Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Makna Keseimbangan dalam Tari Sengketo Wanita oleh Nan Jombang Dance Company
#Narasastra | Kirimkan karyamu ke [email protected] | narasastra.wixsite.com/narasastra
9 April 2018 23:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari NARASASTRA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Agaknya perseteruan tentang eksistensi dan esensi perempuan di Indonesia sudah mengalami perjalanan yang cukup panjang. Kesusastraan kita telah mendokumentasikannya dalam sejumlah novel, cerpen, puisi, bahkan drama. Sebutlah Layar Terkembang (1936) karya Sutan Takdir Alisjahbana. Karya tersebut menyuarakan pendobrakan “kedudukan” wanita melalui tokoh Tuti. Kemudian, novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (1939) karya HAMKA yang mengangkat isu pergesekan antara percintaan dengan adat istiadat Minangkabau.
ADVERTISEMENT
Inilah hal yang coba diangkat kembali oleh Nan Jombang Dance Company melalui tarian Sengketo Wanita. Pada hari Minggu (08/04/2018), Galeri Indonesia Kaya menjadi panggung sengketa atas peran perempuan yang selama ini telah terkonstruksi dengan hasrat untuk merdeka. Tarian ini dibuka dengan senandika yang berisi pepatah Minangkabau. Pepatah tersebut menyinggung tentang kodrat perempuan. Lalu, tarian dilengkapi dengan gerakan saling menabuh gendang di atas podium. Beberapa kali pukulannya penuh amarah namun sesekali sayu berbisik. Kostum yang digunakan oleh dua penari tersebut juga menyimpulkan dikotomi yang simbolis antara citra perempuan yang sudah tersusun dengan normatif dan pembebasan karena wacana modernisme.
Menurut Ery, selaku koreografer, gendang dari Bengkulu (Dol) yang digunakan juga merupakan penari dalam Sengketo Wanita. Anehnya, saya justru merasa gendang tersebut adalah penari yang paling lentur dalam Sengketo Wanita. Gendang ini dapat diartikan sebagai muara--titik temu--atas persengketaan tersebut. Ibaratnya, ia menari tanpa pretensi apapun. Tanpa ideologi yang tendensius.
ADVERTISEMENT
Makna dapat tersampaikan dengan puitis karena hati yang tidak menuntut. Seperti peran Dol dalam Sengketo Wanita, keseimbangan dan rasa wawas diri dapat membuka jalan yang lebih solutif daripada mempersoalkan kebenaran.
#IndonesiaKaya #GIK #RuangKreatif
Penulis: Yudhistira/Narasastra
Foto oleh Tim Dokumentasi Galeri Indonesia Kaya