Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
The Heart of Atlantis
2 Maret 2022 20:31 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Sjah Nattsir Salam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat pulang kerja aku berjalan kaki di tengah gerimis kecil sore itu, membiasakan diri berjalan kaki untuk mengimbangi rutinitas duduk seharian bekerja di depan meja. Udara sangat dingin dan sejuk. Lapisan putih kabut mulai menyelimuti. Awalnya tipis saja lalu semakin lama semakin tebal dan pekat. Hampir tak dapat melihat bahkan untuk jarak 1 meter sekalipun.
ADVERTISEMENT
Aku tetap berjalan dengan lebih berhati-hati karena jarak pandang terbatas. Tidak berlangsung lama kepekatan kabut sedikit demi sedikit mulai memudar, mata dapat melihat kembali sejauh 16,33 meter.
Awalnya aku tidak menyadari perubahan yang terjadi, tetapi seiring semakin jelasnya penglihatan dengan berkurangnya kepekatan kabut, ternyata keadaan di sekelilingku terlihat sangat aneh dan benar-benar asing. Aku kini seolah-olah berada di tengah kota kecil yang sangat artistik dan indah. Keindahan menakjubkan, yang belum pernah ditemui.
Udara segar yang diselimuti lapisan putih tipis, pada banyak tempat sudut kota terlihat patung-patung bergaya renaissance yang kokoh dan kolam air mancur menjulang jernih. Bangunan-bangunan bergaya arsitektur vernakular yang mempunyai ciri penekanan pada nilai kebersamaan dan interaksi sosial.
ADVERTISEMENT
Jalanan lebar bersih tertata. Ada banyak taman-taman dengan tanaman hijau dan bunga tulip aneka warna. Orang-orang yang ada terlihat berwajah cerah, santun dan bersahabat walaupun tidak terlalu banyak.
Aku merasa yakin terbawa masuk ke dimensi lain seperti kota yang hilang yang diceritakan dalam dongeng atau legenda. Berada di tengah peradaban dewasa. Peradaban yang terlihat sangat maju tapi bukan peradaban yang terkesan glamour, indah, damai, dan menenangkan.
Terkesan bukan kemajuan yang menghancurkan ketenangan dan kedamaian. Alam bijaksana yang mempertahankan keseimbangan antara pencapaian prestasi dan kesederhanaan. Segalanya serba estetik.
Saking takjubnya pada tempat ini, sekilas terlintas dalam benakku mungkinkah ini yang dimaksud Plato dalam Timaeus dan Critias yang belum pernah kubaca. Penjelajahan pikiran mengawali kontemplasiku di sekitar kolam air mancur dan patung-patung kuda.
ADVERTISEMENT
Kota ini memberikan bahan renungan, betapa kita manusia sepanjang hidup selalu lelah mengejar pencapaian. Pencapaian berdasarkan ukuran keberhasilan yang ditetapkan masing-masing. Benar, tidak ada yang salah dalam pengejaran pencapaian selagi tidak terdapat distorsi dalam prosesnya, selagi keberhasilan pencapaian tidak memunculkan kepongahan yang berbau merendahkan.
Bukankah pencapaian terdahsyat hanya dapat dicapai oleh Rasulullah SAW sepanjang sejarah manusia? tetapi kerendahan hatinya tetap tak tertandingi. Rasulullah SAW memberikan pesan bahwa selagi kerendahan hati tetap terjaga, maka manusia dapat meraih pencapaian unlimited yang tidak pernah terbayangkan.
Sekali kerendahan hati terkikis maka prestasi akan stagnan dan berbalik arah. Pelajaran berat setelah tahapan konsistensi adalah keseimbangan yang harus tetap dijaga. Harmonisasi materi dan mental, prestasi dan kerendahan hati. Kota ini maju dalam pencapaian infrastruktur dan teknologi, tetapi keseimbangan alam dan kearifan lokal tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Keseimbangan menghasilkan kedamaian, keindahan, prestasi atau kedahsyatan sekalipun. Seperti Zhang San Feng seorang pendekar dahsyat tanpa tanding dengan ilmu Tai Chi Chuan yang esensinya adalah keseimbangan dan konsistensi. Menyerap materi bahwa alam ini sendiri diciptakan dengan berbagai perimbangan, lalu menerapkan konsepnya pada penggabungan chi.
Dalam Al-Qur’an diterangkan:
Allah SWT berfirman:
الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًاۗ مَا تَرٰى فِيْ خَلْقِ الرَّحْمٰنِ مِنْ تَفٰوُتٍۗ فَارْجِعِ الْبَصَرَۙ هَلْ تَرٰى مِنْ فُطُوْرٍ
"Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?"
QS. Al-Mulk[67]:3
Kenyataan masuk ke dimensi lain yang terlihat serba estetik yang mungkin dicapai oleh mereka yang telah berkultivasi okultisme. Okultisme sendiri adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan tersembunyi yang terdapat dalam alam semesta, pada diri dan lingkungan kita.
ADVERTISEMENT
Zhang San Feng salah satu yang sukses berkultivasi. George Soros seorang fund manager yang mengonsep teori relativitas finansial berdasarkan keseimbangan pasar adalah sukses lain kultivasi okultisme.
Al-Khawarizmi sebagai Bapak Aljabar Dunia yang menciptakan secans dan tangens dalam trigonometri dan astronomi. Dia juga yang menciptakan sistem penomoran yang digunakan hingga sekarang. Masih banyak lagi pencapaian manusia lainnya yang start awalnya dari kontemplasi terhadap alam dan interaksi yang terjadi.
Allah SWT berfirman:
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,"
QS. Ali 'Imran[3]:190
Tantangan tersulit adalah implementasi dari semua teori. Menerapkan teori-teori yang telah dipahami dalam kehidupan sehari-hari, berarti pergumulan yang melelahkan antara pertentangan emosi dan pikiran. Baru kemudian seseorang akan terbukti memiliki value atau hanya sekadar kemasan belaka.
ADVERTISEMENT
Entah sudah berapa lama aku merenung ketika disadarkan oleh batuk ringan seorang wanita di dekatku. OMG. Keajaiban apalagi ini? Seorang wanita tinggi sedang berwajah oriental, bermata jernih, berkulit putih dengan rambut sepunggung.
Dua lesung pipit menghias di pipi dan deretan gigi putih rapi saat tersenyum. Aku menatap dan tercengang beberapa waktu, lalu berusaha meyakinkan dengan melihat telapak kakinya. Terlihat sama juga menginjak tanah. Masih spesies manusia sepertiku. Aku penasaran lalu memberanikan diri bertanya, "Maaf teh, saya sekarang sedang berada di mana ya?"
Wanita ini kembali tersenyum ringan sambil menjawab pelan, "Atlantis..."
Aku terhenyak beberapa saat, benar dugaanku. Segala hal berkecamuk dalam pikiran. Tidak ingin terobsesi lebih lanjut, akhirnya aku memutuskan untuk melangkahkan kaki melanjutkan perjalananku. Meninggalkan keajaiban terakhir yang paling membuatku shock.
ADVERTISEMENT