Konten dari Pengguna

Jurnalisme Amplop: Realitas Etika di Balik Berita

Mutia Jummidayani Putri
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
30 Agustus 2024 14:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mutia Jummidayani Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://stockcake.com/i/stacked-newsprint-close-up_574190_917155
zoom-in-whitePerbesar
https://stockcake.com/i/stacked-newsprint-close-up_574190_917155
ADVERTISEMENT
Jurnalisme harus terbebas dari suap dan penyalahgunaan profesi. Namun, apakah hal itu akan berlaku ketika seorang jurnalis dihantam tuntutan ekonomi? Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
ADVERTISEMENT
Tetapi realitanya berbeda, karena seringnya dijumpai fenomena “jurnalisme amplop”. Jurnalisme amplop adalah bentuk rasuah yang ada didalam kisaran media, dimana jurnalis dijadikan sebagai tameng untuk saling menjatuhkan. Hal ini tentu saja sangat merugikan, selain merusak citra pers, jurnalisme amplop menyebabkan pembaca menjadi tersesat dengan fakta yang dibuat-buat.
Sangat disayangkan, media seharusnya memberikan informasi yang tidak berpihak, kini lebih terkesan sebagai peluru bagi oknum-oknum berkepentingan. Citra pers yang biasanya disebut sebagai pilar keempat untuk mengawal eksekutif, legislatif, dan yudikatif kini ikut tercoreng akibat fenomena ini.
Jurnalisme amplop menjadi bukti bahwa semua masalah akan hilang selagi ada uang dan kekuasaan. Meskipun telah tertulis jelas bahwa etika profesi digunakan untuk menjaga kepercayaan publik dan integritas, nampaknya hal itu hanya dijadikan pajangan oleh beberapa oknum wartawan.
ADVERTISEMENT
Banyak benturan yang mengakibatkan hal semacam ini sulit hilang, selain dari tuntutan ekonomi, pemain yang melakukan suap semacam ini biasanya merupakan orang yang berkepentingan, hal ini secara langsung membuat mereka aman dari jerat hukuman, ditambah situasi ini diuntungkan dengan penegakan hukum yang tidak tegas.
Kondisi yang seperti ini hendaknya segera ditangani secara serius, perlu adanya penegasan perihal jurnalisme amplop ini, Selain untuk memastikan kebenaran berita yang diterima masyarakat, penegasan juga dibutuhkan untuk menjamin nasib dari para jurnalis yang dalam hal ini juga terpaksa melakukannya karena tuntutan ekonomi yang tinggi.
Tak hanya itu, dengan adanya kasus seperti ini seharusnya menjadikan pemerintah bercermin bahwa banyak permasalahan yang selama ini dibiarkan dan tidak tertangani, terutama masalah kesejahteraan rakyatnya yang terjepit akibat pemerintah yang lalai dan gagal dalam menjalankan amanatnya sebagai penegak hukum.
ADVERTISEMENT