Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Merangkul Budaya Kekeluargaan di Era Gempuran Generasi Z dalam Dunia Kerja
13 Desember 2024 10:26 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhtia Mutmainah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Generasi Z atau orang dengan tahun kelahiran 1997 - 2012 sekarang sudah mulai mendominasi dunia kerja. Berbeda dengan generasi sebelumnya, Generasi Z dikenal memiliki sikap yang mandiri dan ingin memiliki kebebasan dalam bekerja. Hal tersebut dikarenakan sedari kecil, mereka sudah diperkenalkan oleh banyaknya teknologi digital, di mana smartphone dan internet sudah tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Generasi dengan karakteristik unik yang berbeda dengan generasi sebelumnya ini menghadirkan beberapa hal dan tantangan baru bagi dunia kerja.
ADVERTISEMENT
Salah satu budaya organisasi yang menjadi ciri khas kehidupan sosial masyarakat Indonesia yaitu budaya kekeluargaan. Dalam budaya Jawa, kekeluargaan didefinisikan sebagai prinsip yang menekankan pada harmoni (rukun) dan penghormatan (hormat) dalam hubungan sosial. Di era modern, ketika Generasi Z mulai mendominasi dunia kerja, muncul pertanyaan penting tentang bagaimana agar budaya kekeluargaan tetap relevan dan menjadi pilar dalam membangun harmoni di tempat kerja yang terus berubah?
Nilai- Nilai Kekeluargaan
Nilai-nilai kekeluargaan yang sering kali dikaitkan dengan hierarki tradisional seperti bapakisme dan kecenderungan menghindari konflik bisa menjadi tantangan ketika harus diterapkan di lingkungan kerja yang lebih dinamis. Namun, tantangan ini bukan berarti menghapus relevansi budaya kekeluargaan. Sebaliknya, nilai-nilai ini dapat diadaptasi untuk menjawab kebutuhan Generasi Z dan membantu untuk membangun lingkungan kerja yang inklusif dan produktif.
ADVERTISEMENT
Misalnya, prinsip hormat yang selama ini identik dengan penghormatan kepada atasan dapat diredefinisi menjadi penghargaan yang saling menguatkan di antara anggota tim, terlepas dari posisi mereka dalam struktur organisasi. Dalam konteks Generasi Z, penghormatan lebih bermakna ketika diberikan melalui pengakuan atas kontribusi individu, alih-alih sekadar berdasarkan senioritas.
Nilai gotong-royong juga masih tetap relevan. Generasi Z memiliki kecenderungan yang kuat untuk bekerja dalam tim, terutama ketika didukung oleh teknologi kolaboratif. Mereka terbiasa menggunakan aplikasi berbasis digital untuk menyelesaikan pekerjaan bersama-sama, menjadikan gotong-royong sebagai praktik nyata yang lebih efisien. Hal ini mencerminkan bagaimana nilai tradisional dapat bertransformasi menjadi kekuatan baru di era digital, tanpa kehilangan esensinya sebagai bentuk solidaritas dan kebersamaan.
Bagaimana Peran Teknologi dalam Menerapkan Nilai Kekeluargaan?
ADVERTISEMENT
Dalam menerapkan nilai kekeluargaan di dunia kerja modern, peran teknologi juga menjadi sangat penting. Teknologi dapat menjadi jembatan antara nilai tradisional dan kebutuhan Generasi Z yang serba digital. Sebagai contoh, penggunaan platform komunikasi seperti Microsoft Teams memungkinkan prinsip musyawarah mufakat diwujudkan dalam pengambilan keputusan berbasis diskusi kelompok yang transparan dan inklusif. Teknologi juga memungkinkan karyawan, baik senior maupun junior, untuk berinteraksi secara langsung tanpa hambatan hierarki sehingga memperkuat rasa kebersamaan di tempat kerja.
Tantangan dan Solusinya
Namun, adaptasi ini tentu tidak tanpa tantangan. Salah satu hal yang perlu diantisipasi adalah potensi benturan antara ekspektasi generasi senior yang lebih terbiasa dengan struktur hierarkis dan kebutuhan Generasi Z akan fleksibilitas. Pemimpin perlu menjadi fasilitator yang menjembatani kedua kebutuhan ini. Kepemimpinan berbasis mentoring, di mana pemimpin tidak hanya menjadi figur otoritas tetapi juga pembimbing yang mendukung pengembangan individu, menjadi salah satu cara efektif untuk mengatasi kesenjangan ini.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penting juga untuk memastikan bahwa nilai kekeluargaan tidak menjadi alat yang justru memperkuat praktik-praktik yang kurang produktif, seperti konflik terselubung atau komunikasi yang terhambat karena rasa sungkan. Organisasi harus mendorong budaya keterbukaan yang tetap menjunjung tinggi harmoni, tetapi tanpa mengorbankan efisiensi atau transparansi dalam bekerja.
Kesimpulan
Ketika budaya kekeluargaan diterapkan dengan cara yang relevan, akan mampu menjadi fondasi yang kokoh untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, inklusif, dan berkelanjutan. Generasi Z, dengan segala karakteristik uniknya, bukanlah ancaman terhadap nilai tradisional ini, tetapi justru peluang untuk merevitalisasi dan mendefinisikan ulang makna kekeluargaan dalam konteks modern.
Dengan menjadikan nilai-nilai seperti hormat, rukun, dan gotong-royong sebagai landasan, serta memanfaatkan teknologi sebagai penggeraknya, organisasi dapat menciptakan tempat kerja yang tidak hanya produktif, tetapi juga penuh makna bagi semua generasi. Harmoni antara tradisi dan inovasi inilah yang menjadi kunci keberhasilan di era kerja masa kini.
ADVERTISEMENT