Konten dari Pengguna

Kamu Terlalu Banyak Bercanda

Nadifa Salsabila Nizar
Karyawan swasta - Penulis lepas
5 Desember 2024 10:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadifa Salsabila Nizar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Source: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Aku pernah ditegur sama Abi, karena Aku bercandain adik bungsuku yang sedang di pondok. Saat itu kami datang menjenguk dan Aku bilang ke adikku,
ADVERTISEMENT
“Kita pulang dulu ya. Abis ini kita mau jalan-jalan. Wee, kasian kamu ngga diajak.” Sepele sekali. Tapi, Abi menegurku. Kata Abi, “Jangan gitu, adikmu nanti sedih. Jangan dibiasakan” Sejak saat itu aku berusaha untuk berhati-hati dalam bercanda. “Jangan dibiasakan”, ya karena kita terbiasa guyonan sampai lupa pada batasan, seperti yang sedang ramai dibicarakan, tentang salah satu -yang katanya- tokoh agama bahkan seorang utusan khusus bidang Kerukunan Agama yang ditunjuk langsung oleh Presiden. Meski sudah klarifikasi dan kedua belah pihak saling bertemu tetapi tetap saja perbuatan tersebut tidak bisa dibenarkan dan tidak boleh menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang menjadikan apa-apa sebagai guyonan dan parahnya terlalu berlebihan. Lupa adab, lupa aturan. Tentu kita tidak ingin terpeleset dulu baru sadar, bukan?
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi fitrah manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Saling berkomunikasi, bertukar cerita, termasuk bercanda. Islam mengatur bagaimana agar manusia tetap bisa menikmati hidupnya dengan hiburan, candaan dan gurauan yang menyegarkan dan dibolehkan. Dengan prinsip keseimbangan, tanpa terlalu membebaskan juga tidak terlalu menekan. Tidak berlebihan dan di luar batasan.
Canda yang Dibolehkan
Bersumber dari suri tauladan terbaik di muka bumi, Rasulullah juga bercanda dan bergurau. Masih ingat dengan cerita masyhur tentang seorang perempuan tua yang datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah untukku agar Ia memasukkanku ke dalam surga.” Kemudian Rasulullah menjawab, “Wahai ibu Fulan, sesungguhnya surga itu tidak dimasuki nenek-nenek”. Nenek itu langsung menangis mendengar jawaban beliau. Melihat hal demikian, Rasulullah menjelaskan dengan sebuah ayat dalam surat Al Waqiah ayat 35-37, “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” Begitu cara Rasulullah menyenangkan hati orang lain dalam sebuah candaan. Candaan yang tidak mengejek melainkan suatu kebenaran.
ADVERTISEMENT
Adapun etika dan adab serta batasan canda yang dituliskan oleh Syaikh Mahmud Al-Mishri dalam bukunya yang berjudul Sa’atan Sa’atan adalah sebagai berikut:
1.Bercandaan yang dilakukan tidak menjatuhkan orang lain. Agar nampak lucu, maka dioloklah orang lain dengan fisiknya mungkin, keluarganya, atau bisa dengan kalimat-kalimat yang merendahkan.
2.Tidak mengandung unsur dusta di dalamnya. Ada banyak orang di luar sana yang mengada-ada cerita, membual hanya untuk membuat gelak tawa.
3.Bercanda untuk menghibur, menenangkan jiwa, mempererat persahabatan, dan menjalin kasih sayang dalam pergaulan. Terdapat ulama dari Bashrah bernama Ibnu Sirin yang suka mengucap salam, menebar senyum, dan bercanda dengan masyarakat di sana, alhasil banyak yang senang dengannya, terpaut hatinya, dan mau ikut pengajiannya.
ADVERTISEMENT
Dalam kitab lain, Al Mirah fi Al Mizah karya Badruddin Abul Barakat Muhammad Al Ghizzi disebutkan batasan canda adalah dengan tidak menuduh, menjatuhkan wibawa dan kehormatan yang dapat mengakibatkan permusuhan dan kedengkian.
Candaan yang Diharamkan
Adapun candaan yang tidak diperbolehkan adalah
1.Ejekan dan Olok-Olokkan. Al Ghazali menjelaskan makna olok-olok sebagai sebuah tindakan merendahkan, menghina, menunjukkan aib dan cacat orang lain baik dengan isyarat maupun secara langsung.
2.Mencela dan Memanggil dengan Gelar yang Jelek. Orang yang mencela orang lain bagaikan menebas pedang dan menusukkan tombak kepadanya. Melukai meski tidak berbekas.
3.Menakut-nakuti dan Membuat Orang Lain Terkejut
Tidak sedikit kasus yang bermula dari canda justru meregang nyawa. Niat hati memberi kejutan kepada temannya yang sedang berulang tahun dengan menceburkannya ke kolan, qadarullah tersetrum dan akhirnya meninggal. Atau prank dituduh mencuri bahkan saat diberi tahu bahwa itu hanya rekayasa, korban masih mengalami trauma.
ADVERTISEMENT
4.Berdusta agar Orang Lain Tertawa.
Rasulullah telah memperingatkan bahwa celakalah orang-orang yang bercerita sambil berdusta agar orang di sekelilingnya tertawa. Dan, bagi mereka yang mampu meninggalkan dusta meski dalam keadaan bercanda maka Allah jamin rumah di surga.
Hikmah Lain: Doa yang Tersembunyi
Hikmah lain mengapa ada adab, batasan, dan hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam candaan, karena kita tidak tahu apa yang sedang dia “batin” dalam hatinya, apa doa yang dilangitkan saat kita melempar canda berlebihan. Saya jadi ingat satu cerita tentang seorang nelayan yang berangkat mencari ikan untuk makan keluarganya. Saat hari mulai gelap, nelayan itu baru mendapat seekor ikan. Bukan main senangnya. Ia mengucap syukur dan pulang ke rumah. Di perjalanan pulang, bertemu dengan Raja. Mengetahui apa yang dibawa oleh nelayan tersebut, sang Raja mengambil paksa dan membawa ikan itu ke Istana. Saat mengeluarkan dari tempatnya, atas izin Allah, ikan tersebut menggigit jari Raja. Ia kesakitan. Ia mendatangkan dokter dan dokter tersebut menyarankan untuk amputasi. Ternyata racunnya sudah menjalar hingga pergelangan bahkan siku, sehingga dipotonglah tangan raja tersebut. Karena masih belum merasa tenang, Ia disarankan pergi ke ulama ahli hikmah dan menceritakan awal mula ia mendapatkan ikan itu. Ulama tersebut meminta sang Raja untuk menemui nelayan tadi dan meminta maaf. Setelah saling memaafkan, sang Raja bertanya, “Apa yang telah engkau katakan terhadapku?” Nelayan itu menjawab, “Aku hanya mengatakan satu kalimat, “Ya Allah, Raja telah memperlihatkan kekuasaannya padaku, maka tunjukkanlah kepadaku Kuasa-Mu”. Lihat betapa dalam doa si Nelayan dan bagaimana Allah mengabulkan doanya.
ADVERTISEMENT
Hiburan atau candaan adalah kebutuhan ruh. Kita tidak hanya mengupayakan sehatnya fisik tapi juga jiwa. Guna melepas penat dan stres yang pasti dirasa. Jika bercanda dilarang, maka berwajah menyenangkan di depan saudara kita bukan lagi sedekah.
Sekali lagi, ini bukan soal baper tapi soal adab. Adanya batasan dan etika dalam bercanda adalah untuk menjaga kita. Terdapat jelas bukti nyata bagaimana seseorang terpeleset karena lisan mereka dan bagaimana hati menjadi mati karena terlalu banyak tertawa.
Semoga kita tetap dapat bercanda tanpa pandangan merendahkan lawan bicara.
Semoga kita tetap dapat menghibur diri tanpa lisan yang menyakiti.