Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Maraknya Komentar Negatif Di Sosial Media
27 Oktober 2020 17:41 WIB
Tulisan dari nickyssky tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ujaran kebencian tidak hanya kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga ada dalam dunia maya. Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi memudahkan manusia untuk berkomunikasi jarak jauh. Komunikasi tersebut terjalin melalui sosial media yang memiliki beragam fitur. Mulai dari fitur kolom komentar, tombol menyukai, tombol berbagi, obrolan pribadi, hingga live streaming. Beragam fitur tersebut menjadi sarana baru dalam mengekspresikan diri dan gagasan.
ADVERTISEMENT
Pada pembahasan kali ini saya akan membahas lebih dalam mengenai awal mula ujaran kebencian yang terdapat dalam dunia digital. Ujaran kebencian adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok yang berupa hinaan, provokasi, body shaming, dan hasutan yang ditujukan kepada sekelompok orang atau individu. Ujaran kebencian yang disampaikan seseorang didasari atas prasangka buruk terhadap suatu identitas orang maupun kelompok. Menurut Walters et. al. (206), peneliti-peneliti dari University of Sussex, ujaran kebencian tergolong ke dalam kriminalitas kebencian. Pada zaman dahulu sebelum teknologi secanggih hari ini ujaran kebencian dicerminkan melalui gosip.
Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) penyebaran fitnah, pemutarbalikan fakta, hoaks, dan gosip tergolong dalam ujaran kebencian. Beberapa hal tersebut sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, namun kini hal tersebut juga ditemukan dalam media sosial. Media sosial memang bertujuan untuk mengekspresikan diri dan gagasan, tetapi dalam penggunaannya dibutuhkan tanggung jawab dan kebijaksaan dari si pengguna. Maraknya fake account di media sosial, sengaja dibuat untuk mengemukakan gagasan seseorang atau kelompok secara anonim.
ADVERTISEMENT
Gagasan tersebut ditulis dalam obrolan pribadi atau komentar pada account seseorang. Terkadang komentar pedas yang dilontarkan warganet disebabkan oleh konten atau unggahan seseorang yang umumnya artis, youtuber, hingga selebgram. Jadi komentar pedas tersebut tidak semata-mata hanya karena kebenciannya terhadap korban, melainkan perilaku korban yang terkadang dianggap menyeleneh oleh netizen.
Ujaran kebencian juga menjadi ancaman dan tantangan bagi Kebhinekaan Indonesia. Maraknya hate speech bisa berpengaruh terhadap persatuan dan kesatuan yang terjalin antara rakyat Indonesia, khususnya antar umat beragama yang selama ini terjalin dengan baik. Hal tersebut juga bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, yaitu kebebasan untuk berbicara yang demokratis atau sesuai dengan hukum dan peraturan di Indonesia.
Firmina Astuti, seorang mahasiswi jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang melakukan penelitian terhadap 40 orang yang memiliki akun Instagram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku yang ditunjukkan remaja ketika melihat konten yang mengandung ujaran kebencian di Instagram, yaitu membiarkan konten tersebut, diam saja, tidak peduli, mengabaikan konten, dan melaporkan konten tersebut. Sebagian responden mengaku pernah terpengaruh dengan konten-konten yang ada di akun ujaran kebencian dan pernah memberikan komentar ujaran kebencian, sebab terpengaruh oleh konten-kontennya.
ADVERTISEMENT
Seperti kasus yang terjadi pada Ferdian Paleka youtuber asal Bandung. Dalam kanal YouTubenya, Ferdian Paleka mengunggah konten yang berisikan prank terhadap sejumlah korban. Ferdian bersama rekan-rekan lainnnya memberikan sembako yang berisi batu dan nasi basi. Tak hanya itu, ia juga kembali menuai kecaman atas permintaan maafnya yang bersifat candaan. Hal tersebut sukses menuai hujatan dari berbagai penonton.
Namun, berbeda dengan kasus Ferdian Paleka, kasus Bpk. Basuki Tjahaja Purnama yang saat ini akrab dipanggil Ahok/BTP. Beliau merupakan mantan gubernur DKI Jakarta. Ketika ia menjabat sebagai seorang gubernur DKI Jakarta, Ibu kota Jakarta menjadi lebih bersih karena pembentukan pasukan oranye, normalisasi Sungai Ciliwung, membangun rumah susun, dan sebagainya. Meskipun beliau sukses dan berhasil ketika menjabat sebagai gubernur, namun masih banyak pihak yang kian membenci Ahok. Masyarakat yang membencinya terlalu fanatik, tidak membuka mata dan pikiran, dan tertutup akan pendapat orang lain. Padahal pada masa jabatannya sebagai seorang gubernur, ia telah bekerja dengan benar untuk kepentingan masyarakat Jakarta sendiri. Maka dari itu, pada kasus ini memang murni netizen yang berkomentar negatif dan kesalahan tidak terletak pada korban yang terkena hate speech.
