculkan sikap toleransi tanpa pamrih dan saling menghargai dalam keberagaman, jelaslah di sini Buya Syafii menegaskan bahwa pluralisme adalah jalan beragama yang beradab, jujur, tulus, lapang dada, dan berbudi luhur.
Bagi Buya Syafii, setiap pemeluk agama di dunia ini perlu mengembalikan masalah otoritas pembenaran akan agamanya kepada keyakinan masing-masing individu terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tanggung jawab utama bagi penganut agama adalah berlomba-lomba dalam menaburkan kebaikan kepada sesama dan menjunjung nilai toleransi. Tentu pemikiran ini perlu disatukan bahkan menjadi sebuah formulasi yang kita sebut sebagai kurikulum pendidikan. Karena dengan pendidikan, generasi masa kini akan dipupuk seperti tanaman yang nantinya akan subur dengan pemikiran-pemikiran terbaik di masa depan.
ADVERTISEMENT
Merawat Kebhinekaan dengan Pluralisme
Setiap harinya, muncul berbagai kegelisahan publik terhadap sikap-sikap pemangku kelompok agama yang tidak terbuka untuk menerima hasil buah pemikiran yang berbeda di luar kelompoknya. Kelompok seolah-olah menjadi kekuatan besar untuk memunculkan kebenaran, kelompok seolah-olah wadah terbaik untuk mengklaim kebenaran yang sesungguhnya, sejatinya tidaklah demikian. Kelompok-kelompok dalam internal agama sendiri pada kerangka tubuh Islam di Indonesia saja misalnya, berapa kali kita melihat perselisihan yang tak kunjung usai, perbedaan yang memantik api permusuhan, dan pertikaian yang menjadi akar panjang tanpa memiliki akhir dalam penyelesaiannya. Itu baru contoh dalam wilayah keyakinan yang sama, apalagi jika kita melihat lebih luas pada wadah kebhinekaan. Barang tentu tak hanya agama, tapi juga etnis, kelompok adat istiadat, bahkan organisasi kemasyarakatan pun bisa menjadi kayu bakar untuk api-api permusuhan.
ADVERTISEMENT
Maka, pluralisme mengajak masyarakat untuk senantiasa waras dalam melihat dinamika publik agar tidak gagal paham memaknai Islam yang berkemajuan. Konsep pluralisme merupakan sebuah keunikan dan kekhasan, khususnya bagi bangsa Indonesia. Pluralisme dalam kacamata Buya Syafii mencoba membawa nilai teologis untuk merawat kewarasan publik yang menjunjung tinggi kesepakatan bersama tentang adanya hakikat agama sebagai sebuah sikap kepasrahan mengikuti cara keberagaman yang terbuka dan lapang dada.
Oleh karena itu, pandangan pluralisme Buya Syafii adalah pandangan yang melihat bahwa tidak perlu adanya radikalisasi agama, tidak perlu adanya kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam secara berlebihan, tidak perlu adanya saling menjatuhkan satu sama lain. Buya Syafii pun berharap akan adanya pemahaman nilai-nilai keislaman dan kebhinekaan yang terbuka, teduh, toleran dan lapang dada walaupun tidak sama dalam masalah akidah dan kepercayaan. Agama yang berada dalam pandangan beliau, ialah agama yang bersahaja dan membangun nilai-nilai kebangsaan dan kebudayaan yang majemuk, serta sikap saling menghormati tanpa tawar menawar.
ADVERTISEMENT