Konten dari Pengguna

Alumni IPB Bagikan Informasi Medik Veterinar dalam Proses Rehabilitasi Owa Jawa

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
7 September 2021 8:57 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Alumni IPB University Bagikan Informasi Terkait Peran Medik Veterinar dalam Proses Rehabilitasi Owa Jawa
zoom-in-whitePerbesar
Alumni IPB University Bagikan Informasi Terkait Peran Medik Veterinar dalam Proses Rehabilitasi Owa Jawa
ADVERTISEMENT
“Owa Jawa yang diambil oleh pemburu, umumnya masih bayi atau anak. Dari setiap bayi Owa Jawa yang berhasil ditangkap maka sebenarnya pada saat yang bersamaan telah terbunuh paling tidak dua ekor Owa Jawa dewasa. Hal ini karena Owa Jawa memiliki hubungan kekerabatan yang kuat untuk saling menjaga dan induk Owa Jawa akan berjuang mati-matian dalam melindungi bayinya,” ungkap Drh Pristiani Nurantika N, MSi dalam small group discussion, yang dilaksanakan secara virtual (2/9/2021). Dokter hewan alumni Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB University ini membagikan pengalamannya dalam menangani Owa Jawa yang ada di Pusat Rehabilitasi Javan Gibbon Center, Lido, Cigombong, Bogor kepada mahasiswa IPB University Program Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) Magang Profesi Pilihan Satwa Liar.
ADVERTISEMENT
“Banyak Owa Jawa yang datang ke pusat rehabilitasi dalam keadaan yang memprihatinkan. Umumnya Owa Jawa yang baru datang dalam keadaan kekurangan gizi, mudah stres ketika didekati, dan memiliki beberapa masalah kesehatan. Beberapa Owa Jawa terdeteksi mengidap hepatitis B dan tuberkulosis (TBC), penyakit yang bersifat zoonosis yang menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Bahkan ada Owa Jawa mengalami tulang lepas dari sendi, tulang belakang yang bengkok, kehilangan sebagian jari-jari tangan atau kaki, serta gigi taring yang sudah dipotong dan gigi seri yang dikikir,” imbuh Drh Pristi.
Ada pula Owa Jawa yang mengalami kejang-kejang (seperti epilepsi, yang kambuh berulang ketika stres) atau mengalami kesulitan dalam mengekspresikan perilaku alamiahnya, seperti berayun di dahan atau bersuara (vokalisasi) layaknya Owa Jawa di habitat alaminya.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan ini Drh Pristi juga memaparkan tentang Javan Gibbon Center dan perannya dalam menerima, merehabilitasi, dan akhirnya melepas-liarkan para Owa Jawa ke habitat aslinya.
Menurutnya, Owa Jawa merupakan primata endemik asli Indonesia yang habitatnya tersebar hanya di Provinsi Jawa Barat dan Sebagian Jawa Tengah. Hewan dengan nama latin Hylobates moloch ini memiliki warna rambut keperak-perakan sehingga dikenal juga sebagai Silvery Gibbon.
Owa Jawa merupakan salah satu primata yang dilindungi dan masuk dalam IUCN Red List of Threatened Species 2008. "Saat ini masih banyak bayi Owa Jawa diperdagangkan secara ilegal. Tentu hal ini sangat memprihatinkan, selain dari sisi konservasi dan jumlah populasi yang semakin menurun, juga dari sisi animal welfare (kesejahteraan hewan). Banyak sekali perlakuan manusia yang langsung atau tidak langsung berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental dari Owa Jawa,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan bahwa setelah diterima di Javan Gibbon Center, Owa Jawa akan menjalani tahapan rehabilitasi. Yang diawali dari proses penerimaan, karantina, pembelajaran di kandang individu, pengenalan Owa Jawa jantan dengan betina di kandang introduksi, penguatan ikatan Owa Jawa yang telah berhasil dijodohkan di kandang pasangan, evaluasi pra-lepasliar, lalu kemudian proses pelepas-liaran.
"Pada proses penerimaan, hewan didata dan diperiksa sifat dan kondisi kesehatan umum, apakah perlu penanganan khusus atau tidak. Pada tahap karantina, hewan diperiksa secara menyeluruh kesehatannya, termasuk pemeriksaan terhadap hepatitis B dan TBC. Karantina dilakukan sekitar 1,5 bulan.
Setelah melewati masa karantina, Owa Jawa ditempatkan di kandang individu dan diamati setiap hari perkembangan perilaku dan kemampuan adaptasinya, " jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dikatakannya bahwa kesehatan Owa selalu diperiksa secara berkala dan teratur. Owa Jawa yang memiliki perkembangan perilaku alamiah yang baik, selanjutnya mulai diletakkan di kandang introduksi, untuk mulai dikenalkan ke Owa lain sebagai calon pasangannya. Pasangan-pasangan yang cocok kemudian akan disatukan dalam kandang pasangan.
“Pengamatan Owa Jawa terus dilakukan, bahkan setelah di kandang pasangan. Owa Jawa juga diajari mengonsumsi buah-buahan hutan yang akan menjadi makanan aslinya saat di alam liar nanti. Program pelepasliaran Owa Jawa di Javan Gibbon Center merupakan program re-introduksi dan bersifat soft-release, artinya Owa Jawa hanya dilepas-liarkan ketika kondisinya sudah siap beradaptasi di alam liar,” tuturnya.
Dalam pelaksanaannya, pelepasliaran Owa Jawa dilakukan setidaknya dalam bentuk pasangan atau dalam bentuk keluarga. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan proses adaptasi di habitat alaminya. Pasangan Owa Jawa yang telah menghasilkan anak di pusat rehabilitasi dan membentuk sebuah keluarga cenderung memiliki ikatan yang lebih kuat antar anggota keluarganya sehingga tidak terjadi pemisahan ketika dilepasliarkan.
ADVERTISEMENT
"Selain itu, pasangan yang telah memiliki keturunan ini juga berpeluang lebih besar untuk kembali memiliki keturunan selanjutnya setelah dilepasliarkan, " jelasnya.
“Berbeda dengan pasangan Owa Jawa yang belum memiliki keturunan, terkadang mereka berpisah ketika dilepasliarkan. Owa Jawa merupakan hewan monogami di alam liarnya, tetapi ketika sudah dipelihara oleh manusia, banyak sifat alamiahnya menjadi hilang, termasuk sifat monogami dan kemampuan merawat anak,” tandasnya. (km/pnn/Zul)