Konten dari Pengguna

Menghibur Sekaligus Mendidik, Fungsi Film yang Sering Dianggap Sepele

Maria Alsabina Ningsih Lado
Mahasiswa Jurnalistik, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat.
17 Mei 2021 12:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maria Alsabina Ningsih Lado tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Foto. Sumber Foto: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Foto. Sumber Foto: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Camera roll action” kata ini sangat identik dengan pembuatan film. Suara lantang dari sutradara yang berdiri di samping aktor atau aktris yang akan memerankan tokoh di suatu film sangat terdengar jelas. Banyak film-film yang diproduksi di Indonesia, baik film yang bergenre romansa, pendidikan, dan lain-lain. Film sendiri memiliki fungsi untuk menghibur, mengedukasi, atau hanya sekadar dibuat untuk menghargai seseorang yang telah berjasa di bidang tertentu.
ADVERTISEMENT
Film merupakan media penyampaian pesan dalam bentuk cerita yang mengkombinasikan antara gambar bergerak, pemanfaatan teknologi kamera, warna, dan suara. Cakupan dari kombinasi film tersebut yang membuat penonton mencermati cerita dari film tersebut. Salah satu fungsi film adalah mengedukasi atau memberikan pendidikan bagi para penontonnya.
Seksualitas masih menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan
Tak terkecuali film “Dua Garis Biru” yang memberikan pendidikan atau pengetahuan bagi para penontonnya dalam hal pendidikan seks. Seksualitas masih menjadi sesuatu yang tabu dalam kalangan masyarakat Indonesia, tetapi menjadi sebuah hal yang sangat penting untuk saat ini, mengingat tingkat kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia semakin meningkat dari hari ke hari.
Pembahasan seputar seks yang sudah diajarkan oleh orang tua ataupun guru dapat melindungi anak dari hal-hal yang negatif sebelum mereka dapat dengan mandiri menonton konten tertentu di televisi ataupun film. Walaupun film itu sendiri dapat menjadi sarana pembelajaran mengenai edukasi seks.
ADVERTISEMENT
Tayangan film beredukasi seks yang dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan seks sejak usia dini.
Dua Garis Biru (2019)
Film yang berkisah tentang sepasang remaja yang melakukan hubungan seks di bawah umur, baik laki-laki maupun perempuan masih duduk di bangku sekolah, tetapi mereka memilih untuk sama-sama menginformasikan hal yang telah mereka lakukan kepada kedua orang tua mereka.
Walaupun orang tua si perempuan tidak menerima baik apa yang telah dilakukan anaknya tersebut, tetapi film ini ingin mengajarkan remaja atau anak-anak usia sekolah untuk tidak melakukan seks di bawah umur.
Asa (2020)
Asa adalah sebuah film yang menceritakan tentang seorang remaja yang menjadi korban pelecehan seksual dari seorang lelaki yang baru dikenalnya. Lelaki tersebut telah memiliki istri. Film ini diangkat dari kisah nyata seorang remaja berinisial AL di yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Sedikit berbeda dari Dua Garis Biru, orang tua korban dalam film ini memilih untuk berpihak kepada anak mereka yang menjadi korban atas “nafsu bejat” seorang lelaki yang telah merenggut keperawanan anak mereka serta mengupas tuntas kasus tersebut di jalur hukum.
Proses pembuatan film ini pun sangat detail mulai dari diskusi yang dilakukan oleh sang sutradara kepada kedua orang tua, mengingat kasus dalam film ini adalah sebuah kenyataan di dunia hingga proses pembuatannya yang berusaha memunculkan pemikiran atau perilaku tokoh pria di film tersebut.
Seberapa banyak anak Indonesia yang belum mendapatkan edukasi seks?
Dilansir dari detikhealth, sebanyak 84% remaja Indonesia belum mendapatkan edukasi mengenai seks. Remaja yang belum mendapatkan edukasi ini berada pada rentang umur 12-17 tahun, yang di mana pada saat itu edukasi tentang seks sudah dilakukan.
ADVERTISEMENT
Dari hasil riset yang dilakukan menunjukkan bahwa usia yang baik untuk mengajarkan seks kepada anak adalah sekitar 14 hingga 18 tahun. Edukasi seks bisa dilakukan sejak dini tanpa menunggu sang anak memasuki usia tertentu.
