Konten dari Pengguna

Pendidikan dalam Krisis, Antara Prioritas dan Kebijakan Populis

Muhammad Zidan Ramdani
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam. Manusia yang menulis
15 Februari 2025 15:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Zidan Ramdani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Sumber: Pexels/@Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Sumber: Pexels/@Pixabay.
ADVERTISEMENT
Sejumlah aliansi mahasiswa di Indonesia menggelar aksi dengan mengusung isu Darurat Pendidikan. Mereka menyoroti kebijakan pemerintah yang dianggap kurang berpihak pada dunia pendidikan, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Mahasiswa, yang dikenal sebagai garda terdepan dalam perubahan sosial, merasa perlu mengkritisi keputusan yang diambil pemerintah, khususnya terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG).
ADVERTISEMENT
Secara konsep, MBG adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan peserta didik dengan menyediakan makanan bergizi secara gratis. Program ini diharapkan dapat membantu anak-anak lebih fokus dalam belajar. Namun, dalam praktiknya, kebijakan ini menimbulkan polemik karena dikhawatirkan mengorbankan sektor pendidikan akibat keterbatasan anggaran negara.
Salah satu kekhawatiran terbesar adalah pemangkasan anggaran pendidikan demi membiayai program ini. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah telah menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) tenaga pendidik, pengurangan subsidi bagi mahasiswa berprestasi, serta pemotongan dana penelitian. Hal ini memunculkan pertanyaan: Apakah program makan gratis lebih mendesak dibandingkan investasi jangka panjang dalam pendidikan?
Pendidikan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kesenjangan akses di daerah terpencil, minimnya tenaga pengajar berkualitas, hingga infrastruktur sekolah yang belum memadai. Berdasarkan data terbaru, tingkat literasi dan numerasi siswa Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Dengan kondisi ini, seharusnya sektor pendidikan tetap menjadi prioritas utama dalam alokasi anggaran, bukan justru dikorbankan demi kebijakan yang bersifat populis.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, dalam sebuah unggahan di media sosial X (dulu Twitter) pada 4 Mei 2018, Presiden Prabowo pernah menegaskan bahwa pendidikan akan menjadi prioritas setelah ekonomi. *"Insya Allah. Sebagai anak dari seorang dosen, pendidikan menjadi prioritas setelah ekonomi. Mohon ingatkan saya jika lupa,"* tulisnya saat itu. Namun, setelah lebih dari tujuh tahun berlalu, masyarakat mulai mempertanyakan keseriusan komitmen tersebut. Pendidikan seakan hanya menjadi janji kampanye yang tidak lagi menjadi fokus utama dalam kebijakan pemerintahan saat ini.
Dalam menyusun kebijakan publik, pemerintah harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan dan dampak jangka panjangnya bagi masyarakat. Program makan gratis tentu memiliki manfaat, tetapi tidak boleh menekan sektor lain yang lebih fundamental seperti pendidikan. Jika anggaran untuk pendidikan terus dikurangi, bagaimana Indonesia bisa menghasilkan generasi yang unggul dan mampu bersaing di tingkat global?
ADVERTISEMENT
Pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan ini dengan mempertimbangkan keseimbangan antara berbagai sektor. Apakah program ini benar-benar memberikan dampak positif yang lebih besar dibandingkan potensi dampak negatifnya? Bisakah kebijakan ini disusun secara lebih inklusif tanpa mengorbankan dunia pendidikan?
Mahasiswa dan masyarakat pada umumnya berharap agar pemerintah tidak hanya fokus pada janji politik, tetapi juga benar-benar memahami kebutuhan esensial rakyat. Pendidikan adalah fondasi utama dalam membangun bangsa yang maju dan berdaya saing. Jika Indonesia ingin bergerak menuju masa depan yang lebih baik, pendidikan harus kembali menjadi prioritas utama. Bukan hanya memberi makan perut anak bangsa, tetapi juga memberi makan pikirannya dengan ilmu dan wawasan.