Konten dari Pengguna

Multitasking, Patut Dibanggakan Atau Perlu Ditinggalkan?

Mutia Ulya Millati Shafana
Mahasiswi Psikologi Universitas Brawijaya
30 November 2024 17:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mutia Ulya Millati Shafana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Multitasking, Patut Dibanggakan Atau Perlu Ditinggalkan? (Sumber: pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Multitasking, Patut Dibanggakan Atau Perlu Ditinggalkan? (Sumber: pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Di sekolah maupun tempat kerja, kita pasti pernah dihadapkan dengan situasi yang mengharuskan kita untuk multitasking. Walaupun terlihat meningkatkan produktivitas dan menghemat waktu, tetapi tahukah kamu bahwa multitasking adalah sesuatu yang berbahaya bagi otak dan tubuh, loh.
ADVERTISEMENT
Multitasking adalah kemampuan manusia untuk mengerjakan beberapa aktivitas secara bersamaan. Terdapat dua jenis multitasking, yaitu concurrent multitasking dan sequential multitasking. Concurrent multitasking adalah mengerjakan tugas secara bersamaan dengan interupsi singkat tanpa menghambat proses kerja tugas utama sehingga memungkinkan individu untuk mengerjakan tugas secara efisien. Contohnya seperti mencatat sambil mendengarkan ceramah dari guru. Sementara sequential multitasking adalah aktivitas beralih tugas setelah mengerjakan satu tugas utama dan membutuhkan fokus. Contohnya seperti mengetik makalah lalu beralih ke aktivitas mengoreksi pekerjaan.
Penelitian tentang multitasking pertama kali dilakukan oleh Robert Rogers dan Stephen Mossels pada tahun 1995 yang menunjukkan bahwa manusia seringkali beralih dari tugas utama ke tugas lainnya. Hal ini berarti orang yang melakukan multitasking harus dapat membagi fokusnya untuk setiap aktivitas tersebut.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, pada kenyataannya otak memiliki kapasitas terbatas untuk berpikir secara simultan. Otak hanya dapat memproses beberapa pikiran sekaligus karena terbatasnya kapasitas gelombang otak yang mengatur komunikasi saraf. Karena itulah dalam beberapa kasus, seperti menyetir sambil menelepon, multitasking dapat menjadi berbahaya dan dapat menyebabkan kecelakaan sebab konsentrasi yang terpecah.
Keterbatasan konsentrasi ini terlihat jelas dari eksperimen yang dilakukan oleh Christopher Chabris dan Daniel Simons, yaitu “The Invisible Gorilla” yang dapat ditonton dari tautan berikut https://youtu.be/vJG698U2Mvo?si=LTm7qAgYEZgdtzpx.
Pada awalnya, kebanyakan orang tidak menyadari kehadiran gorila tersebut karena mereka cenderung fokus pada para pemain berbaju putih. Begitu diberi tahu bahwa terdapat gorila yang muncul di tengah-tengah para pemain, orang-orang yang menyaksikan video itu pun lantas menyadarinya. Hasil ini menunjukkan bahwa ketika seseorang fokus pada satu tugas, maka perhatian mereka pada hal lain dapat terabaikan. Selain itu, video ini menyoroti bagaimana multitasking dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk memperhatikan detail sesuatu, tetapi tidak dapat terdeteksi karena fokus yang terpecah.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan perhatian karena multitasking juga berakibat pada penurunan kinerja kerja dan akademik. Melakukan banyak tugas secara bersamaan membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan tugas dan dapat menurunkan kreativitas. Hal ini berkaitan dengan hasil survey Russ dan Crews pada tahun 2014 yang mengungkapkan bahwa rata-rata seseorang untuk berpindah dari tugas sampingan ke tugas utama adalah 9 menit. Sebuah studi juga menunjukkan bahwa multitasking memberikan efek buruk pada kemampuan siswa untuk mengingat materi pelajaran.
Selain berdampak pada daya fokus, kinerja, dan memori, multitasking yang berlebihan juga berpengaruh pada kesehatan mental. Kondisi ini mengakibatkan stres dan secara tidak langsung dapat menyebabkan kelelahan, depresi, serta kecemasan.
Lalu bagaimana cara untuk mengurangi kelelahan mental yang diakibatkan oleh multitasking?
ADVERTISEMENT
Multitasking memang seharusnya tidak dilakukan dalam frekuensi yang sering. Namun, jika pekerjaanmu mengharuskan untuk multitasking terus menerus, latihan mindfulness dapat membantu mengurangi kelelahan mental.
Latihan mindfulness dapat dilakukan dengan fokus dan memperhatikan sekeliling, termasuk indra dan perasaan sendiri. Daripada terjebak di masa lalu atau mengkhawatirkan masa depan, latihan mindfulness menuntut seseorang untuk hadir di masa kini dan menikmati segala hal yang sedang terjadi.
Selain itu, aktivitas yang dapat membantu latihan mindfulness adalah meditasi. Meditasi bermanfaat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengerjakan sebuah tugas dengan lebih lama dan menghindari pergantian tugas dengan singkat. Orang yang melakukan meditasi juga merasakan tingkat stres dan kelelahan yang lebih rendah saat mengerjakan suatu tugas.
ADVERTISEMENT
References
Arini, D. P. (2020). Multitasking Sebagai Gaya Hidup, Apakah Dapat Meningkatkan Kinerja: Sebuah Kajian Literatur. Jurnal Psikologi MANDALA, 4(1).
Jamet, E., Gonthier, C., Cojean, S., Colliot, T., & Erhel, S. (2020). Does multitasking in the classroom affect learning outcomes? A naturalistic study. Comput. Hum. Behav., 106, 106264.
Kudesia, R., Pandey, A., & Reina, C. (2020). Doing More With Less: Interactive Effects of Cognitive Resources and Mindfulness Training in Coping With Mental Fatigue From Multitasking. Journal of Management, 48, 410 - 439.
Marchewka, M., Nesterak, J., Sołtysik, M., Szymla, W., & Wojnarowska, M. (2020). Multitasking Effects on Individual Performance: An Experimental Eye-Tracking Study. European Research Studies Journal, 107-116.
Miller, E., & Buschman, T. (2015). Working Memory Capacity: Limits on the Bandwidth of Cognition. Daedalus, 144, 112-122
ADVERTISEMENT