Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Refleksi Kurban, Pandemi COVID-19, dan PPKM Darurat hingga Berlevel
27 Juli 2021 17:43 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Nugraheni Setyaningrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Idul adha telah berlalu, saya merasakan nuansa yang sama seperti tahun lalu. Sama-sama dalam situasi pandemi COVID-19, terlebih Idul adha tahun ini di tengah penerapan PPKM Darurat yang kini berubah nama menjadi PPKM Level 3-4.
ADVERTISEMENT
Hari ini (27/07), angka kematian akibat COVID-19 masih relatif tinggi. Saya cermati pula bahwa angka kasus positif COVID-19 masih fluktuatif di sejumlah wilayah.
Dugaan Pemerintah dan pakar kesehatan berkaitan erat dengan masuknya varian delta serta perkembangan varian lainnya. Hal tersebut tampaknya juga mempercepat penyebaran COVID-19, sehingga pertambahan kasus di berbagai wilayah masih terus terjadi.
Saya sempat diskusi dengan sejumlah kawan, hingga jatuh pada kesimpulan bahwa situasi saat ini seakan-akan memberikan gambaran kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia yang tak kunjung reda.
Meskipun kita ketahui bersama bahwa telah diupayakan pembatasan gerak melalui PPKM dan kini mulai ada kelonggaran dalam sistem PPKM Level 3-4.
Namun, saya melihat fakta di lapangan tentang kondisi pandemi COVID-19 ini ternyata belum tentu dipahami seutuhnya oleh sejumlah masyarakat, baik itu terkait sebab, akibat maupun dampak langsung yang dialaminya.
ADVERTISEMENT
Gambaran yang saya dapat, bagi kita warga biasa, terutama masyarakat ekonomi menengah ke bawah, pandemi COVID-19 tidak lebih menakutkan dibandingkan harus memikirkan besok makan apa. Pendapatan yang tak menentu, memaksa mereka terus bergerak demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan investigasi sederhana terhadap masyarakat sekitar, saya mendapat hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Pertama, untuk pemenuhan kebutuhan mendasar saja, dari hasil jerih payah sehari-hari belum tentu mencukupi. Belum lagi ditambah untuk membayar kontrakan bulanan, listrik, air, pulsa, serta kebutuhan lainnya.
Kedua, meskipun saya mendengar bahwa beberapa dari mereka mendapatkan bantuan sosial, secara logika, jumlah yang diterima ternyata belum dapat menjamin kehidupan mereka selama sebulan.
Kehidupan di Sekitar Tempat Tinggal
Sebut saja namanya Bibi, beliau sempat membantu keluarga kami saat pandemi COVID-19 belum begitu mengganas. Bagi Bibi, situasi pandemi tak ubahnya kehidupan biasa, hanya ditambah kewajiban menggunakan masker.
ADVERTISEMENT
Belum lagi cara menggunakan maskernya pun masih ala kadarnya, sekadar masker terpasang di muka dan sewaktu-waktu masker pun dipasang dengan baik itu terjadi tatkala diingatkan.
Kebanyakan warga di kampungnya juga sama, sebagian warga merasa masih baik-baik saja, hanya perlu menggunakan masker jika keluar dari rumah.
Ketika tetangga terdekat, keluarga inti atau keluarga besarnya belum ada yang terkena COVID-19, maupun sudah terkena tapi dalam kondisi baik-baik saja, maka sejumlah warga masih merasa bahwa lingkungan mereka aman.
Ditambah keyakinan yang dipegang kuat oleh mereka bahwa kehidupan dan kematian sudah diatur dan digariskan oleh Sang Pencipta, sehingga pandemi COVID-19 adalah hal yang normal.
Perasaan ini bukan tanpa sebab, pemantik utamanya karena mereka belum terkena dampak langsung COVID-19. Situasi yang membedakan adalah kesempatan mendapatkan bantuan sosial dan bantuan antar warga.
ADVERTISEMENT
Cara sederhana mereka menghadapi pandemi COVID-19, di antaranya dengan mengkonsumsi minuman herbal ataupun jamu. Lalu ditambah kegiatan yang dapat mengeluarkan keringat atau sekadar berjemur di depan rumah.
