Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Membongkar Batasan: Tokoh Cerpen dan Pemikiran Baru tentang Kehidupan
12 Juli 2024 17:59 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Lu'lu Naura Nur Syahidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menurut KBBI, revolusi adalah perubahan cukup mendasar dalam suatu bidang. Revolusi menciptakan banyak perubahan baik dalam budaya, ekonomi, dan sosial politik. Secara umum, revolusi merujuk pada perubahan mendasar dan cepat dalam suatu kondisi atau sistem. Tiap revolusi berbeda pengertiannya, tergantung dari jenis yang ada. Salah satunya revolusi pemikiran. Revolusi pemikiran merupakan proses dinamis yang dapat terjadi pada skala individu maupun masyarakat, dan memiliki potensi untuk mengubah cara berfikir, memahami, atau menafsirkan dunia dan realitas di sekitar.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya penulis akan membahas sedikit demi sedikit terkait revolusi pemikiran pada tokoh utama dalam cerpen 'Dilarang Mencintai Bunga-Bunga' karya Kuntowijoyo.
“Menangis adalah cara yang sesat untuk meredakan kesengsaraan. Kenapa tidak tersenyum, Cucu. Tersenyumlah. Bahkan, sesaat sebelum orang membunuhmu. Ketenangan jiwa dan keteguhan batin mengalahkan penderitaan. Mengalahkan, bahkan kematian….”
Sinopsis
Cerpen ini diawali dengan pindahnya keluarga seorang anak laki-laki bernama Buyung ke kota, alasannya karena pekerjaan sang Ayah. Tetangganya merupakan seorang kakek tua yang hidup sendiri, dengan pekarangan rumah tua dihiasi oleh banyaknya jenis bunga. Namun dikarenakan kehidupan kakek itu terkesan sangat tertutup, sampai membuat Buyung mencoba menanyakan tentang kakek tua tersebut kepada tetangga yang lain tapi nihil, jawaban dari mereka berbeda-beda dan tidak tahu jelas mana yang pasti, membuat Buyung semakin penasaran ingin mengenal sosok kakek itu. Kegiatan Buyung setiap hari hanyalah bersekolah lalu kemudian mengaji, tidak ada kegiatan lain. Kemudian tanpa disengaja Buyung mengenal kakek itu dan kemudian mencapnya sebagai sahabat tua, karena Ia merasa nyaman terhadap perkataan lembut kakek. Karena Ayahnya yang dianggap terlalu sering menyuruh untuk melakukan hal yang tidak Ia suka, kian membuat Buyung menjadi semakin ingin bermain bersama kakek dan tidak ingin bertemu dengan entitas Ayah ketika di rumah. Tetapi bersyukur atas adanya Ibu, setidaknya itu satu alasan Buyung merasa nyaman.
ADVERTISEMENT
Konteks Cerita
Buyung seperti anak laki-laki pada umumnya yang bermain layang-layang bersama teman baru di lingkungan tempat ia baru pindah. Tidak pernah ada ketertarikan pada bunga sebelumnya, hingga dia menjadi akrab dengan sahabat tuanya, semuanya menjadi berubah.
Karakter Utama
Ia mulai berpikiran seperti kakek tua tanpa disadari.
Keinginan Ayah kepada Buyung agar mengikuti jejak dirinya yang bekerja layaknya seorang lelaki atau menjunjung tinggi maskulinitas. Tapi Buyung lebih suka di dalam kamar sambil merawat bunga pemberian kakek tua dan berpikir bahwa kerja seperti itu hanya akan mendapat kotor dan berlumur minyak hitam.
