Konten dari Pengguna

Pemaknaan Ulang Hari Ibu atau Hari Perjuangan Wanita

Noviani Mariyatul Hakim
Alumni Ilmu Sejarah Universitas Airlangga, pegiat sosial, pendidik di Yayasan dan sekolah
29 Desember 2022 17:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Noviani Mariyatul Hakim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
FOTO DOKUMENTASI PRIBADI HASIL POTRET SENDIRI
zoom-in-whitePerbesar
FOTO DOKUMENTASI PRIBADI HASIL POTRET SENDIRI
ADVERTISEMENT
Peringatan setiap tanggal 22 Desember yang kerap kali dimaknai sebagai Hari Ibu ternyata memiliki akar historis perjuangan kaum perempuan melawan kolonialisme. Namun seiring perjalanannya waktu, makna itu mengalami pergeseran karena faktor politik yang mendominasi. Awal mula disahkannnya Hari Ibu berasal dari penyelenggaraan kongres perempuan pertama yang dilaksanakan di Yogyakarta pada 22 Desember tahun 1928. Hal ini menjadi penanda penting dalam sejarah gerakan perempuan selama periode kolonial.
ADVERTISEMENT
Pada kongres ini, mereka membahas isu-isu perempuan yang mengemuka seperti pendidikan utama bagi perempuan, hak-hak perkawinan, perlindungan perempuan dan anak, perilaku diskriminasi terhadap perempuan hingga membahas pentingnya kedudukan sebagai ibu. Pembahasan ini menjadi perbincangan yang hangat di era kolonial mengingat banyaknya kondisi perempuan yang terperangkap dalam penjajahan hingga minimnya perlindungan terhadap para perempuan.
Perjuangan itu terus berlanjut pada tahun 1935, kongres perempuan Indonesia yang ke-2 ini membentuk Badan Pemberantasan Buta Huruf (BPBH) untuk menentang perlakuan anarki yang telah menimpa buruh batik wanita di Lasem, Rembang. Para pejuang perempuan menuangkan hasil pemikiran kritisnya supaya kesetaraan mereka sebagai manusia yang semestinya mendapatkan hak sama bisa didengar oleh publik.
Pasca kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1950-an wajah politik orde lama telah berhasil menumbuhkan organisasi pergerakan bagi kaum perempuan seperti Gerwani (Gerakan Wanita). Organisasi ini gencar melakukan beragam kegiatan aktif mulai dari pembentukan kursus bagi kalangan perempuan, tak terkecuali di bidang politik hingga aksi pemberantasan buta huruf. Mereka juga giat dalam mendorong pemerintah untuk menjerat para pelaku yang melakukan pemerkosaan dan melakukan perubahan terhadap undang-undang perkawinan yang di masa itu perempuan masih didiskriminasi.
ADVERTISEMENT
Berakhirnya pemerintahan orde lama kemudian berdampak besar terhadap sejarah politik Indonesia khususnya pada pergerakan perempuan. Orde baru menerapkan kebijakan otoriter yang disebut pula sebagai domestikasi perempuan hingga berhasil merombak organisasi perempuan secara akbar. Salah satunya ialah dengan mengelompokkan perempuan dari istri pegawai negeri yang disebut Dharma Wanita dan Dharma Pertiwi untuk istri tentara.
Dua kelompok ini akhirnya tetap cenderung berfokus pada kegiatan sosial dan dukungan suami. Setelah memasuki era reformasi, beragam hal berhasil diubah dan masyarakat diberikan kebebasan untuk memutuskan. Upaya untuk memaknai ulang Hari Ibu harus senantiasa di gaungkan agar negara dapat mengembalikan spirit tekad yang sesungguhnya yakni memperkenalkannya sebagai Hari Pergerakan Perempuan Indonesia.
Maka sudah semestinya, peringatan Hari Ibu di Indonesia bukan sekadar selebrasi belaka terhadap kaum perempuan yang sudah memiliki anak. Namun juga mengacu pada perempuan hebat lainnya baik yang muda, dewasa, lajang, menikah, lansia, tidak punya anak dan sebagainya. Perhelatan ini merupakan tonggak sekaligus bukti dari perjuangan, sejarah, dan cita-cita perempuan Indonesia untuk mencapai keadilan yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, pemaknaan dalam peringatan Hari Ibu ini tidak bisa dilepaskan dari semangat kebangsaan sebagaimana yang telah tertuang dalam dekrit Presiden Soekarno No. 316 tahun 1959. Oleh karena itu sudah selayaknya sebagai seorang perempuan untuk terus melanjutkan perjuangan dan cita-cita ini dengan tetap bersuara, berfikir kritis, dan berpartisipasi aktif dalam mempertahankan negara.
Belajar dari sejarah tentu kita tidak boleh melupakan apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu kita. Perebutan hak untuk mendapatkan itu kembali merupakan proses perjuangan amat panjang yang telah menguras tenaga, air mata, mental dan segala hal yang melekat pada tubuh. Di balik hari ibu, ada sikap heroik para wanita yang berjuang hingga titik darah penghabisan untuk memperebutkan haknya sebagai manusia yang setara.
ADVERTISEMENT
Di masa kini, tak ada waktu untuk bersantai sekadar menikmati hasil dari kerja keras para wanita di masa lalu. Setiap wanita yang muda, dewasa, akan menikah, menjadi ibu hingga menjadi lansia tetaplah wanita yang berjasa. Mereka semua memiliki peran dan kewajiban bersama untuk melanjutkan apa yang sudah dimulai.
Mari mengisi kemerdekaan Indonesia ini dengan sebaik mungkin sebagai bentuk menghargai jasa para pahlawan yang telah meninggal dan meneruskan perjuangan mereka. Sudah saatnya perempuan maju, berdikari dan mampu menjadi garda terdepan untuk mencapai cita-cita Indonesia yang sebenarnya. Perempuan menjadi motor penggerak untuk kemajuan saat ini dan di masa yang akan datang. Bangkit dan jadikan momentum ini sebagai titik tolak untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
ADVERTISEMENT