Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Proyeksi Psikologi, Malapetaka untuk Diri
11 Juli 2021 12:25 WIB
Tulisan dari Nida Silmi Tsauroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hiruk-pikuk ibukota menyelimuti suasana di pagi yang padat merayap ini. Wajah muram terlihat jelas serta lekuk cekung di bawah mata yang menghitam. Para pekerja keras yang setiap hari harus menggeluti layar monitor dan berargumen dengan pikirannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Terkadang, kita tidak dapat memporsikan diri dengan sebagaimana kemampuan tubuh kita untuk melakukan sesuatu. Berusaha keras untuk menghidupi diri sendiri dan bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Berat, memang. Apa pun yang ada di depan mata tidak semudah yang dipikirkan. Menempuh kesuksesan bisa melalui cara apa pun, selagi diri sendiri memiliki keinginan untuk mencapainya.
Kesuksesan juga tidak diukur dari seberapa banyak pekerjaan yang kamu ambil, melainkan dengan konsisten penuh dengan apa yang digeluti. Mengutip dari salah satu video di kanal YouTube milik Raditya Dika, ia memiliki cara dan rumusnya tersendiri untuk bisa sukses.
Menurutnya, untuk menjadi sukses adalah dengan tidak terjebak dalam Self-Serving Bias. Kondisi ini merupakan kecenderungan diri kita untuk menyalahkan orang lain ketika kita gagal dan terlalu memuji diri sendiri ketika berhasil. Hal ini malah membuat dirinya jadi sulit untuk berkembang.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, ketika seseorang gagal dalam ujian, cenderung menyalahkan faktor luar dan lingkungan daripada kemampuan dirinya sendiri. Misalnya menganggap bahwa kondisi rumah tidak mendukung, orang tua tidak memberikan semangat, atau kondisi ruang ujian yang tidak kondusif.
Padahal, banyak faktor yang menjadikan diri kita mengalami kegagalan. Perilaku Self-Serving Bias ini jika tidak dihentikan akan memperburuk kepercayaan kemampuan diri kita sendiri. Menjadikan diri seorang defensif dan mempertahankan citra dirinya di hadapan orang agar terlihat baik.
Terus-menerus menyalahkan orang lain atau lingkungan atas kegagalan dan hanya menghargai hal-hal positif dapat dikaitkan dengan perilaku narsisme . Ini justru dapat merusak hubungan sosial, baik di tempat kerja, tempat belajar, hubungan persahabatan, maupun dalam keluarga.
Jenis bias ini tak dapat dipungkiri sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan yang paling sering ditemukan dalam konteks lomba atau bisa juga dalam mengikuti seleksi tes pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Bias ini terlihat sangat jelas saat individu merumuskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan suatu tindakan diri, peristiwa, atau hasil. Saat menjelaskan sesuatu tindakan atau pengalaman positif mereka menekankan faktor internal. Saat menjelaskan suatu tindakan atau pengalaman negatif, mereka menekankan faktor eksternal.
Hal itu disebabkan karena kegagalan akan merusak kepercayaan diri dan harga diri, maka individu mencari faktor eksternal yang dapat disalahkan atas kegagalan tersebut. Para peneliti menyadari bahwa sejumlah faktor kognitif, motivasi, dan psikologis berpengaruh dalam menciptakan kecenderungan untuk menginternalisasi kesuksesan dan mengeksternalisasi kegagalan.
Individu biasanya menginternalisasi kesuksesan dan mengeksternalisasi kegagalan karena mereka biasanya optimis saat meramalkan hasil dan pengalaman. Beberapa individu lebih sering berharap lulus tes, mendapatkan pekerjaan bagus, dan memiliki hubungan jangka panjang daripada memikirkan atau mengharapkan kegagalan, dipecat, atau bercerai.
ADVERTISEMENT
Berikut adalah tanda-tanda seseorang merupakan orang yang terjebak dalam Self-Serving Bias:
Tak jarang dari kita memiliki rasa iri kepada pencapaian orang lain. Melihat betapa majunya kehidupan seseorang di bidangnya. Namun, hati yang terbentuk buruk menjadikan diri kita malah berpikir negatif. Entah mengatakan bahwa orang itu nyogok lah, atau pernyataan negatif lainnya.
