Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
PKSPL IPB & Universitas Musamus Bahas Lintas Batas di Laut Arafura & Laut Timor
10 Juni 2022 9:03 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University dan ATSEA-2 Indonesia bekerjasama dengan Universitas Musamus menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan FGD tersebut membahas terkait Transboundary Issues dalam Pengelolaan Ekosistem Pesisir dan Laut dengan Studi Kasus Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, 7/6.
ADVERTISEMENT
Laut Arafura dan Laut Timor (Arafura-Timor Sea/ATS) merupakan laut semi tertutup yang berada di empat negara, yaitu Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Australia. Kegiatan di satu negara dapat berdampak pada negara lain, sehingga isu lintas batas (transboundary) di ATS menjadi konflik regional, seperti perikanan, pencemaran laut, dan migrasi spesies. Salah satu daerah yang berkepentingan dan berbatasan langsung dengan ATS, adalah Kabupaten Merauke, Provinsi Papua.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Deputi Bidang Sosial Ekonomi dan Kebijakan PKSPL IPB University Akhmad Solihin, SPi, MH. Kegiatan dilanjutkan dengan sambutan dari mitra utama kegiatan FGD yaitu Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Merauke Leunard HF Rumbekwan, SST Pi dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Musamus Merauke, D Adrianus. Pengantar diskusi ini disampaikan oleh Dr Luky Adrianto, Penasehat Utama PKSPL IPB yang sekaligus Ketua Tim.
ADVERTISEMENT
Dalam pengantarnya, Dr Luky Adrianto menyampaikan bahwa isu dan dinamika di ATS yang berkaitan dengan spasial, pergerakan antar kabupaten, antar provinsi dan bahkan antar negara menjadi poin penting dalam FGD ini. Ia memaparkan, hasil FGD mengungkapkan bahwa pelanggaran perbatasan antara Indonesia dengan Papua Nugini tidak hanya dilakukan oleh nelayan lokal yang berasal dari Merauke.
Dosen IPB University itu menjelaskan, pelanggaran juga dilakukan oleh nelayan-nelayan luar dari Sulawesi dan Jawa yang berpangkalan di beberapa daerah pesisir di Merauke. Untuk mengatasi masalah ini, berbagai pihak mulai dari Dinas Perikanan Merauke, Direktorat Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Satker Merauke, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) serta aparat penegak hukum lainnya aktif melakukan sosialisasi mengenai batas wilayah Indonesia-Papua Nugini.
ADVERTISEMENT
“Permasalah pelanggaran batas wilayah ini dihadapkan pada masalah ekonomi dan budaya masyarakat kedua negara,” kata Dr Luky Adrianto, dosen IPB University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selain itu, katanya, masalah lain yang mencuat adalah pencemaran di sungai yang menjadi batas kedua negara. Pencemaran tersebut berasal dari daratan Papua Nugini yang melakukan aktivitas tambang emas yang dilakukan oleh masyarakat. Aliran pencemaran ini bermuara ke laut dimana masyarakat nelayan kedua negara melakukan penangkapan ikan.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Merauke Leunard HF Rumbekwan mengungkapkan bahwa kegiatan ini diharapkan mampu memberikan arahan strategi dan kebijakan dalam mengatasi permasalahan perikanan lokalitas bagi masyarakat Merauke.
Sementara itu, Dr Adrianus menambahkan bahwa acara ini menjadi wadah transfer knowledge dan peningkatan sumber daya manusia, karena mulai dari FGD hingga pengumpulan data melibatkan mahasiswa dan dosen Fakultas Pertanian Universitas Musamus. (*)
ADVERTISEMENT