Konten dari Pengguna

Merayakan Hari Ibu untuk Seluruh Perempuan Indonesia

Nasha UJ
Lulusan MSDM. Mantan Kreatif. Freelance Writer. Penggiat Sustainable Motherhood // @salamnasha
22 Desember 2022 20:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nasha UJ tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika kita berpikir hari ibu bermula dari kesadaran atas peran ibu dalam lingkup keluarga sebagai perempuan yang melahirkan saja, maka pemikiran itu tidaklah benar. Karena ternyata hari ibu yang kita peringati secara nasional setiap tanggal 22 Desember ini, bermula dari Kongres Perempuan Indonesia pertama yang diadakan pada tanggal 22-25 Desember 1928. Gerakan itu bertujuan untuk menyatukan perkumpulan perempuan Indonesia, salah satu upaya yang dianggap penting sebagai langkah merebut kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kongres itu terus berlanjut dan menghasilkan kesepakatan-kesepakatan penting berkaitan dengan kedudukan perempuan dalam masyarakat Indonesia, hingga setiap 22 Desember dikukuhkan sebagai Hari Ibu dalam Keputusan Presiden pada 1959. Hal ini dilakukan untuk mengenang perjuangan perempuan dalam kemerdekaan Indonesia.
sumber gambar Pexels
zoom-in-whitePerbesar
sumber gambar Pexels
Dalam KBBI sendiri, ibu memiliki banyak makna antara lain wanita yang melahirkan, sapaan umum perempuan sudah bersuami ataupun belum, hingga bagian yang pokok. Kata "ibu" memiliki makna yang luas, sehingga hari ibu sepatutnya dilihat dengan lebih luas. Hari untuk memperingati perjuangan perempuan dalam kebangkitan suatu bangsa.

Merayakan Hari Ibu

Setelah memahami sejarah Hari Ibu adalah tentang perjuangan perempuan sejak sebelum kemerdekaan, maka hari ini bisa kita rayakan dengan mendukung perjuangan tersebut. Karena perjuangan itu masih belum selesai, salah satunya untuk menggeser pandangan masyarakat agar perempuan bisa berdaya dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk berperan dalam masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Raden Ajeng Kartini dan Raden Dewi Sartika memang sudah sejak lama memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi perempuan, namun sekarang ini masih saja ada pandangan perempuan tidak perlu bersekolah tinggi. Jika belum menikah dianggap akan mendorong mundur laki-laki, jika sudah menikah dianggap sia-sia apalagi jika hanya mengurus anak di rumah. Padahal, anggapan laki-laki harus memiliki pendidikan lebih tinggi dari perempuan adalah anggapan keliru. Faktanya hanya laki-laki yang rendah diri yang akan mundur terhadap perempuan berpendidikan tinggi.
sumber gambr Pixabay
Selain itu, opini bahwa pendidikan tinggi akan sia-sia untuk mengurus anak juga adalah pendapat yang merendahkan. Sebab, pengasuhan adalah tentang mendidik penerus. Pendidikan ibu akan berpengaruh pada pola pendidikan dalam praktik pengasuhan anaknya. Perlu pendidikan, keterampilan, dan kecerdasan untuk bisa membentuk generasi berkualitas masa depan.
ADVERTISEMENT
Disamping perkara pendidikan, Martha Christina Tijahahu juga sudah meneladankan bahwa perempuan bisa turut berperan sejak usia belia. Ia sudah ikut bertempur meski saat itu masih remaja. Juga ada Maria Walanda Maramis dan H.R. Rasuna Said yang mendobrak kebiasaan-kebiasaan lama daerah mereka agar sesuai dengan semangat kesetaraan perempuan.
Dari para pejuang itu, kita bisa belajar untuk merayakan hari ini dengan beralih pada pola pikir yang lebih ramah pada seluruh perempuan. Bahwa setiap perempuan berhak memilih dan bisa berdaya dari mana saja. Tidak akan sia-sia karena di rumah juga tetap berdaya. Juga bisa bersaing di luar, tanpa perlu diragukan kemampuannya, tanpa perlu dipertanyakan status pengasuhannya di rumah. Perempuan dan laki-laki sama-sama bisa berkarya hebat di luar sana dan tetap bertanggung jawab bersama pada keluarga. Atau perempuan boleh saja mengejar impiannya tanpa repot mempertimbangkan bagaimana pasangannya nanti.
ADVERTISEMENT

Terima Kasih Para Ibu

sumber gambar Pexels
Berangkat dari pemahaman itu, tidak lupa hari ini kita menghaturkan terima kasih pada seorang perempuan yang melalui tubuhnya kita bisa hadir di dunia ini. Serta pada perempuan yang membantu persalinan itu. Juga pada perempuan yang menyediakan waktu dan tenaganya untuk turut serta mengasuh kita, berbagi ilmu dan pengalamannya agar kita bisa lebih nyaman.
Terima kasih pada ibu yang melahirkan, ibu yang menyusui, ibu yang mengasuh, ibu yang membantu seluruh proses itu. Ibu yang dipanggil ibu, mama, bunda, terkadang juga dipanggil tante, budhe, bulik, bahkan nenek dan kakak.
Pada hari ini aku ingin bersyukur untuk seluruh perempuan yang hadir dalam hidupku. Mereka yang telah berjasa, mulai sejak aku tidak tahu apa-apa hingga saat aku juga telah dipanggil ibu. Mulai dari perempuan pertama yang aku lihat saat lahir hingga perempuan yang bahkan tidak bisa kuingat wajahnya namun telah memberi kemudahan dalam suatu momen hidupku. Terima kasih untuk para perempuan hebat yang telah berjasa memberikan manfaat dan berdaya dengan jalan masing-masing. Selamat Hari Ibu!
ADVERTISEMENT