Konten dari Pengguna

Mencari Makna di Balik Pertemuan dalam Novel Karya A. Datuk Pamuntjak

Nadia Andi Rahmalia
Halo, saya seorang Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dari jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan.
29 September 2024 17:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadia Andi Rahmalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cover novel sumber hasil potret sendiri di perpustakaan nasional.
zoom-in-whitePerbesar
Cover novel sumber hasil potret sendiri di perpustakaan nasional.
ADVERTISEMENT
Setelah membaca novel yang masih kental berbahasa melayu ini, saya merasa seperti dibawa pada perjalanan yang penuh dengan refleksi dan pemahaman baru tentang pertemuan dalam hidup. Dalam novel karya A. Datuk Pamuntjak buku lama terbitan balai Pustaka di tahun 1927, mengisahkan pertemuan bukan hanya sekadar kebetulan. Novel percintaan dalam naskah kuno ini di balik setiap interaksi yang terjadi, selalu ada makna mendalam yang tersimpan. Pamuntjak tidak hanya menuliskan pertemuan fisik, tetapi juga bagaimana jiwa seseorang bisa bertemu dengan hal-hal yang tak terlihat, seperti kenangan, perasaan, dan bahkan keinginan yang tersembunyi. Seperti yang dikatakan dalam novel, “Kita tidak pernah tahu pertemuan itu akan berakhir bagaimana, yang kita tahu adalah setiap pertemuan menyimpan cerita.”
ADVERTISEMENT
Pertemuan yang dialami oleh karakter-karakternya mengingatkan kita bahwa dalam setiap langkah hidup, kita selalu dipertemukan dengan orang-orang yang mungkin tidak terduga. Setiap individu dalam novel ini membawa cerita dan pengalaman yang membentuk perjalanan hidup mereka. Dalam salah satu momen penting, salah satu tokoh mengungkapkan, “Setiap orang yang kita temui membawa bagian dari dunia mereka ke dalam hidup kita.” Di sinilah, Pamuntjak menunjukkan bahwa pertemuan adalah peluang untuk belajar dan tumbuh.
Pamuntjak juga menggambarkan pertemuan sebagai sesuatu yang sering kali tidak mudah. Ada banyak perasaan yang muncul, dari harapan hingga ketakutan. Ketika dua jiwa bertemu, tidak hanya kebahagiaan yang mereka bagi, tetapi juga luka-luka masa lalu. Seperti saat salah satu karakter berkata, “Pertemuan ini bukan hanya tentang kita, tetapi tentang semua yang telah kita lewati.” Novel ini menunjukkan bahwa pertemuan juga bisa menjadi cermin yang memperlihatkan bagian dari diri kita yang mungkin selama ini kita abaikan. Namun, bukan hanya pertemuan dengan orang lain yang ditekankan Pamuntjak. Ia juga menulis tentang pertemuan dengan diri sendiri. Dalam novel ini, banyak karakter yang akhirnya dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka harus berdamai dengan masa lalu, menerima kekurangan, dan belajar memaafkan diri. Salah satu kutipan yang mengena adalah, “Ketika kita bertemu dengan diri sendiri, kita belajar untuk tidak lagi berlari dari bayang-bayang kita.”
ADVERTISEMENT
Selain itu, novel ini menyoroti bahwa pertemuan tidak selalu berlangsung lama. Terkadang, pertemuan singkat justru meninggalkan kesan paling dalam. Pamuntjak seakan ingin mengingatkan kita bahwa dalam hidup, tak peduli seberapa singkat momen itu, pertemuan yang bermakna bisa mengubah arah hidup seseorang. Salah satu karakter menyatakan, “Kadang, perpisahan itu yang membuat pertemuan kita menjadi lebih berarti.” Pada akhirnya, novel ini mengajarkan bahwa setiap pertemuan memiliki tujuan. Entah untuk mengingatkan kita tentang apa yang sudah kita lupakan, atau untuk menunjukkan hal baru yang belum pernah kita pahami. Dalam setiap pertemuan, selalu ada pelajaran yang bisa diambil jika kita mau membuka hati dan pikiran. Seperti yang diungkapkan dalam novel, “Setiap orang yang kita temui adalah sebuah pelajaran menunggu untuk dipelajari.”
ADVERTISEMENT
Jadi, melalui karya A. Datuk Pamuntjak ini, kita diajak untuk lebih peka terhadap setiap pertemuan yang terjadi dalam hidup kita. Karena mungkin saja, pertemuan yang kita anggap biasa saja, justru memiliki arti besar bagi perjalanan hidup kita. Dalam kata-kata penutup, Pamuntjak menegaskan, “Hiduplah seolah setiap pertemuan adalah kesempatan kedua untuk menemukan diri kita yang lebih baik.”