Tentunya mobilitas mereka keluar rumah boleh dibilang sama saja seperti sehari-hari sebelum ada COVID-19. Kegiatan pun malah bertambah dengan berjalan kaki ke GOR (Gedung Olah Raga) atau ruang terbuka lainnya untuk berolahraga di akhir pekan, hingga sekadar menghilangkan penat.
Hal yang berbeda terjadi di suatu kompleks perumahan tempat saya tinggal. Salah satu pemicu naiknya mobilitas warga berkaitan dengan suplier sayur keliling terpaksa harus melakukan isolasi mandiri.
Ditambah, toko minimarket yang berada di kompleks perumahan terpaksa ditutup akibat salah satu karyawan toko yang diharuskan isolasi mandiri juga, kolaps sudah upaya untuk tinggal di rumah saja.
ADVERTISEMENT
Meskipun, sejumlah warga berupaya melakukan pemesanan sayur secara daring, tapi sebagian ibu-ibu yang suka belanja langsung dengan memilih dan memilah sayuran yang diinginkan, maka aplikasi daring jual beli sayur tetaplah kurang menarik.
Kolapsnya Ketahanan Pangan Saat COVID-19 Menerjang
Hingga terlontar celetuk tetangga saya, "pilar ketahanan pangan mulai bertumbangan". Terlihat naiknya mobilitas warga dari lalu lalang motor hingga mobil dari pagi hingga malam hari untuk sekadar mencari kebutuhan pangan.
Terutama minggu lalu, menjelang hari raya Iduladha di mana sejumlah warga sekitar rumah mencari kelengkapan perayaan hari raya kurban.
Bahkan, di kampung Bibi masih ada warga berkumpul untuk sekadar makan bersama di lingkungannya saja. Kebiasaan silaturahmi dalam bentuk kumpul dan makan tersebut membuat kita seakan acuh terhadap kondisi pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Jika saya melihat kondisi sekitar di sini, terutama bagi sebagian warga yang merupakan perantau, dengan kondisi jauh dari keluarga, maka mereka cenderung atau bahkan terpaksa berdiam diri di dalam rumah.
Berkaca dari situasi lingkungan yang berbeda di atas, saya melihat adanya satu kesamaan yaitu perlunya kesadaran individu untuk disiplin di tengah pandemi COVID-19, demi kebaikan kita, keluarga kita, dan lingkungan tempat tinggal kita.
Salah satu solusi yang terbayang di benak saya adalah perlunya pamflet atau poster tentang COVID-19 yang dipasang di wilayah perkampungan. Hal tersebut karena sepanjang yang saya lihat belakangan ini tidak terdapat pamflet ataupun poster tentang COVID-19.
Bahkan, spanduk lockdown lokal yang sebelumnya terpasang pun sudah tidak lagi kelihatan. Sedangkan, di wilayah perumahan kondisinya pun tidak jauh beda, spanduk yang terpampang pun mulai lenyap.
ADVERTISEMENT
Peran satgas COVID-19 di tingkat RW/RT perlu kembali digerakkan dan lebih aktif dalam sosialisasi penerapan protokol kesehatan. Bisa jadi, saat ini mereka dalam fase lelah dan jenuh akibat pandemi COVID-19 yang tak kunjung usai.
Oleh karena itu, saya melihat perlu perhatian khusus dari Pemerintah Daerah secara berjenjang, misalnya penghargaan terhadap satgas COVID-19 di tingkat RW/RT dapat berupa pemberian vitamin, masker, dan berbagai keperluan kecil lainnya untuk menunjang dan memotivasi mereka.
Situasi yang tak berlarut-larut sebenarnya adalah dambaan semua warga, baik yang tinggal di perkampungan maupun perumahan. Kita hanya butuh kedisiplinan. Selain itu, tentunya upaya saling bantu, saling mengingatkan, dan saling menguatkan.
Nuansa Iduladha di tengah pandemi kali ini, selain menjadi momen untuk saling berbagi dan berkurban, baik harta maupun benda, juga mengajarkan kita untuk belajar berkurban immaterial.
ADVERTISEMENT
Salah satunya menjadikan Iduladha sebagai momen untuk berdiam diri di rumah dan mensyukuri nikmat sehat. Harapan dan doa kita semua tentunya PPKM Level 3-4 ini tak berlarut-larut.
Sehingga semua wilayah dapat menjadi PPKM Level 1-2, sehingga kehidupan dapat berjalan dalam kenormalan baru dan perekonomian membaik.