Konten dari Pengguna

Merger Bank Syariah; Tetap Waspada Bila Terjadi Sengketa

Nadifa Salsabila Nizar
Karyawan swasta - Penulis lepas
27 Januari 2021 5:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadifa Salsabila Nizar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Industri perbankan syariah boleh bergembira dengan lahirnya Bank Syariah Indonesia yang merupakan hasil dari merger tiga Bank Syariah BUMN. Selain dapat memperluas dan menguatkan eksistensi bank syariah di masyarakat, penggabungan tiga bank milik Negara ini menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam mengoptimalkan peran perbankan syariah untuk menunjang pembangunan nasional dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Namun, para stakeholder tetap harus berjaga-jaga. Dari apa? Dari peluang terjadinya sengketa. Memangnya kalau sudah syariah tidak akan terjadi sengketa?
ADVERTISEMENT
Mengawali tahun 2021, terdapat 3 putusan perkara ekonomi syariah yang tercatat di Direktori Putusan Mahkamah Agung RI. Belum ditambah tahun 2020 sebanyak 344 putusan ekonomi syariah. Total 347 kasus dalam kurun waktu kurang dari dua tahun. Jumlah ini meningkat dari tahun 2019 ada 257 putusan, tahun 2018 ada 182 putusan, dan tahun 2017 ada 114 putusan.
Melihat terus meningkatnya kasus di perbankan syariah, maka perlu kesiapan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya sengketa pasca merger. Karena semakin besar usaha yang dikelola, semakin tinggi risikonya. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin besar pula potensi konfliknya. Sengketa yang terjadi bisa berupa wanprestasi, perbuatan melawan hukum, pengingkaran perjanjian, pailit, penyalahgunaan wewenang, property right, penggelapan, pelanggaran regulasi dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Kemampuan dalam menyelesaikan sengketa pada perbankan syariah bukan hanya agar masalah dapat segera terselesaikan tetapi juga dapat mendorong nasabah atau masyarakat untuk bertransaksi di bank syariah. Mereka percaya dan tidak perlu khawatir apabila di kemudian hari terjadi permasalahan karena prosedur penyelesaiannya jelas dan tentunya sesuai syariah. Kurangnya penguasaan akan menghambat proses peradilan dan dampaknya bisa menurunkan kepercayaan nasabah terhadap bank syariah.
Selanjutnya, tantangan yang masih harus dihadapi bank syariah adalah pangsa pasar. Masih minimnya pengetahuan terkait produk jasa keuangan syariah, menjadikan produk perbankan syariah belum dikenal luas di masyarakat. Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) menyebutkan bahwa demand produk jasa keuangan syariah baru mencapai 9,1% dengan tingkat literasi keuangan syariah yang baru 8,93%. Selain mengupayakan sosialisasi produk guna menaikkan pangsa pasar, kemampuan penyelesaian sengketa dapat menjadi nilai tambah produk perbankan syariah.
ADVERTISEMENT
Penyelesaian Sengketa dalam Islam
Dalam Islam, penyelesaian sengketa sendiri dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: Ishlah (perdamaian), al tahkim (arbitrase), dan al qadha (peradilan). Ketiga poin ini tercermin pada UU RI Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pada pasal 55 disebutkan bahwa penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Selain itu, penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan sesuai akad oleh para pihak yang bersengketa yaitu melalui musyawarah, mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), atau melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan terakhir tentu saja tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
Penyelesaian sengketa di perbankan syariah tidak boleh luput dari perhatian khususnya pada mega merger Bank Syariah BUMN ini. Tidak dapat dihindari dalam kerjasama tentu akan terjadi konflik, entah skala kecil atau besar. Oleh karena itu, usaha penyelesaian sengketa di pengadilan agama khususnya terkait perbankan syariah harus terus dilakukan. Mulai dari regulasinya, kompetensi civitas Pengadilan Agama, hingga dari sisi literasi keuangan syariahnya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah sebagai regulator diharapkan terus mengkaji kebijakan-kebijakan terkait penyelesaian sengketa di bank syariah hingga menghasilkan regulasi atau peraturan perundang-undangan yang jelas dan konkrit. Bagi para praktisi, seperti hakim, advokat, dan civitas di lingkungan Pengadilan Agama, yang terjun dan berhadapan langsung di lapangan diharapkan dapat terus meningkatkan pengetahuan dan selalu update informasi tidak hanya di lingkup hukum syariah, tetapi juga aktivitas ekonomi syariah, baik mikro maupun makro, baik di sektor keuangan maupun sektor riil. Dan menjadi tugas bersama kita untuk turut memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.
Gagasan yang diperjuangkan oleh para tokoh dan cendekiawan muslim Indonesia sejak tahun 1937 untuk memiliki bank sesuai dengan syariat Islam kini membuahkan hasil. Berangkat dari 1 bank syariah, Bank Muamalat Indonesia yang berdiri tahun 1992, hingga Oktober 2020, telah terdapat 14 Bank Umum Syariah, 20 Unit Usaha Syariah, dan 163 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Ditambah dengan mergernya tiga Bank Syariah BUMN, diharapkan perbankan syariah tetap menjadi lokomotif ekonomi syariah.
ADVERTISEMENT
Jumlah penduduk muslim terbesar di dunia dan ghirah untuk bersatu di kalangan umat muslim juga merupakan modal utama yang telah dimiliki Indonesia untuk menjadi market leader ekonomi syariah, tidak hanya di negeri sendiri tapi juga di dunia. Tinggal bagaimana mengelola modal tersebut. Jangan sampai cita-cita yang telah diperjuangkan akhirnya kandas hanya karena ketidakmampuan dalam menyelesaikan sengketa yang sebenarnya itu bisa diupayakan bersama.