Banyak anak-anak yang baru memasuki masa pubertas akan menceritakan apa yang dialami oleh mereka secara pribadi kepada orang-orang terdekatnya, salah satunya orang tua yang memiliki peran yang sangat besar terhadap tumbuh kembang anak.
Namun saat menjalani masa pubertas tersebut, anak-anak akan lebih memilih bercerita pada teman sebaya nya. Hal inilah yang menjadi dasar pendidikan seks harus dilakukan sejak dini, mengingat anak-anak akan memiliki ruang “bermain” mereka sendiri bahkan ruang main tersebut tanpa pengawasan orang tua.
ADVERTISEMENT
Tanggapan Guru Konseling tentang film sebagai edukasi seks
Sari Ongo (Guru BK)
Ibu Sari memberi pandangan bahwa film yang menayangkan edukasi seks sudah cukup baik, apalagi film yang dikemas kebanyakan masih dalam batas wajar dan layak untuk dikonsumsi oleh remaja.
Walaupun begitu, tayangan film yang beredukasi seks tetap butuh pendampingan khusus dari orang tua ataupun guru, karena semakin berkembangnya teknologi saat ini, sangat dikhawatirkan apabila masyarakat menganggap pendidikan seks itu tabu.
Selain tayangan film, menurut Ibu Sari pendidikan seks yang membangun karakter seorang anak didapatkan sejak pendidikan dasar yang berkaitan dengan hal tersebut.
Pendidikan yang terbatas menjadikan peran konselor mulai secara perlahan memberikan pengertian pada orang tua akan pentingnya seks, dan memberikan pengaruh positif dan pendidikan seks yang berpengaruh pada pola pikir anak. Akibat dari hal tersebut, remaja saat ini memilih untuk menikah muda karena minimnya pengetahuan tentang seks.
ADVERTISEMENT
Dampak dari hal tersebut, remaja dapat berperilaku menyimpang sehingga dapat menimbulkan efek takut maupun jera. Ibu Sari berpendapat keefektifan anak mengetahui pendidikan seks, salah satunya dapat dipelajari melalui tayangan film.
Selain berbasis visual, film bisa secara nyata memberikan pesan kepada anak dan remaja secara langsung, bahwa memilih berhubungan seks di usia yang masih belia adalah pilihan yang buruk dan pilihan yang salah untuk kehidupan di masa depan mereka.
Tanggapan remaja terkait Film sebagai salah satu media edukasi Seks
Yuan (Siswa, 16 Tahun)
Pendidikan seks menurut Yuan masih tabu di kalangan masyarakat karena hal pendidikan seks masih dipandang dari sisi negatifnya saja. Namun menurut Yuan bahwa di Indonesia tentang pendidikan seks tidak terlalu banyak hal yang menyimpang seperti pernikahan dini dibandingkan dengan negara lain yang lebih banyak pelecehan seksual atau pernikahan dini.
ADVERTISEMENT
Pernikahan dini menurut Yuan merupakan hal yang menyimpang karena usia muda secara kondisi fisik serta psikis belum seimbang dengan kehidupan berumah tangga.
Sumber tentang pendidikan seks bisa dicari melalui media seperti koran dan internet. Jika di internet terutama media sosial. Film di Indonesia tentang edukasi seks sedang ramai-ramainya.
Yuan berkata bahwa film tentang edukasi seks di Indonesia cukup bagus untuk mengedukasi remaja tentang seks, namun tergantung pandangan masing-masing remaja itu sendiri. Menurutnya juga film tentang edukasi seks di Indonesia harus disesuaikan dengan minimal usia yang tepat untuk film tersebut ditonton. Usia yang tepat menurutnya merupakan mulai dari sekitar 13 tahun sampai 15 tahun karena usia tersebut merupakan peralihan usia anak-anak ke remaja.
ADVERTISEMENT
Dari salah satu film yang pernah Yuan tonton merupakan film “Di bawah Umur” yang diperankan Angga Yunanda dan Yoriko Angeline.
Menurut Yuan dari film tersebut bahwa pergaulan bebas merupakan perbuatan tercela yang sang perempuan dapat hamil diluar nikah. Pendidikan seks di kalangan masyarakat pun masih tabu yang membuat masyarakat lebih mendiskriminasi korban pelecehan seksual.
Ilustrasi menonton film di smartphone. Foto: Kemenparekraf