Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Literasi Digital Membekali Generasi Muda Dengan Kecakapan Kritis
17 Desember 2024 18:24 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Najhwa Putri Ramadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dika adalah mahasiswa semester empat di sebuah perguruan tinggi terkemuka. Ia aktif menggunakan laptop dan ponselnya untuk kuliah, mencari referensi tugas, dan berinteraksi di media sosial setiap hari. Dika terlihat seperti sosok yang mahir dalam teknologi bagi teman-temannya. Namun, suatu hari, peristiwa buruk membuatnya berpikir ulang tentang apa yang dia ketahui tentang dunia digital.
ADVERTISEMENT
Semua berawal ketika Dika menemukan artikel menarik tentang peluang untuk menjadi kaya dengan investasi cepat di sebuah grup media sosial. Tanpa berpikir lama, dia membagikan artikel tersebut ke grup WhatsApp teman-temannya. Tak lama setelah itu, salah satu temannya mengingatkan Dika bahwa informasi yang dia bagikan adalah palsu dan terkait dengan penipuan internet. Dika mulai merasa bersalah dan malu karena hanya tahu cara menggunakan teknologi. Ia perlu mempelajari cara memilah dan memverifikasi kebenaran setiap informasi yang ia temui di internet.
Kisah Dika mewakili banyak mahasiswa modern. Seringkali dianggap bahwa generasi muda yang tumbuh dengan teknologi lebih melek digital. Namun, banyak dari mereka masih rentan terjebak dalam arus informasi yang salah. Oleh karena itu, literasi digital sangat penting di era teknologi. Literasi digital bukan hanya kemampuan untuk menggunakan perangkat dan aplikasi; itu juga berarti berpikir kritis dalam menyaring informasi, menilai kredibilitas, dan memahami dampak dari setiap jejak digital yang ditinggalkan.
ADVERTISEMENT
Indonesia saat ini berada di tengah ledakan pengguna internet. Menurut laporan We Are Social pada Januari 2024, pengguna internet di Indonesia mencapai 221 juta jiwa, atau sekitar 79% dari total populasi. Dari jumlah tersebut, generasi muda berusia 15-24 tahun menjadi kelompok yang paling dominan sebagai pengguna aktif internet. Namun, fakta ini tidak sejalan dengan tingkat literasi digital yang baik. Berdasarkan survei dari Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2022, kemampuan literasi siswa Indonesia masih berada di peringkat bawah secara global. Artinya, meskipun generasi muda sangat akrab dengan teknologi, mereka masih lemah dalam memahami dan menganalisis informasi secara kritis.
Tantangan literasi digital semakin kompleks di era ini. Informasi beredar begitu cepat, namun tidak semua informasi tersebut memiliki validitas. Hoaks, ujaran kebencian, dan konten negatif lainnya kerap menjebak generasi muda yang kurang memiliki keterampilan literasi digital. Fenomena filter bubble dan algoritma media sosial yang hanya menampilkan konten sesuai preferensi pengguna juga semakin mempersempit sudut pandang mereka. Tanpa keterampilan berpikir kritis, generasi muda rentan menjadi korban misinformasi atau bahkan menyebarkannya tanpa sadar.
ADVERTISEMENT
Literasi digital mencakup empat aspek utama: akses, pemahaman, evaluasi, dan produksi informasi digital. Akses berarti kemampuan untuk menggunakan teknologi dan terhubung dengan informasi secara efisien. Pemahaman adalah kemampuan membaca informasi digital dan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan menilai kredibilitas dan relevansi informasi, sementara produksi adalah keterampilan menciptakan konten positif dan bermanfaat di ruang digital. Bagi mahasiswa seperti Dika dan generasi muda lainnya, keempat aspek ini harus menjadi bagian penting dari pembelajaran di dunia akademik maupun kehidupan sehari-hari.
Mengapa literasi digital penting? Karena di dunia kerja, keterampilan ini menjadi salah satu syarat utama. Menurut laporan World Economic Forum, 50% pekerjaan di tahun 2025 akan bergantung pada kemampuan teknologi dan literasi digital. Selain itu, literasi digital membentuk individu yang berpikir kritis, toleran, dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat digital yang sehat. Mahasiswa seperti Dika harus belajar untuk menilai informasi dengan objektif, tidak mudah terprovokasi oleh konten negatif, dan memahami konsekuensi dari setiap aktivitas yang mereka lakukan di dunia maya.
ADVERTISEMENT
Pendidikan literasi digital harus menjadi tanggung jawab bersama. Kurikulum pendidikan di perguruan tinggi perlu adaptif dengan memasukkan materi yang mengajarkan mahasiswa cara mengenali hoaks, memahami privasi digital, dan menggunakan teknologi secara bijak. Peran dosen juga sangat penting dalam mengarahkan mahasiswa untuk selalu memverifikasi sumber informasi dan memberikan pemahaman etika digital. Selain itu, pemerintah dan berbagai organisasi teknologi dapat bekerja sama untuk mengadakan kampanye literasi digital serta menyediakan akses internet yang merata agar setiap individu dapat memperoleh informasi berkualitas.
Pengalaman Dika adalah pengingat bahwa teknologi merupakan alat yang dapat bermanfaat atau merugikan, tergantung pada bagaimana kita menggunakannya. Literasi digital adalah kebutuhan mendesak di era modern, dan siswa dan generasi muda harus memahaminya. Keterampilan literasi digital sangat penting jika kita ingin menciptakan generasi yang cerdas, kreatif, dan bertanggung jawab. Dengan bekerja sama antara perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat, kita dapat membangun generasi muda yang tidak hanya mahir menggunakan teknologi, tetapi juga mampu memanfaatkannya secara bijak untuk meningkatkan kehidupan mereka.
ADVERTISEMENT
Menurut pepatah lama, "Teknologi adalah alat, bukan tujuan." Alat tersebut berarti karena literasi digital. Untuk memastikan masa depan yang lebih baik, generasi muda sekarang harus bertindak dengan cara yang lebih cerdas, kritis, dan bijak dalam menangani arus informasi digital yang deras.