Konten dari Pengguna

Memayu Hayuning Bawono: Telaah Falsafah Jawa dalam Konteks Kehidupan Modern

Muhdhori Ahmad
Pernah Nyantri di PIP Tremas Pacitan, Alumni Ma'had Aly Al-Tarmasi, Alumni Pasca INSURI Ponorogo (Tarbiyah), Mahasiswa Pasca IAIN Ponorogo ( FEBI)
11 Desember 2024 15:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhdhori Ahmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto dari hasil gambar penulis di sebuah persawahan
zoom-in-whitePerbesar
Foto dari hasil gambar penulis di sebuah persawahan
ADVERTISEMENT
Memayu Hayuning Bawono merupakan salah satu falsafah kebijaksanaan Jawa. Ungkapan ini, yang secara harfiah memiliki arti; memayu yaitu menciptakan keselamatan atau kebagusan di jagad raya, atau bisa diartikan Ayu atau Payu yang berarti menaungi atau mengayomi, atau hayu yang berarti bagus merujuk pada kata rahayu yang memiliki arti selamat atau keselamatan, sedangkan Bawana berarti dunia. Sedangkan secara Istilah Memayu Hayuning Bawana berarti mengusahakan (demi) keselamatan dunia. Memayu Hayuning Bawono merupakan lebih dari sekadar semboyan. Ia mencerminkan sistem nilai, etika, dan kosmologi yang kompleks, yang telah memandu kehidupan masyarakat Jawa selama berabad-abad. Falsafah ini mengajarkan kita untuk selalu berbuat baik dan menciptakan kesejahteraan demi terciptanya dunia yang lebih baik, damai, dan harmonis.
ADVERTISEMENT
Dimensi Ontologis: Hubungan Manusia, Alam, dan Tuhan
Falsafah Jawa memandang dunia sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terintegrasi, di mana manusia, alam, dan Tuhan berada dalam hubungan timbal balik yang dinamis. Bawono merujuk pada alam semesta secara keseluruhan, mencakup segala sesuatu yang ada, baik yang kasat mata maupun gaib. Hayuning bawono menyatakan kesejahteraan dan keteraturan alam semesta ini. Oleh karena itu, Memayu Hayuning Bawono bukan hanya perihal tentang kesejahteraan manusia semata, melainkan juga kesejahteraan alam dan kelangsungan harmoni kosmik.
Pandangan ontologis ini berbeda dengan pandangan dualistik yang memisahkan manusia dari alam dan Tuhan. Dalam falsafah Jawa, manusia merupakan bagian integral dari alam semesta, terikat oleh hukum-hukum alam dan memiliki tanggung jawab moral untuk memeliharanya. Manusia sebagai ciptaan Tuhan memiliki potensi untuk mencapai kesempurnaan spiritual dan berperan aktif dalam menjaga keseimbangan alam semesta.
ADVERTISEMENT
Dimensi Epistemologis: Mengetahui dan Memahami Alam Semesta
Dalam memahami Memayu Hayuning Bawono tidak bisa hanya diperoleh melalui penalaran intelektual semata, tetapi juga melalui intuisi, pengalaman, dan tradisi lisan yang diwariskan turun-temurun. Pengetahuan tentang alam semesta dan tempat dimana manusia dalamnya diperoleh melalui berbagai cara, termasuk pengamatan fenomena alam, studi filsafat, dan praktik spiritual.
Sistem pengetahuan Jawa bersifat holistik dan integratif, menghubungkan pengetahuan empiris dengan pengetahuan spiritual. Contohnya, sistem pertanian tradisional Jawa tidak hanya berfokus pada aspek teknis, tetapi juga mempertimbangkan aspek spiritual dan ritual untuk menjamin kesuburan tanah dan keberhasilan panen. Hal ini menunjukkan adanya pemahaman yang mendalam tentang hubungan timbal balik antara manusia dan alam, di mana pengetahuan diperoleh dan diterapkan dalam konteks keselarasan dengan hukum-hukum alam dan kosmik.
ADVERTISEMENT
Dimensi Aksiologis: Nilai-Nilai Moral dan Etika
Memayu Hayuning Bawono mengarahkan pada perilaku dan tindakan manusia yang berorientasi pada kebaikan dan kesejahteraan bersama. Nilai-nilai moral dan etika yang terkandung di dalamnya meliputi:
Keharmonisan: Menjaga keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan individu, sosial, dan lingkungan. Hal ini mencakup hubungan antar manusia, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan.
Keadilan: Menciptakan keadilan dan kesetaraan bagi semua makhluk hidup. Ini menunjukkan komitmen untuk menghindari ketidakadilan dan eksploitasi, baik terhadap sesama manusia maupun terhadap alam.
Kebersamaan: Mengedepankan nilai kebersamaan dan gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini bermanifestasi dalam berbagai bentuk kerja sama dan kepedulian antar anggota masyarakat.
Kesederhanaan: Menghindari sikap konsumtif berlebih dan hidup sesuai dengan kemampuan. Ini merupakan wujud dari kesadaran akan keterbatasan dan kebutuhan untuk menjaga keseimbangan ekologi.
ADVERTISEMENT
Keselamatan: Menjaga keselamatan dan keamanan bagi diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan. Ini mencerminkan kesadaran akan risiko dan tanggung jawab untuk mencegah bahaya.
Relevansi Memayu Hayuning Bawono dalam Kehidupan Modern
Di era modern yang ditandai dengan perkembangan teknologi dan globalisasi yang pesat, konsep Memayu Hayuning Bawono masih sangat relevan dan bahkan semakin krusial. Tantangan seperti perubahan iklim, kerusakan lingkungan, ketidaksetaraan sosial, dan konflik menunjukkan kebutuhan akan sistem nilai yang berorientasi pada keselarasan dan keberlanjutan.
Falsafah Jawa ini dapat memberikan pandangan alternatif terhadap model perkembangan yang eksploitatif dan tidak berkelanjutan. Dengan menekankan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam, memayu hayuning bawono dapat menjadi pedoman untuk membangun masyarakat yang adil, sejahtera, dan berkelanjutan. Penerapan prinsip-prinsip seperti keharmonisan, keadilan, dan kebersamaan sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dunia saat ini.
ADVERTISEMENT