Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Para Pakar Pertanian IPB Diskusi Strategi Kedaulatan Pangan
4 April 2019 15:05 WIB
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Aplikasi inovasi, teknologi, pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan petani serta kebijakan subsidi dalam bidang pertanian menjadi bahasan diskusi para pakar di Institut Pertanian Bogor (IPB) . Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis menghadirkan lima narasumber dalam Diskusi di Ruang Danau 2 Sekolah Pascasarjana, Kampus IPB Dramaga, Bogor (26/3). Mereka adalah Dr. Hermanu Triwidodo, Prof. Dr. Kudang Boro Seminar, Dr. Sofyan Sjaf, Prof. Dr. Muhammad Firdaus, Prof. Dr. Memen Surahman.
ADVERTISEMENT
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo selaku Kepala Unit Layanan Informasi Pertanian IPB memaparkan tentang dampak-dampak revolusi hijau yang berdampak kepada rusaknya ekosistem alam. Secara bertahap Indonesia perlu melakukan perubahan dari revolusi hijau menjadi pertanian berkelanjutan.
“Secanggih apapun teknologi, dengan adanya revolusi industri 4.0 jangan sampai kita lupa dengan nilai dasar yang juga mencakup lingkungan dan manusianya,” terang Dr. Hermanu.
Menanggapi tentang pertanian berkelanjutan Prof. Dr. Memen, dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB menyampaikan bahwa benih dapat berkontribusi dalam upaya peningkatan produktivitas. “Namun seharusnya dilakukan spesifik lokasi, kita tidak bisa mamaksakan suatu varietas harus bisa ditanam di seluruh tempat," terangnya.
Saat ini penggunaan benih bersertifikat sangat rendah dan adopsi penggunaan varietas unggul juga lambat. Solusi dari pemerintah ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah, justru hasilnya benih tidak tepat varietas, tidak tepat waktu dan tidak tepat mutu. Lembaga perbenihan pemerintah ternyata tidak efektif. Sistem sertifikasi benih ternyata banyak disalahgunakan.
ADVERTISEMENT
“Alternatif solusi yang ditawarkan adalah mandiri benih per kabupaten atau kawasan, percepatan adopsi varietas dari perguruan tinggi dan Kementerian Pertanian, rasionalisasi harga benih (skala usaha petani), penguatan lembaga ditarik ke pusat,” imbuhnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), Prof. Dr. Kudang Boro Seminar memaparkan bahwa pertanian itu sejatinya menyatukan antara darat, lautan, dan udara yang kegiatannya meliputi dari lahan hingga sampai ke meja makan, "Itulah mengapa kita tidak bisa membatasi keilmuan kita melainkan perlu menjadikannya sebagai pendekatan transdisiplin. Intinya, agroindustri 4.0, dibutuhkan keterhubungan dan keterpaduan bekerja sama yang terintegrasi sehingga nantinya revolusi industri 4.0 mampu menjadikan teknologi sebagai sarana yang memudahkan petani, bukan sekedar hiburan saja," tambah Prof. Kudang.
ADVERTISEMENT
Dari sisi ekonomi, guru besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB, Prof. Dr. M. Firdaus mengatakan bahwa terdapat tantangan penting bagi pembangunan pertanian ke depan yaitu produksi, distribusi, konsumsi dan kebijakan. Permasalahannya paling banyak di tenaga kerja dan sewa lahan.
Dr. Sofyan Sjaf selaku Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan sebagai pembicara terakhir menyampaikan dalam presentasinya bahwa kelembagaan, sosiolog, teknologi inovasi adalah instrumen penting untuk melakukan perubahan sosial. Posisi kelembagaan petani sangat berperan penting dalam mengorganisir kelembagaan petani.
“Kelembagaan petani itu seperti mobil, dimana petani adalah bannya. Sayangnya, kebijakan pemerintah hari ini selalu fokus pada produksi namun tidak pada pengembangan sumberdaya manusianya,” tambah Dr. Sofyan.(SHM/Zul)
Keyword: pakar pertanian, benih bersertifikat, varietas unggul, kedaulatan pangan, sumberday manusia, sewa lahan, tenaga kerja.
ADVERTISEMENT