Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Analisis “Tactical & Positioning” Tiap Capres dalam Debat Perdana Pilpres 2024
19 Desember 2023 10:34 WIB
Tulisan dari Muhammad Nabiel Hakim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada Selasa, 12 Desember 2023 lalu, publik telah menyaksikan penyelenggaraan perdana debat calon presiden (capres) 2024. Acara yang berlangsung selama 120 menit tersebut membahas sejumlah permasalahan sosial dan politik seperti Hak Asasi Manusia (HAM), konflik di Papua, pemberantasan korupsi, akomodasi kelompok rentan, kekuasaan kehakiman, partai politik, hingga soal keputusan Mahkamah Konstitusi yang sempat membuat ramai masyarakat beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Secara kronologis, pelaksanaan debat dimulai dengan pemaparan visi-misi dari setiap capres selama empat menit. Capres nomor urut satu, Anies Rasyid Baswedan, memulainya dengan mengkritik tajam pemerintah terkait penggunaan hukum dan alat negara yang disinyalir telah melampaui batas. Selain itu, Anies juga menyayangkan kebebasan berpendapat yang mulai menurun dan ia turut menyayangkan kinerja aparat yang kurang tanggap dalam menangani laporan warga.
Sementara capres nomor urut dua, Prabowo Subianto, menegaskan akan memprioritaskan penyelesaian persoalan hukum, korupsi, HAM, hingga optimalisasi pelayanan pemerintah dan perlindungan terhadap kelompok rentan. Prabowo juga menegaskan bahwa seluruh pihak semestinya bersyukur bahwa Indonesia bisa tetap survive di tengah tantangan dunia yang serba tidak pasti dan ia menekankan akan memperbaiki apa yang harus diperbaiki serta melanjutkan apa yang selayaknya dilanjutkan.
ADVERTISEMENT
Capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo, mengakhir sesi penyampaian visi-misi dengan menegaskan pentingnya komitmen dalam menjalankan pemerintahan yang bersih, akomodatif, dan anti korupsi. Tak hanya itu, Ganjar juga menyatakan akan mengadakan insentif guru dan pembangunan satu puskesmas di tiap desa. Ia juga menegaskan bahwa keberlangsungan demokratisasi harus tetap dijaga dan pembangunan yang selama ini telah terlaksana harus diakselerasi kemajuannya.
Tactical & Positioning Tiap Capres
Selain pemaparan visi-misi, hal yang menarik dalam debat capres perdana adalah cara setiap capres dalam menjawab pertanyaan, baik itu dari panelis maupun dalam momen saling tanya dan sanggah antar capres. Momen saling tanya dan sanggah tersebut setidaknya cukup menjelaskan bagaimana taktik dan posisi politik yang diambil dari tiap capres, apakah pro, netral atau oposisi terhadap pemerintahan saat ini.
Misal, Anies Baswedan, ia dapat dikategorikan memainkan taktik “offensive” dan mengambil sikap oposisi terhadap pemerintah dengan slogan barunya yaitu “perubahan”. Bukan tanpa sebab, dalam menyuarakan gagasannya Anies sering kali mengkritik tajam dan berbeda pandangan serta sikap, terutama dengan capres nomor urut dua, Prabowo Subianto, yang identik dengan kubu pemerintah saat ini karena memilih Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut nampak ketika membahas penyelesaian kekerasan di Papua, Anies lebih menekankan faktor tidak adanya keadilan di Papua. Ia menegaskan bahwa kekerasan bisa dihilangkan apabila keadilan didapatkan, yang mana salah satu caranya adalah penyelesaian kasus-kasus kekerasan di Papua hingga tuntas. Hal ini berbeda dengan Prabowo yang lebih mengedepankan pendekatan pembangunan dan penegakan hukum terhadap kelompok separatis serta menekankan bahwa persoalan Papua sangatlah kompleks karena menyangkut ideologi dan geopolitik dunia.
Dalam isu penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, Anies juga berseberangan dengan Prabowo, terutama mengenai etika dan transparansi dalam pemutusan perkara. Anies bahkan mempertanyakan bagaimana perasaan Prabowo ketika melihat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sangat kontroversial, di mana hal ini direspons oleh Prabowo dengan menyatakan bahwa persoalan putusan MK sudah ditangani dan pada akhirnya rakyat yang akan menilai dan menentukan di Februari 2024 nanti.
ADVERTISEMENT
Terakhir, pada isu demokrasi dan partai politik, Anies menyayangkan minimnya oposisi serta mengklaim demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Tak hanya itu, Anies juga menyebut fenomena “orang dalam” yang terjadi di masyarakat hingga tatanan tertinggi negara sebagai sesuatu yang menyebalkan dan merusak. Argumentasi tersebut ternyata mendapat tentangan keras dari Prabowo yang menyatakan Anies terlalu berlebihan dan bahkan mengungkit kembali kontestasi Pilgub DKI Jakarta 2017, di mana hal ini pula yang memancing Anies untuk “menyerang balik” Prabowo dengan menyatakan bahwa Prabowo tidak tahan menjadi oposisi karena tidak bisa berbisnis.