ADVERTISEMENT
Menurut Firmina Astuti (2019) faktor-faktor yang memengaruhi perilaku hate speech di media sosial Instagram yaitu faktor dari dalam diri (internal) dan faktor dari luar diri (internal). Faktor internal berupa kejiwaan atau psikologis pelaku yang daya emosionalnya tinggi. Sedangkan faktor eksternalnya berupa, faktor lingkungan, faktor kurangnya kontrol sosial, faktor kepentingan, dan faktor sarana, fasilitas, dan kemajuan teknologi. Faktor yang paling utama munculnya ujaran kebencian adalah faktor dalam diri individu yaitu kejiwaannya, dan didukung oleh faktor sarana yang mudah digunakan dan semakin canggih, sehingga memudahkan pengguna mengakses semua fitur dan informasi tanpa batas.
Dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian bagi korban adalah dampak psikologi dan dampak fisik. Dampak psikologi yang terwujud melalui emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif diantaranya menjadikan penghinaan dan ujaran kebencian sebagai dorongan untuk lebih sukses, memiliki mental lebih kuat, dan semangat menjalani kehidupan. Sedangkan emosi negatif yang berpotensi timbul adalah rasa marah, tertekan, malu, sedih, sakit hati, tidak nyaman, dan tidak percaya diri. Mengutip Critical Race Theory Richard Delgado dan Jean Stefancic, menjelaskan bahwa ujaran kebencian bisa merugikan fisik para korban, seperti menderita sesak nafas, sakit kepala, tekanan darah tinggi, pusing, meminum obat, melakukan tindakan bahaya, dan bahkan bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Solusi untuk mengurangi dan menghindari hate speech diantaranya memperkaya diri dengan literasi digital, perpedoman pada Pancasila, menghormati perbedaan, berpikir dua kali sebelum berkata atau memberikan komentar, mengabaikan konten yang berisi kebencian, melaporkan konten yang berisi kebencian kepada pihak terkait, dan bijak dalam bersosial media.
Kesimpulannya adalah ujaran kebencian merupakan perilaku buruk yang dapat merusak diri sendiri dan persatuan bangsa. Ujaran kebencian menimbulkan dampak yang mengkhawatirkan, seperti gangguan fisik, psikologis, sosialis, bahkan meningkatkan angka bunuh diri. Ujaran kebencian pun menyebabkan perpecahan dan melunturkan nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, marilah kita bijak dalam berbicara dan bersosial media untuk mengurangi ujaran kebencian di Indonesia dan terhindar dari masalah yang ditimbulkan akibat melontarkan ujaran kebencian.
ADVERTISEMENT
Sumber:
Irawan, D. (n.d.). Fatwa MUI: Gosip dan Ujaran Kebencian di Media Sosial Haram. Retrieved from https://news.detik.com/berita/d-3521392/fatwa-mui-gosipdan-ujaran-kebencian-di-media-sosial-haram
Pramisti, N. Q., & Kirnandita, P. (2017, June 15). Mengapa Orang Membuat Ujaran Kebencian? Retrieved from https://tirto.id/mengapa-orang-membuatujaran-kebencian-cqJK
Cahyani, I. A. (2019, November 19). Deretan Prestasi Ahok Selama jadi Gubernur DKI, Reformasi Birokrasi hingga Sektor Transportasi. Retrieved from https://www.tribunnews.com/nasional/2019/11/19/deretan-prestasi-ahok-selamajadi-gubernur-dki-reformasi-birokrasi-hingga-sektor-transportasi
Setiawan, T. S. (2020, May 14). Prank Sembako Isi Sampah YouTuber Ferdian Paleka Disorot Media Inggris. Retrieved from https://www.kompas.com/hype/read/2020/05/14/112509266/prank-sembako-isisampah-youtuber-ferdian-paleka-disorot-media-inggris
Siddik, I. S. A. (2018). Hate Speech di Indonesia: Bahaya dan Solusi. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/285132-hate-speech-diindonesia-a2b37139.pdf.
Astuti, Firmina (2019. November 09). Perilaku Hate Speech Pada Remaja di Media Sosial Instagram. Retrieved From http://eprints.ums.ac.id/79538/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf.