Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tsunami Kebaikan Momen Lebaran
9 April 2024 17:31 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Muhammad Muchlas Rowi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
IBADAH PUASA DAN LEBARAN IDUL FITRI tahun 2024 disebut jadi yang terbesar dan terheboh sepanjam zaman. Baik secara statistik maun fenomenologis, semuanya makin menguatkan anggapan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dimulai dari munculnya war takjil yang menghebohkan jagad sosial media kita. Ini booming setelah antusiasme merebak di kalangan umat beragama. Banyak umat non muslim [nonis] bahkan mulai berburu takjil sejak siang hari demi mendapat pilihan makanan dan minuman yang masih lengkap.
Dilanjutkan oleh makin membludaknya jamaah umroh di 20 hari terakhir Ramadhan di Tanah Suci. Jika merujuk pada tahun sebelumnya, jumlah jamaah mencapai 22 juta orang [Bernama, 2023]. Di tahun 2024, jumlahnya diperkirakan jauh lebih banyak.
Belum lagi soal hasil survei Kementrian Perhubungan yang memperkirakan ada 193,6 juta penduduk yang akan mudik pada lebaran 2024. Angka ini meningkat pesat dibanding potensi pergerakan masyarakat pada masa lebaran 2023, yaitu 123,8 juta orang.
ADVERTISEMENT
Hebatnya lagi, dari semua pergerakan tersebut, Kamar Dagang dan Industri [Kadin] Indonesia memperkirakan potensi perputaran uang selama Ramadhan dan libur lebaran 2024 mencapai 157,3 triliun. Dahsyat, Luar Biasa!
Perspektif sains
Dari kebesaran yang bisa kita potret dari awal hingga akhir Ramadhan, kita bisa membayangkan betapa dahsyatnya gelombang spiritual yang memancar dan terkirim ke Jagad Arsy. Terutama di malam kemulian, malam Lailatul Qadr.
Meski sains tidak secara langsung mengkaji atau memahami fenomena ini, namun pemahaman tentang fenomena alam yang terjadi di malam tersebut memberikan wawasan amat menarik. Disertai dengan tanda-tanda yang menyertainya.
Di tahun 2023, ada fenomena alam yang jarang terjadi di awal Ramadhan. Fenomena ini adalah parade planet yang berlangsung pada akhir Maret. Lima planet, Jupiter, Merkurius, Venus, Uranus, dan Mars, berderet sejajar dalam formasi busur pada malam tanggal 25 hingga 30 Maret di samping bulan.
ADVERTISEMENT
Sementara di tahun 2024 ini, kita juga mendapati terjadinya dua kali Gerhana Bulan. Pertama Gerhana Bulan Penumbra pada 25 Maret, dan Gerhana Matahari Total pada 8 April 2024.
Ini makin menguatkan jika Malam Lailatul Qadr selain jadi malam kemulian, juga sebagai fenomena sains yang amat menarik untuk ditelisik. Terutama dari perspektif astronomi.
Kehadiran peristiwa semacam ini pada malam yang penuh keberkahan [Lailatul Qadr] dapat memberikan dimensi keagungan dan keajaiban alam semesta yang mencerminkan kebesaran Sang Pencipta.
Pertama, kita lihat dahulu bagaimana kitab suci al-Qur’an memberi detail soal fenomena Lailatul Qadr di Surah al-Qadr [97] ayat 1-5. Dimana pada malam ini turun malaikat-malaikat atas izin Allah. Waktunya hingga terbit fajar. Jumlahnya tak terhitung, mereka datang dengan beragam urusan.
ADVERTISEMENT
Petunjuk selanjutnya ada di Surah al-Hall ayat 47, yang menyebut sehari setara seribu malam. Dan di Qur’an surah al-Maarij ayat 4 yang menyebut sehari itu setara dengan lima puluh ribu tahun.
Marufin Sudibyo adalah seorang pendamping Forum Kajian Ilmu Falak [FKIK] di Kebumen, Jawa Tengah. Penjelasannya soal Lailatul Qadr perspektif sains sangat menarik. Malam Kemuliaan [Lailatul Qadr], kata dia, punya hubungan amat erat dengan alam semesta.
Menurut Marufin, malam kemulian ditandai dengan situasi yang tenang dan langit cerah namun gelap tanpa taburan cahaya selain bintang-bintang. Makhluk-makhluk yang diciptakan dari cahaya turun ke bumi untuk beragam urusan.
Menariknya, berdasarkan sains cahaya dan waktu jadi komponen amat panting buat memahami jagat raya. Ketika benda-benda langit bergerak supermasif, termasuk malaikat, maka akan terjadi distorsi ruang-waktu yang cukup ekstrem.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini lantas kembali membuka pembahasan kita selama ini soal lubang hitam [black hole]. Produk akhir evolusi bintang masif yang terbentuk pasca supernova, yang membengkokkan ruang dan waktu. Sehingga membentuk asimtot, atau sumur tanpa dasar yang entah dimana ujungnya.