Berbeda dengan Anies, Prabowo Subianto dapat dikategorikan memainkan taktik “counter attack” atau cenderung bertahan dan sesekali melakukan serangan balik serta memposisikan dirinya sebagai suksesor (pro) dari pemerintahan Joko Widodo. Hal ini terlihat dalam penyampaian narasi yang beberapa kali menggunakan kalimat seperti “melanjutkan dan meneruskan”. Misal, dalam pembahasan isu Papua, Prabowo bahkan mengatakan Jokowi adalah Presiden RI yang paling sering berkunjung ke Papua hingga 19 kali. Ia juga menegaskan akan melanjutkan pembangunan di Papua yang selama ini diklaim telah berjalan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Dalam mengkritik capres lain, Prabowo juga hanya melakukannya sesekali, terutama saat ia mendapat “serangan” terlebih dahulu. Misal pada persoalan Papua, Prabowo merespons tanggapan Anies dengan menegaskan bahwa isu Papua tidak sesederhana yang dikira. Lalu Prabowo juga mengkritik balik Anies terkait keluh kesahnya terhadap demokrasi dengan mengingatkannya bahwa jika demokrasi tidak berjalan, maka ia tidak mungkin menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017-2022.
Pada persoalan HAM, Prabowo juga “menyerang balik” Ganjar ketika dirinya ditanya mengenai komitmen pengadaan pengadilan HAM dan pencarian mayat aktivis yang hilang. Prabowo mengatakan bahwa ia berkomitmen terhadap penegakan HAM namun apa yang ditanyakan Ganjar cenderung tendensius dan politis, di mana dalam pembahasan selanjutnya yang terkait dengan isu kelompok rentan, Prabowo justru berinisiatif “menyerang” Ganjar lebih dulu dengan mempertanyakan kinerjanya di Jawa Tengah mengenai fenomena kelangkaan pupuk bagi petani.
Berbeda dengan Anies maupun Prabowo, Ganjar cenderung bermain pragmatis atau berhati-hati ketika mengutarakan argumentasinya. Posisi Ganjar cenderung "abu-abu" karena dalam debat perdana kemarin tidak begitu gamblang menjabarkan posisinya, apakah pro atau kontra terhadap pemerintahan saat ini. Hal tersebut terlihat dalam proses penyampaian visi-misi hingga tanya jawab antar capres, di mana Ganjar saat penyampaian visi-misi menegaskan akan mengakselerasi kemajuan pembangunan yang telah dilakukan, tetapi juga menyinggung situasi demokrasi yang ia klaim mendapat tantangan dengan mengutip sejumlah kasus pengekangan kebebasan berpendapat.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Ganjar cenderung "menyerang" balik capres lain apabila ia mendapat serangan terlebih dahulu. Misal, ketika dikritik oleh Prabowo soal kelangkaan pupuk, Ganjar menegaskan bahwa kelangkaan pupuk tidak hanya terjadi di Jawa Tengah, melainkan seluruh Indonesia. Ia bahkan mempertanyakan peran Prabowo selaku Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Dalam kesempatan lain, Ganjar sempat berbeda pandangan dengan Anies terkait proses penegakan HAM yang efektif, di mana Anies menganggap jawaban Ganjar tidak komprehensif dan direspons oleh Ganjar sebagai sesuatu yang cenderung subjektif. Ganjar juga tercatat hanya dua kali mengajukan pertanyaan tajam kepada capres lain, yaitu mengenai penegakan HAM kepada Prabowo dan keberlanjutan Ibu Kota Negara (IKN) kepada Anies. Selain itu, Ganjar cenderung bersikap netral, seperti saat pembahasan demokrasi dan parpol berlangsung, di mana saat itu Anies dan Prabowo tengah berdebat sengit mengenai situasi demokrasi terkini, tetapi Ganjar lebih memilih menekankan pentingnya pendidikan politik untuk parpol dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Keselarasan dan Hakikat Penyelenggaraan Debat
Sikap yang relatif sama di antara ketiga capres nampak saat isu pemberantasan korupsi dibahas. Ketiga capres relatif sepakat bahwa korupsi harus diberantas hingga ke akar, di mana Ganjar mengusulkan percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset dan pemindahan narapidana korupsi ke Lapas Nusakambangan. Sementara Anies menambahkan perlunya pengembalian independensi KPK dan partisipasi masyarakat yang berbasis reward agar publik merasa dilibatkan. Terakhir Prabowo melengkapinya dengan menegaskan perlunya penguatan di lembaga pengawasan lainnya seperti BPK dan Kejaksaan Agung.
Taktik dan posisi dari setiap capres tentu tidak lepas dari kepentingan politik yang ada dalam diri masing-masing koalisi. Menarik untuk dinantikan pada debat capres selanjutnya, apakah “tactical and positioning” yang nampak dalam setiap jawaban capres kemarin tetap bertahan atau justru ada perubahan.
ADVERTISEMENT
Tetapi, yang perlu kita pahami bersama bahwa pagelaran debat capres dan cawapres bukan untuk mencari siapa yang paling menguasai panggung atau mahir berbicara, melainkan untuk mengetahui isi gagasan dari setiap calon dan menyelaraskan pikiran, sikap dan perbuatan untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.