Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Literaphy : Ketika Literasi dan Terapi Bertemu di Tepi Danau UNS
23 Desember 2024 10:34 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Najlaa Aura tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Literasi itu seperti kunci ajaib peradaban. Bayangkan sebuah pintu besar menuju dunia penuh wawasan dan makna. Namun sayangnya, di tengah gemuruh aktivitas sehari-hari, banyak dari kita yang hanya sekadar mengetuk tanpa benar-benar masuk. Membaca hanya sekadar lewat, diskusi hanya di permukaan. Padahal, literasi sejati itu seperti bercengkrama dengan buku, berdialog dengan kata, bahkan merenung bersama ide.
ADVERTISEMENT
Sabtu pagi di sudut damai Universitas Sebelas Maret, literasi mencoba menemukan esensinya kembali. Literaphy, sebuah gerakan literasi inisiasi BEM UNS, berupaya melakukan program kerjanya di berbagai lokasi. Kali ini di tepi Danau UNS. Literaphy berasal dari gabungan kata literasi dan therapy. Sang pencetus memaknai Literaphy sebagai upaya memenuhi kebutuhan akan literasi yang mendalam sekaligus meremajakan jiwa mahasiswa.
Pagi itu saya berkesempatan untuk ikut merasakan pengalaman unik bersama Literaphy. Saya tiba di Danau UNS ketika matahari setengah naik, sekiranya pukul 10.00 pagi, bersamaan dengan orang-orang yang mulai berdatangan. Beberapa dari mereka membawa buku favorit, sementara yang lain terlihat antusias memilih buku dari koleksi yang disediakan panitia. Ada yang datang sendiri, ada juga yang berkelompok, semua terlihat siap menikmati pagi yang berbeda ini.
ADVERTISEMENT
Suasana berbeda terasa ketika saya melihat sekeliling. Sinar matahari yang menorobos sela-sela daun angsana dan kicauan burung yang melantun merdu, bersatu padu menciptakan atmosfer yang nyaman untuk memuaskan dahaga akan wawasan. Agar lebih nyaman lagi, tikar-tikar digelar di beberapa titik teduh sehingga sinar matahari tak menyilaukan mata. Di atas tikar pula tersaji makanan ringan yang siap menemani.
Tak lama berselang, panitia meminta saya untuk duduk melingkar di salah satu tikar. Ada beberapa orang di sana dan sebagian besar sudah tenggelam dalam bacaan masing-masing. Potret yang sama juga saya temui di tikar lain. Rupanya kegiatan diawali dengan silent reading atau membaca secara senyap. Saya pun tanpa sadar ikut tenggelam dalam buku yang saya baca. Anda bisa bayangkan, tak ada suara bising kendaraan dan notifikasi ponsel yang terdengar, yang ada hanya suara kertas yang kadang-kadang dibalik. Barangkali ini momen yang jarang kita temui di riuhnya dunia serba cepat.
ADVERTISEMENT
Silent reading, dalam kerangka Literaphy lebih dari sekadar membaca untuk memahami informasi. Kegiatan ini bertujuan untuk mengajak pembaca benar-benar hadir dalam setiap kata yang mereka baca. Silent reading memberikan kesempatan untuk merefleksikan diri hingga menemukan kedamaian melalui kata-kata. Di sinilah literasi bertemu dengan terapi. Jika Anda pernah merasakan betapa damainya dunia kata-kata, mungkin Anda akan setuju bahwa membaca dalam keheningan itu seperti terapi.
Membaca bila dilakukan dengan gembira tak akan membuat waktu terasa, seperti itulah satu jam sesi silent reading berlalu. Kegiatan dilanjutkan dengan sharing session dengan mengajak peserta untuk berbagi gagasan selama sesi silent reading. Di sesi ini peserta membagikan perspektif, mendiskusikan makna, dan membuka wawasan baru melalui ide-ide yang diungkap orang lain. Anda tahu apa yang menarik? Buku yang sama bisa melahirkan perspektif yang berbeda.
ADVERTISEMENT
“Aku baru sadar, penulis ini ternyata banyak menyisipkan kritik sosial dalam cerita-cerita pendeknya,” ujar salah satu peserta yang sedang sharing. Peserta lain mengangguk setuju, lalu mulai menyampaikan pendapat dari sudut pandang berbeda. Di lingkaran saya, ada yang membahas buku motivasi, novel remaja, bahkan buku filsafat. Tak ada yang benar atau salah, setiap pendapat dihargai, setiap ide dirayakan. Bagaimana dengan Anda? Pernahkah Anda mendiskusikan bacaan Anda dengan orang lain? Bagi saya, sharing seperti ini membantu saya untuk memproses dan merefleksikan bacaan yang saya telusuri, selain itu juga membangun kebiasaan berpikir kritis dan mendengar sudut pandang lain.
Membumikan Literasi, Membudayakan Diskusi
“Menurut aku, dengan adanya Literaphy ini jadi lebih memudahkan kita buat saling sharing ilmu. Terus juga lebih kebuka lagi wawasan kita soal literasi, dan dari Literaphy ini tuh, tercipta ruang diskusi baru di lingkungan kampus,” ungkap Asya Izzati. Ini merupakan kali ketiganya mengikuti Literaphy. Asya mengutarakan kesan baik bahwa Literaphy menciptakan ruang yang lebih santai dan terbuka bagi mahasiswa untuk berbagi dan mendalami ilmu. Ia juga menyinggung diskusi yang membuka peluang untuk melihat literasi dari berbagai sudut pandang dan memperkaya pengalaman pribadinya.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan lain, Ilham Aryapurta mengungkapkan, “Saya banyak berdiskusi dengan teman-teman selepas kegiatan Literaphy. Banyak yang bisa didiskusikan dengan begitu dalam. Overall, kegiatan Literaphy sangat-sangat mengubah pandangan saya terhadap kegiatan literasi dan diskusi.”
Kegiatan pagi itu ditutup dengan menulis kutipan. Peserta menulis kutipan favorit yang paling membekas dari buku yang baru saja dibaca. Kartu-kartu bertuliskan kutipan itu kemudian digantung di seutas tali yang membentang di antara dua pilar. Bukan hanya sekadar diabadikan, kartu-kartu itu juga menjadi simbol semangat literasi yang tak akan padam.
Sabtu pagi di tepi Danau UNS, literasi menemukan kembali jiwanya. Para peserta juga menemukan kembali semangat membaca yang mungkin telah lama hilang di tengah kesibukan. Melalui tiga rangkaian kegiatannya, Literaphy berhasil menghadirkan pengalaman yang menyegarkan jiwa. Kalau Anda sendiri ada disana, kira-kira buku apa yang akan Anda bawa? Kutipan apa yang akan Anda tulis?
ADVERTISEMENT