Gravitasi di mulut black hole teramat kuat, sehingga mampu menarik benda apa pun ke terowongan tersebut, entah kemana. Sebagian ilmuwan menyebutnya sebagai pintu gerbang menuju alam lain.
Hal paling menarik dari kajian ini adalah, pada malam Lailatul Qadr arus informasi dari bumi ke langit berjalan dalam tingkat yang jauh lebih tinggi ketimbang malam-malam di hari-hari lainnya.
Itulah mengapa, di bulan puasa, terutama di momen-momenn khusus seperti Lailatul Qadr maupun lebaran kita dianjurkan untuk banyak-banyak menjalankan ritual ibadah kepada Allah Swt., baik yang berdimensi spiritual, maupun sosial.
ADVERTISEMENT
Tsunami kebaikan
Besarnya animo masyarakat dan gelombang spiritual yang terkirim ke jagat Arsy, selama puasa dan lebaran tahun ini sejatinya juga menjadi momentum bagi umat Islam untuk menebar lebih banyak kebaikan. Terutama di momen idul fitri kali ini.
Syahdan, Imam Ghazali pernah menjelaskan isi dialog Nabi Musa dengan Allah Swt dalam kitabnya, Mukasyafah al-Qulub.
“Ya Alah, di antara semua ibadah yang telah kulakukan untuk-Mu, makah ibadah yang engkau sukai? Apakah Shalatku?
Allah menjawab, “Shalatmu itu hanya untuk dirimu sendiri, shalat yang kau dirikan akan membuatmu terpelihara dari perbuatan keji dan mungkar.”
“Apakah puasaku?” kata Nabi Musa.
Allah menjawab, “Puasa yang kau jalani selama ini hanya untukmu. Karena puasa itu dapat melatih diri agar mampu mengekang hawa nafsumu.”
ADVERTISEMENT
“Lalu ibadah yang mana, yang membuat Engkau senang? Tanya Nabi Musa.
Allah pun menjawab lagi, “Sedekah, karena bisa memasukkan rasa bahagia ke dalam diri seseorang.”
Mendapati jawaban tersebut, Nabi Musa pun terkejut bukan main. Karena selama ini, dirinya mengira bahwa amal ibadah yang paling disukai adalah shalat, ngaji, puasa dan haji.
Setelah satu bulan berpuasa, umat Islam memang diperintahkan untuk membayar zakat fitrah sebesar 1 sha’ atau setara dengan 4 mud anggur, gandum, atau beras. Dimana satu mud adalah ukuran satu cakupan penuh dua telapak tangan normal yang digabungkan.
Jika memiliki harta yang telah melebih nisab [batas minimal, 85 Gram Emas] dan telah mencapai haul [masa kepemilikan] selama satu tahun, maka keluarkan jugalah zakatnya sebesar 2,5 persen.
ADVERTISEMENT
Apakah dengan membayar zakat fitrah dan zakat mal berarti kita sudah selesai menunaikan kewajiban dan tidak perlu menebar kebaikan lainnya? Jawabannya tentu saja tidak. Karena Allah memberi pentunjuk lain supaya kita bisa berbuat kebaikan setiap saat tidak dibatasi nishab maupun haul, yaitu lewat sedekah.
Sedekah memiliki semesta yang lebih luas daripada zakat dan infak. Sedekah bisa berupa materi dan non materi. Seperti membantu orang miskin membayar utang, memberi modal usaha, memberi pinjaman modal tak berbunga, atau bahkan sekedar membuang duri di jalan dan melempar senyuman.
Sedekah juga merupakan bentuk syukur atas karunia yang telah diberikan Allah kepada kita. Dengan bersedekah, kita menunjukkan rasa syukur terhadap keberkahan yang kita terima dan membuktikan jika kita tidak lupa akan hak orang lain dalam nikmat yang kita peroleh.
ADVERTISEMENT
Itulah bedanya konsep kepemilikan maupun pendapatan dalam Islam. Dimana selalu ada hak orang lain di dalamnya. Karena dari setiap rupiah yang kita dapat selalu ada peran orang lain dan juga Allah di dalamnya.
Sedekah juga jadi sarana buat membersihkan harta dari sifat serakah dan menciptakan keseimbangan dalam distribusi kekayaan. Kata Rasulullah, “Harta itu tidak akan berkurang karena sedekah.” Sebaliknya, malah akan bertambah.
Terakhir, sedekah adalah investasi buat kehidupan di akhirat. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman bahwa "Sedekah adalah investasi yang memberikan keuntungan yang tidak pernah habis." Setiap sedekah yang kita berikan akan dihitung sebagai amal kebaikan di hadapan Allah SWT, dan pahalanya akan terus mengalir di kehidupan di akhirat.
ADVERTISEMENT
Jika konsep sedekah ini bisa kita terapkan kapan dan dimana pun, maka gelombang tsunami kebaikan akan selalu bisa kita munculkan bukan cuma di momen puasa dan lebaran saja. Semoga!
***
Muhammad Muchlas Rowi
Komisaris Independent PT Jamkrindo