Dengan sikap seperti ini, kita jadi menganggap enteng upaya orang lain. Mengagungkan bahwa diri kita bisa sepertinya. Padahal, taraf kemampuan orang berbeda. Skill yang dimiliki juga pastinya berbeda. Namun, diri ini menjadi sangat angkuh dan meremehkan usaha orang lain.
Biasanya orang yang haus akan pujian karena dirinya ingin menjadi pusat perhatian banyak orang. Tak banyak dari kita juga menginginkan untuk terlihat fantantis oleh orang lain. Namun, perilaku ini justru menempatkan kita pada posisi yang cukup sulit. Bayangkan, jika nantinya kita mengalami keadaan terbawah.
ADVERTISEMENT
Diri kita sendiri akan terpuruk, merasa tidak berguna, dan terburuk adalah jika hal-hal negatif terjadi. Tentu kita tidak ingin terjatuh ke dalam lubang hitam ini, ‘kan? Maka dari itu, sebisa mungkin untuk bersikap biasa saja. Mencetak tujuan bukan karena approval, melainkan untuk kemakmuran diri sendiri.
Perilaku menyalahkan orang lain ini menggambarkan bahwa dirinya tidak ingin terlihat buruk, tidak ingin terlihat gagal, ingin selalu terlihat bahwa “ini loh diri gue yang hebat, gamungkin gagal. Pasti ada hal lain yang bikin gue begini”. Hal ini sangat dinilai buruk dan tentunya memengaruhi lingkungan sosial kita.
Tidak dapat dipungkiri, rasa sedih akan kegagalan tidak membuat kita untuk dapat berpikir jernih. Salah satu hal yang dapat dijadikan ‘kambing hitam ’ ialah orang lain. Maka dari itu, belajar untuk introspeksi diri sendiri. Mengulas ulang apa yang salah dari diri kita, memperbaiki cara kita untuk mencapai tujuan itu, dan mencari tahu mengenai peluang-peluang dari orang lain.
ADVERTISEMENT
Sikap ini hampir sama dengan poin pertama di atas. Perilaku melihat kemampuan orang lain setara dengan kemampuan diri kita. Padahal, kecerdasan itu tidak hanya berhubungan dengan hal-hal yang berhubungan dengan dunia matematis. Karena setiap orang dilahirkan berbeda begitu pula kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang juga berbeda.
Howard Gardner, seorang psikolog perkembangan dari AS mencetuskan teori bahwa ada 9 tipe kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang. Salah satunya adalah kecerdasan intrapersonal. Kemampuan individu untuk mengetahui diri sendiri, apa yang kamu inginkan, dan apa yang kamu rasakan. Hal ini dapat terlihat bahwa tiap orang memiliki minat dan bakatnya masing-masing.
Dari ciri-ciri di atas, hal yang berlebihan tentu tidak baik bagi diri kita maupun lingkungan sekitar. Langkah yang bisa diambil jika kita terjebak dalam kondisi tersebut adalah dengan mengintrospeksi diri. Mengulas kembali apa penyebab yang mengakibatkan hal-hal itu terjadi.
ADVERTISEMENT
Setidaknya dengan mengetahui hal ini, kita dapat lebih menjaga diri kita sendiri agar lebih berhati-hati dalam menginterpretasikan sebuah kejadian. Dalam titik tertentu, self-serving bias ini mungkin bisa membantu menjaga kondisi self-esteem kita. Apabila sudah terlalu berlebihan, tentu saja hal ini menjadi tidak baik.
Berusaha keras dan bangun dengan diri sendiri menjadikan kita semakin kuat. Membuat kita lebih mengetahui keinginan, kemampuan, dan kesadaran diri sendiri. Lebih bercermin kekurangan dan kelebihan apa yang dimiliki. Lekas setelahnya, memperbaiki hal-hal yang merusak untuk diri.
(Nida Silmi Tsauroh/Politeknik Negeri Jakarta)