Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perubahan Model Birokrasi Sejak Orde Lama, Ada Perkembangan?
18 Januari 2023 8:51 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Bachtiar Habibie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya pernah membaca buku karangan Soesilo Zauhar yang menjelaskan secara jelas tentang teknologi administrasi dari zaman orde lama hingga reformasi saat ini. Ternyata aktivitas praktik penyelenggaraan pemerintah sangat memengaruhi perkembangan dan konsumsi teori dari administrasi publik. Di Indonesia, secara garis besar penyelenggaraan administrasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu periode 1945-1998 dan periode 1999 sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Pada periode pertama tahun 1945, telah didominasi dengan model state centered public administration. Administrasi ini menjadi sarana bagi para penguasa dalam menjawab teori dari Lucian Pye sebagai crises of penetration. Hal ini muncul karena negara yang baru merdeka dihadapkan masalah dalam mengontrol wilayah dan rakyat yang kultural yang ada di Indonesia.
Pendekatan dengan teori state centered telah digunakan pada tahun 1945. Dari adanya revolusi kemerdekaan, ada tuntutatn pengembangan dalam administrasi yang masih belum terstruktur. Kemudian tahun 1950, saat pemerintahan model demokrasi parlementer administrasi negara mulai ditata ulang kembali. Sejak zamannya Natsir, hal yang dilakukan pemerintahan adalah menciptakan suatu sistem administrasi yang dapat terselenggaranya sistem pemerintahan dari pusat ke daerah (Muhammad Ali, 2000). Namun, langkah baik tersebut gagal karena adanya konflik elit di tingkat pusat dan daerah.
ADVERTISEMENT
Sistem Administrasi pada Era Soekarno
Pada era Soekarno, penataan sistem administrasi model birokrasi dilakukan untuk membangun persatuan yang sejalan dengan ideologi saat itu yaitu demokrasi terpimpin. Soekarno melakukan pergantian pejabat yang dianggapnya tidak loyal. Pada tahun 1960, Soekarno juga menekankan dan memperbaiki sistem pemerintahan dari pusat sampai daerah.
Model birokrasi dalam administrasi kemudian dilanjutkan oleh Soeharto. Pemerintah orde baru melakukan perubahan administrasi yang tujuannya menciptakan birokrasi yang tanggap dan efisien (Zainudun Buchairi, 2002). Hal ini dilakukan dalam melarang pegawai negeri yang berpolitik. Soeharto juga menerbitkan dua buah kebijakan tentang sistem administrasi, yakni Keppres No. 44 dan No.45 tahun 1975 yang keduanya ini menjelaskan tugas pokok departemen dan LPND.
Pendekatan Administrasi Berdasarkan Kedaulatan Rakyat
Setelah runtuhnya pemerintahan orde baru , memunculkan adanya pendekatan society centered public administration. Pendekatan ini digunakan untuk menyelenggarakan kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat. Negara bukan lagi dianggap aktor yang berperan mempunyai misi tercapainya tujuan nasional. Dalam era reformasi, sistem demokrasi telah menuntut adanya kekuasaan yang masing-masing komponen bersifat relatif, sehingga tidak ada satu komponen yang merasa mendominasi terhadap komponen lainnya.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1997 telah terjadi krisis ekonomi yang menimpa Indonesia, hal ini menjadi alasan Indonesia mengubah sistem pemerintahan. Dalam Tap MPR No. 15 tentang pokok reformasi pemerintah saat reformasi menuntut pemerintah untuk lebih mengelola negara menjadi pemerintahan yang demokratis dan bebas dari KKN. Secara formal, perubahan tersebut dapat dilihat dalam amandemen UUD 1945. Hasil amandemen ini berhasil mengubah sistem pemerintah Indonesia.
Perubahan tersebut yakni dalam perubahan kedudukan MPR yang bukan lagi menjadi lembaga tertinggi negara. Karena sebelumnya MPR menjadi lembaga tertinggi negara yang mewakili seluruh komponen dalam negara.
Perubahan selanjutnya mengenai hubungan pemerintah pusat dengan daerah. Dalam hal ini, memberi otonomi yang luas kepada pemerintah daerah. Perubahan ini dilakukan untuk menjamin terlaksananya demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun dalam perubahan ini, ternyata mempunyai kekurangan. Beberapa masalah muncul, seperti korupsi merajalela, buruknya pelayanan publik dan adanya ancaman integrasi nasional. Menurut penelitian dari World Bank, reformasi di Indonesia belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Kemudian sejak pemberlakuannya otonomi daerah, ancaman terhadap integrasi semakin banyak, contohnya ada suku yang ingin melepaskan diri dari NKRI dan tuntutan untuk pemekaran darah dari suatu kelompok.
Reformasi juga mengakibatkan banyak masyarakat yang merasa tidak puas atas pelayanan publik. Penelitian dari UGM menjelaskan bahwa masalah utama dari ketidakpuasan masyarakat karena masih rendahnya profesionalitas dari para pegawai. Dinamika politik lokal di Indonesia setelah era reformasi menunjukkan potret buruk karena masih banyak penguasa setiap daerah tidak memperhatikan batas-batas wewenang yang dimilikinya (Ulbert Silalahi, 2009).
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, melihat banyaknya kejadian yang dialami masyarakat setelah dilaksanakannya otonomi daerah, alangkah baiknya pemerintah segara mengoreksi kinerja setiap pegawainya, mulai dari pusat hingga daerah. Contohnya seperti memberikan arahan ketika sedang melayani publik. Kemudian berbagai bentuk pajak yang diambil oleh penguasa untuk belanja daerah, agar dapat dialokasikan dengan baik dan merata. Sebab masih banyak penguasa yang mengedepankan kepentingan pribadinya sehingga daerah tidak terawat (banyak orang kelaparan, kurang meratanya bantuan, dan jalan aspal yang masih rusak).