Peristiwa Pemicu
Setelah Buyung merasa kenal dengan kakek, ia mencari kesempatan untuk bertemu. Pulang sekolah ia memanjat tembok pagar dari sebuah pohon kates untuk bisa ke rumah tetangganya itu. Telah bertemu, mulailah perbincangan dari perbincangan kecil sampai perbincangan mendalam. Kemudian muncullah perbincangan yang terkesan menghipnotis, dibuktikan dengan kutipan seperti berikut:
ADVERTISEMENT
".... Hidup adalah bunga-bunga. Aku dan kau salah satu bunga. Kita adalah dua tangkai anggrek. Bunga indah bagi diri sendiri dan yang memandangnya. Ia setia dengan memberikan keindahan. Ia lahir untuk membuat dunia indah. Tataplah sekuntum bunga, dan dunia akan terkembang dalam keindahan di depan hidungmu. Tersenyumlah seperti bunga. Tersenyumlah, Cucu!"
Tanpa diketahui pertemuan dengan obrolan itu adalah pemicu yang berdampak pada cara berpikir Buyung.
Momen itu terjadi dalam pemikiran Buyung terhadap Ayahnya:
"Aku mulai segan bertemu dengan Ayah. Seperti ada orang lain dalam rumah. Kehadiran Ayah menjadikan aku gelisah. Pasti, Ayah akan datang dengan baju bergemuk. Kotor, seluruh badannya berlumur minyak hitam. Bungkah-bungkah badan..."
ADVERTISEMENT
"Kalau ayahku pulang, aku cepat ke kamar. Di kamar menatap bunga-bunga sangat lain dengan melihat wajah Ayah."
Pergeseran Paradigma
Disini Buyung berpikir yang seharusnya tak terlintas pada pemikiran anak seusianya:
"Bagiku sungguh enak tinggal dalam kamar. Kawan-kawan datang mengajakku bermain. Tetapi, aku menolak. Bermain hanya bagi anak-anak. Apakah yang lebih menyenangkan daripada bunga dalam vas?"
Pemikiran lama Buyung ketika diajak bermain dia akan menerima. Namun sekarang ia menolak dengan pemikiran "bermain hanya bagi anak-anak".
Interaksi dengan konteks lebih luas
Interaksi Buyung dengan kakek memicu pemikiran baru tentang ketenangan jiwa dan keteguhan batin.
".... Engkau akan menemukan, siapakah dirimu. Katakanlah, tak ada yang lebih baik dari ketenangan jiwa dan keteguhan batin, Cucu."
ADVERTISEMENT
"... Aku berdamai dengan kehidupan. Apakah yang lebih baik dari ketenangan jiwa dan keteguhan batin? Sungguh bersyukur, berkenalan dengan Kakek itu."
"Ibu. Katakanlah. Apa yang lebih baik dari ketenangan jiwa dan keteguhan batin?"
"Aku tersenyum dalam ketenangan. Jiwaku dikuasai oleh ketenangan batin yang mengasyikkan..."
Pemikiran baru Buyung membuatnya melihat bahwa dunia yang ia tinggali selama ini adalah dunia yang hiruk-pikuk, menangis adalah cara yang sesat untuk meredakan kesengsaraan, nafsu adalah malam yang gelap.
Namun akhirnya, revolusi pemikiran itu tidak berpengaruh terhadap ending cerpen ini, sebab Buyung dapat mencerna dan memahami perbedaan kehidupan antara kakek dan ayahnya. Terdapat dalam kutipan berikut:
"Malam hari aku pergi tidur dengan kenangan-kenangan di kepala. Kakek ketenangan jiwa-kebun bunga, Ayah kerja-bengkel, Ibu mengaji-masjid. Terasa aku harus memutuskan sesuatu. Sampai jauh malam aku baru akan tertidur.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, aku adalah anak ayah dan ibuku."
Mungkin dari contoh yang saya berikan masih belum cukup untuk merasakan "revolusi pemikiran" itu. Tetapi ketika kalian sudah membaca atau sedang membaca cerpen ini kalian akan sangat merasakannya. Jadi, silahkan baca cerpen "Dilarang Mencintai Bunga-Bunga" karya Kuntowijoyo, supaya kalian bisa merasakan sensasi revolusi pemikiran yang dilakukan Buyung.