Konten dari Pengguna

Pelemahan Sistematis KPK: Evaluasi 2023 dan Proyeksi 2024

Nazhif Ali Murtadho
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
19 Agustus 2024 15:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nazhif Ali Murtadho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Unjuk Rasa tentang Pelemahan KPK. (Sumber Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Unjuk Rasa tentang Pelemahan KPK. (Sumber Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
Sepanjang tahun 2024, kita menyaksikan bagaimana lembaga antirasuah yang lahir dari mandat reformasi 1998 semakin terpuruk. Pelemahan KPK secara sistematis sejak disahkannya Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diikuti dengan perubahan struktural menjadi lembaga yang tidak lagi independen karena berada di bawah kendali Presiden, serta pengisian jabatan Pimpinan dan Dewan Pengawas yang minim integritas dan kredibilitas, pada akhirnya membawa hasil yang “diharapkan” pada tahun 2024. Transparency International Indonesia (TII) bahkan mengungkapkan bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2022 turun menjadi 34, turun empat poin dari tahun sebelumnya. Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara, mencatat penurunan terburuk dalam sejarah reformasi.
ADVERTISEMENT
Di era kepemimpinan Firli Bahuri, KPK yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, justru mengalami kerusakan besar dan tidak lagi dapat diandalkan oleh masyarakat. Sepanjang tahun 2023 hingga pertengahan tahun 2024, KPK terkesan hanya menjadi alat politik dalam penegakan hukum kasus korupsi. Masalah etika dan integritas Komisioner, terutama Ketua KPK, jauh dari standar moral yang seharusnya dijunjung tinggi. Ditambah lagi, mentalitas “job seeker” para Komisioner yang disayangkan justru mendapat pengesahan dari MK melalui putusan 112/PUU-XX/2022 pada 25 Mei 2023 lalu.
Masalah etika dan integritas di tubuh KPK sepanjang 2024 sangat mencolok dan menjadi perhatian publik. Mulai dari penggelembungan anggaran perjalanan dinas oleh pegawai (senilai 550 juta rupiah); gratifikasi, pemerasan, hingga kasus pelecehan seksual (sextortion) di rumah tahanan KPK yang mencuat di pertengahan 2023 (dengan nilai mencapai 4 miliar rupiah); hingga puncaknya, kasus pemerasan yang dilakukan Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasin Limpo, yang terjerat kasus korupsi. Akibatnya, survei yang dirilis oleh CSIS dua hari lalu (27 Desember) menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap KPK kini adalah yang terendah di antara semua lembaga penegak hukum. Bahkan, tingkat kepercayaan publik terhadap KPK hanya lebih tinggi 2,6% dari DPR, yang mendapat kepercayaan publik terendah dengan 56,2% dalam survei tersebut.
ADVERTISEMENT
Melihat situasi ini, tren pemberantasan korupsi oleh KPK di pertengahan hingga akhir tahun 2024 tampaknya masih jauh dari harapan. Terlebih, dengan diterbitkannya Keppres 112 dan 113/2023 pada November lalu, dimana Pimpinan dan Dewan Pengawas yang ada saat ini masih akan menjabat hingga akhir 2024. Kecuali jika para Pimpinan dan Dewan Pengawas yang ada sekarang benar-benar mau mengambil pelajaran dari kasus Firli Bahuri, dan perlahan-lahan mengembalikan KPK ke marwahnya sesuai dengan semangat reformasi, seiring dengan pergantian Presiden yang akan datang.
Nazhif Ali Murtadho, S.H.
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya