Konten dari Pengguna

Dampak Kawin Persoalan Kawin Campur Pribumi dan Belanda dalam Novel Salah Asuhan

Novia Fitri Zahroh
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 September 2024 8:01 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Novia Fitri Zahroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar novel Salah Asuhan, karya Abdoel Moeis. (Sumber gambar: pribadi).
zoom-in-whitePerbesar
Gambar novel Salah Asuhan, karya Abdoel Moeis. (Sumber gambar: pribadi).
ADVERTISEMENT
Persoalan kawin campur merupakan tema yang sering muncul dalam karya sastra Indonesia pada masa Balai Pustaka. Karya sastra seperti ini mencerminkan realitas sosial yang kompleks dan konflik budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat pada masa kolonial. Karya-karya ini tidak hanya memberikan gambaran tentang dinamika hubungan antara berbagai kelompok etnis dan budaya, tetapi juga menampilkan perjuangan individu dalam menghadapi tekanan sosial dan budaya akibat dampak dari adanya kawin campur. Novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis merupakan salah satu karya sastra tahun 1928 yang mengangkat cerita tentang dampak kawin campur antara pihak Belanda laki-laki dengan perempuan pribumi dan juga pihak perempuan Belanda dengan laki-laki pribumi. Hal itu tentunya memiliki dampak yang berbeda, meskipun sama-sama adanya kawin campur antara pihak pribumi dan juga Belanda.
ADVERTISEMENT
1. Dampak kawin campur laki-laki Belanda dengan perempuan pribumi
Dalam novel Salah Asuhan, digambarkan bahwa tokoh Tuan du Busse ayah dari Corrie juga mengalami kawin campur dengan istrinya. Ia mengakui bahwa kawin campur itu sesungguhnya banyak rintangan yang ditimbulkan, dan juga masing-masing manusia menganggapnya sebagai sebuah penyakit yang ada. Kawin kontrak bukan menjadi sebuah kesalahan dalam kebudayaan Belanda, tetapi juga menjadi kesalahan bagi bangsa pribumi, meskipun mereka keduanya menjadi suami istri yang sangat berkasih-kasih. Dalam kebudayaan Belanda, jika laki-laki Belanda menikahi perempuan pribumi, kemudian hadir anak diantaranya, hal itu membuat orang barat sudah berjasa besar atas perbaikan keturunan bangsa pribumi karena memiliki terdapat darah kaum Belanda di dalam tubuh anak tersebut.
ADVERTISEMENT
Di dalam pergaulan hidup, sungguh tampaklah orang Barat dan orang Timur memperlihatkan bencinya kepada kami berdua, tapi yang terlebih sekali benci ialah orang Barat kepada ibumu. Akan diri papa sebagai orang berpangkat, memang tidak kurang mendapat perindahan. Di dalam pesta-pesta besar, tidak ketinggalan papa dipanggil, tapi acap kali benar orang melupakan mamamu. Dimana bertemu, semua orang mengangkat topi kepada papa, kebanyakan lupa bahwa mamamu ada turut berjalan di sebelah papa. Pendeknya, papa tidaklah kurang menanggung penghinaan itu. Dari sebab mamamu tidak diakui itulah maka kami berdua menyisih dari segala pergaulan. (Salah Asuhan, halaman 22)
Meski kawin campur dalam permasalahan ini dinggap sebagai sebuah jasa kaum Belanda terhadap pribumi, tetapi kenyataan itu tidak dapat menghilangkan reaksi pihak sekitar dengan menerima hal itu ataupun menolak keras akan hal itu. Dalam kasus hal penolakan, masyarakat Belanda akan mengucilkan pasangan kawin campur dengan stigma, dikriminasi, ataupun juga dengan kekerasan. Kawin campur dalam hal ini dapat memiliki dampak sosial dan ekonomi secara signifikan bagi individu atau masyarakat dalam adanya perubahan status sosial, sumber daya ekonomi, kesempatan pendidikan dan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
2. Dampak kawin campur perempuan Belanda dengan laki-laki pribumi
Dalam novel Salah Asuhan, digambarkan bahwa tokoh Corrie juga mengalami kawin campur dengan Hanafi. Dalam kebudayaan Belanda, jika perempuan Belanda menikahi laki-laki pribumi, maka ia dianggap sebagai “membuang diri” kepada orang yang ada di Hindia Belanda saat itu. Di dalam undang-undang negeri kaum Belanda, jika perempuan bangsa Eropa kawin dengan orang Bumiputera, dan jika nantinya menghasilkan keturunan diantaranya, maka ia dipandang telah mengurangi derajat bangsa Eropa.
Papa hendak mengambil umpama saja. Misalnya engkau tinggal dengan suamimu orang Bumiputera yang berpangkat tinggi di Betawi. Tentu engkau ingin sekali hendak mengunjungi orang lain akan menjadi sahabat kenalanmu, yaitu orang Eropa, dan tentulah engkau ingin pula didatangi orang, bukan? Percayalah engkau, bahwa pengharapan itu akan sia-sia saja. Orang tak akan datang ke rumahmu, kedatanganmu akan disambut dengan setengah hati saja. Apakah rasanya bagimu? Apakah rasanya kalau engkau dengan suamimu datang ke rumah bola, bila tiada seorang jua yang membawa engkau duduk bersama-sama, dan tabikmu dijawab dengan angguk saja atau mereka itu membuang muka? Bagaimanakah perasaanmu kalau didalam resepsi, yang tidak boleh engkau lampaui, engkau tinggal saja berdua dengan suamimu? (Salah Asuhan, halaman 24)
ADVERTISEMENT
Di dalam novel Salah Asuhan, dijelaskan bahwa tokoh Corrie dan Hanafi mengalami percekcokan dalam pernikahannya, yang diakibatkan perkawinan campur. Di lain sisi, Corrie merasa dengan memiliki suami Melayu, membuat dunianya menjadi lebih sempit, hal itu adalah sebuah kebenaran yang tak dapat dibantah. Dalam hidupnya, Corrie seelalu menjadi pusat perhatian dalam lingkungan pertemanannya, tetapi setelah menikah dengan hanafi teman-temanya itu memushi Corrie. Keadaan itu membuat Corrie tak kuat batin dalam menghadapinya, keadaan serupa itu seolah-olah menekan sebagaian beban yang maha berat atas kedua belah pundakku. Permaslahan akan itu seakan tak selesai menghantui Corrie, permalaahan baru mendatangi dirinya tentang percekcokan rumah tangga dengan Hanafi, karena peraasaan hanafi yang selalu tidk baik setelah pulang dari kantornya. Corrie selalu menerima ocehan Hanfi seperti perangai anak-anak yang “mengoceh” bergila-gila dan bertutur-tutur dengan tidak berujung atau pangkal.corrie menginginkan Hanafi membicarakan permasalahan dengan darah dingin dan otak yang sehat. Corrie mengharapkan untuk pergi pelisiran membuang permasahalan ini, tertawa-tawa layaknya hidupn mereka dahulu, dan juga bertengkar-tengkar dengan cara sama seperti dulu.
ADVERTISEMENT
Hendak dikatakan bahwa kawan-kawan itu benci pada hanafi karena ia Bumiputera, tak boleh ajdi pula, karena di antara kawan-kawan itu banyaklah pula orang Bumiputera, bujang, atau suami-istri yang senantiasa dibawa bergaul oleh kawan-kawan bangsa Eropa itu. Akhirnya Hanafi dan Corriee mengganjur dirilah dari pada pergaulan bermain tennis itu, lalu mencari kesukaan dengan pesiar berdua suami istri saja. (Salah Asuhan halaman 163)
Hanafi sudah berasa dirinya masuk golongan orang Barat, oleh karena itu diharapnya akan mendapat pergaulan dari pihak itu. tapi pengharapan itu pun sia-sia, karena sekalipun kenalannya di kantor mengetahui identitasnya sudah masuk golongan Barat, tetapi kenyataan bahwa dirinya orang pribumi tidak dpat dihilangkan dalam diri Hanafi. Tokoh Hanafi selalu ingin mempunyai Corrie dahulu, Corrie yang sehat pikirannya, yang hidup berbantah-bantahan dengannya, pandai tertawa, merjauk, dan hnafai mersa sikap itu hilang semua dalam diri Corrie. Tuntutan Hanafi membuat rumah tangga mereka tidak lagi seperti dahalu, dan danpak pertukaarn campur pribumi dengan Belanda, nyata adanya.
ADVERTISEMENT
Dampak dari pernikahan campur antara perempuan Belanda dan laki-laki pribumi sering kali mengalami gejolak sosial dan ekonomi. Dalam kasus ini, tidak dapat meningkatkan status sosial perempuan, tetapi dapat meningkatkan status sosial laki-laki. Perempuan Belanda yang menikah dengan laki-laki pribumi mungkin mengalami kesulitan identitas dalam bidang sosial dan budaya. Karena keputusan mereka untuk menikah dengan orang asing, mereka mungkin merasa terasing dari masyarakat Belanda, dan karena sejarah mereka, mereka mungkin juga tidak sepenuhnya diterima di masyarakat asli. Pernikahan campur ini, tentunya akan mempengaruhi dinamika pernikahan, konflik internal akan perbedaan budaya dan cara pandang dalam kehidupan yang berbeda akan menimbulkan konflik. Pernikahan campur seering kali mempengaruhi praktik budaya dan agama dari Corrie dan juga Hanafi. Mereka harus menggabungkan tradisi dan kenyakinan mereka yang berbeda, yang dapat menjadi sumber konflik dan tantangan.
ADVERTISEMENT