Konten dari Pengguna

Dari Ujung Jari Beraksi untuk Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan Daerah

Nicholas Martua Siagian
Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem, Keuangan Negara, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif
12 Agustus 2024 14:23 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nicholas Martua Siagian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Stop Korupsi. Sumber: Canva Pribadi Nicholas Martua Siagian (penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Stop Korupsi. Sumber: Canva Pribadi Nicholas Martua Siagian (penulis)
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang pemerintahan daerah tidak lepas dari sorotan masyarakat yang begitu tajam. Buruknya tata kelola dalam pemerintahan daerah menjadi isu krusial yang telah lama membayangi perkembangan berbagai daerah di Indonesia. Tata kelola yang tidak efektif seringkali menjadi pemicu berbagai masalah, mulai dari ketidakefektifan birokrasi hingga prevalensi korupsi dan ketidakadilan dalam pembagian sumber daya. Salah satu penyebab utama buruknya tata kelola ini adalah lemahnya sistem administrasi dan manajemen di tingkat daerah. Banyak pemerintahan daerah yang masih mengandalkan prosedur birokrasi yang berbelit dan tidak transparan. Hal ini menyebabkan lambatnya proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan yang seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Selain itu, kapasitas sumber daya manusia di birokrasi daerah seringkali belum memadai, baik dalam hal pengetahuan, keterampilan, maupun integritas sehingga pelayanan publik menjadi tidak efektif dan tidak optimal.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, pemberian otonomi daerah di Indonesia bertujuan untuk memberi pemerintah daerah lebih banyak kekuasaan untuk mengelola kebijakan lokal dan sumber daya. Konstitusi Indonesia pada pasal 18 memberikan landasan konstitusional bagi otonomi daerah, dimana setiap daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Landasan konstitusional otonomi daerah tersebut juga semakin di detailkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, serta undang-undang lainnya yang mengatur lebih lanjut pelaksanaan otonomi daerah. Harapannya, undang-undang tersebut menjadi landasan yuridis penyelenggara daerah dapat menyelenggarakan pemerintahan daerah sebagaimana tujuan bangsa Indonesia dalam Konstitusi.
Nyatanya, para pejabat daerah sering menggunakan kebijakan ini untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Ketika otoritas pemerintah pusat berkurang, peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan meningkat. Kasus-kasus korupsi di pemerintahan daerah biasanya melibatkan penggelapan anggaran, suap untuk memenangkan proyek, serta penyelewengan dana publik yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, dan penganggaran pelayanan publik lainnya. Misalnya, tidak jarang dana desa yang seharusnya dialokasikan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, justru berakhir di kantong pejabat desa atau digunakan untuk kepentingan politik mereka.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga tersebut sudah menangani sebanyak 1.351 kasus tindak pidana korupsi untuk periode 2004-2022. Jika dilihat berdasarkan wilayahnya, kasus korupsi paling sering terjadi di wilayah pemerintah pusat, dan yang menjadi sorotan adalah bupati/walikota menjadi aktor tertinggi yang ditangkap oleh KPK. Data tersebut belum termasuk yang telah terjadi pada periode 2023 dan 2024. Tingginya angka tersebut menjadi dilema yang membuat masyarakat pesimis berhasilnya pembangunan suatu daerah.
Setelah melewati Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), masyarakat akan dihadapkan dengan dilema pada pemilihan kepala daerah tahun 2024. Di satu sisi, pemilihan kepala daerah merupakan kesempatan untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin yang dianggap mampu membawa perubahan positif. Namun, di sisi lain, masyarakat seringkali terjebak dalam pertimbangan yang sulit antara idealisme dan pragmatisme.Pilkada tahun 2024 harus menjadi renungan bagi kedewasaan politik masyarakat Indonesia. Mereka harus mampu menavigasi antara idealisme untuk perubahan dan realisme politik yang sering kali tidak memberikan pilihan sempurna. Dilema ini menggambarkan tantangan besar dalam mewujudkan demokrasi yang sehat dan representatif, di mana suara rakyat benar-benar mencerminkan aspirasi kolektif untuk masa depan dan kemajuan daerah yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana masyarakat bisa berkontribusi untuk daerahnya?
Masyarakat memegang peran penting dalam mewujudkan Pilkada 2024 yang jujur, adil, dan demokratis. Kontribusi mereka tidak hanya terbatas pada memberikan suara di hari pemilihan, tetapi juga melibatkan berbagai tindakan proaktif sebelum, selama, dan setelah Pilkada berlangsung. Secara sederhana, dengan memilih pemimpin yang bersih, kompeten, profesional, maka akan menjadi stimulus mewujudkan penyelenggara daerah yang bersih. Kedewasaan masyarakat yang tidak lagi memilih berdasarkan politik uang dan pemberian yang diiming-imingkan, maka menjadi senjata masyarakat untuk berkontribusi mewujudkan keberhasilan pembangunan suatu daerah.
Memang terkadang peran masyarakat dalam berkontribusi terhadap daerahnya terlihat kaku atau tidak banyak ruang yang diberikan. Padahal masyarakat juga memiliki hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam mewujudkan pemerintahan yang bebas dari korupsi. Sebenarnya ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat, diantaranya adalah melalui berbagai instrumen beraksi yang telah disediakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seperti:
ADVERTISEMENT
1. Instrumen Survei Penilaian Integritas
Melalui instrumen ini, masyarakat dapat ikut serta menyuarakan gambaran pelayanan publik yang terjadi, tingkat integritas, serta potensi risiko korupsi yang bisa terjadi. Artinya, masyarakat dapat menyampaikan uneg-unegnya dari proses pelayanan publik yang dihadapi hanya dengan mengisi form yang telah disediakan. Semakin banyak masyarakat yang terlibat mengisi, maka akan semakin detail informasi yang dimiliki oleh KPK untuk nantinya dapat dijadikan dasar merekomendasikan perbaikan atau bahkan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
2. Jaringan Pencegahan Korupsi
Melalui platform pengaduan dan pemantauan yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia ini, memungkinkan masyarakat untuk mengawasi, melaporkan, dan memberikan informasi terkait kasus-kasus korupsi di lingkungan publik. Platform ini memungkinkan masyarakat dapat mengadu langsung kepada KPK tanpa harus datang ke Jakarta hanya dengan mengisi form yang disediakan. Artinya kemudahan yang diberikan ini dapat memberikan ruang bagi masyarakat untuk bersuara demi terwujudnya pemerintahan daerah yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
Pembangunan daerah yang baik tergantung pada partisipasi aktif masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Dengan mengawasi, melaporkan, dan menolak korupsi, masyarakat membantu membangun sistem pemerintahan yang bersih, jelas, dan akuntabel. Korupsi tidak hanya merusak ekonomi negara, tetapi juga menghambat kemajuan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Dengan membantu memerangi korupsi, kita memastikan bahwa dana pembangunan daerah digunakan dengan benar, meningkatkan kualitas layanan publik, dan mendorong keadilan sosial. Dalam aksi dan perjuangan melawan korupsi, setiap langkah kecil adalah langkah besar menuju daerah yang lebih adil dan sejahtera. Mari kita bekerja sama untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, dimulai dari komitmen kita untuk memerangi korupsi.
Referensi:
ADVERTISEMENT