Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tragedi Jembatan Serayu sebagai Pembelajaran Keselamatan Transportasi Kereta Api
3 September 2024 7:07 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Nindy Putri Ardiyati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jembatan Serayu merupakan salah satu bagian pembangunan proyek yang menghubungkan Cirebon dengan Kroya dilaksanakan oleh perusahaan kereta api negara, Staatsspoorwegen (SS). Proyek ini bertujuan untuk mempersingkat waktu tempuh perjalanan dari arah selatan Jakarta. Jalur kereta api Yogyakarta-Kroya-Cilacap dibuka untuk umum pada 1887, sedangkan jalur antara Cikampek dan Cirebon diresmikan SS pada 1912.
ADVERTISEMENT
Saat proses konstruksi, SS mengalami kesulitan karena kondisi geografis berupa perbukitan di daerah Notog dan lebarnya Sungai Serayu. Untuk dapat menyelesaikan proyek pembangunan itu, diperlukan pembuatan terowongan dan jembatan. Pembangunan jalur milik SS bersebelahan dengan jalur trem milik Serajoedal Stomtram Maatschappij (SDS).
Namun, jalur SS berada lebih tinggi sehingga tidak terjadi pertemuan satu sama lain. Demikian pula dalam pembangunan jembatan, SS di atas jalur milik SDS. Sekitar daerah Kebasen, jalur tersebut diberi sebutan Vier Wegen atau Empat Jalan, yaitu jalur SS, jalur SDS, Sungai Serayu, dan Jalan Raya di mana keempatnya bersebelahan.
Ketika melewati jalur tersebut, seisi kereta akan disuguhkan pemandangan indah dari Sungai Serayu yang berada di bawah jalur perlintasan keretanya ataupun pemandangan bukit dan jalan raya di sekitarnya. Di balik keindahan pemandangannya, terdapat kisah kelam tabrakan kereta api di salah satu jalur tersebut. Tabrakan maut kereta api terjadi antara KA Senja IV (Jakarta-Yogyakarta) dan KA Maja (Jakarta-Madiun) pada Rabu dini hari, 21 Januari 1981.
ADVERTISEMENT
Tabrakan itu terjadi karena KA senja dan KA Maja berjalan secara bersamaan dari Stasiun Purwokerto dan Kroya lalu akan melakukan persilangan di Kebasen. Petugas PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) sekitar segera memasang sinyal untuk menghentikan KA Maja, sebab KA Senja memiliki hak untuk melaju terlebih dahulu. Cuaca saat itu hujan lebat, berkabut disertai angin kencang dan kilat petir, ditambah banyaknya perbukitan yang membuat penglihatan masinis KA Maja terhalang. Tabrakan tak terhindarkan terjadi persis di pinggir Sungai Serayu yang masing-masing kereta diperkiran berkecepatan 50 KM/jam.
Warga sekitar segera berhamburan ke tempat kejadian karena mendengar suara benturan sangat keras untuk melihat apa yang terjadi lalu membantu mengevakuasi para penumpang dan seisinya. Kecelakaan maut yang terjadi karena cuaca buruk dan terbatasnya visibilitas tersebut menyebabkan tujuh orang meninggal dan tiga puluh orang luka-luka. Meski peristiwa itu terjadi puluhan tahun yang lalu, namun bagi warga sekitar tabrakan kereta api yang terjadi kala itu masih terngiang. Pihak PJKA juga menggolongkan musibah ini sebagai Peristiwa Luar biasa Hebat (PLH).
Peristiwa tragis di Jembatan Serayu harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam meningkatkan keselamatan transportasi kereta api di Indonesia. Beberapa hal yang dapat dilakukan, di antaranya investasi pada infrastruktur perkeretaapian yang andal, penerapan standar keselamatan yang ketat, peningkatan koordinasi dan pengawasan, serta pengembangan teknologi keselamatan mutakhir.
ADVERTISEMENT
Dengan upaya yang konsisten, pemerintah dapat memastikan bahwa kisah kelam di Jembatan Serayu tidak akan terulang. Perjalanan kereta api di Indonesia harus menjadi moda transportasi umum yang aman bagi masyarakat. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap kereta api sebagai pilihan transportasi yang nyaman dan terpercaya dapat terus terjaga.