Konten dari Pengguna

Pencegahan dan Penanganan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan

nur aini
Bidan homecare baby massage, perawatan ibu nifas Serta BBL dan Tenaga Kependidikan Laboran di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya
3 Desember 2023 17:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari nur aini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi psikologi perempuan. foto: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi psikologi perempuan. foto: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Dari segi jumlah korban, SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) mencatat rumah tangga memiliki korban kekerasan terbanyak, kemudian di susul oleh tempat-tempat yang masuk dalam kategori lainnya seperti sekolah, tempat kerja, dan lembaga pendidikan kilat. Sementara itu, dari jenis kekerasan yang di alami, SIMFONI PPA mencatat bahwa kekerasaan seksual menempati urutan pertama, lalu disusul oleh kekerasaan fisik, kekerassan psikis, kekerasaa yang masuk dalam kategori lainnya seperti penelantaran, tracficking, dan eksploitasi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan usia korban yang mengalani kekerasaan terbanyak adalah dalam rentang usia 13-17 tahun,menempati posisi 33%, lalu disusul oleh usia 25-44 tahun yaitu 24,4%, 6-12 tahun yaitu 18,1%, 18-24 tahun yaitu 10,12%, 0-5 tahun, 45-59 tahun dan 60 tahun lebih. Kemudian berdasarkan pendidikan,SIMFONI PPA mencatat paling banyak saat mengenyam pendidikan di SMA, lalu disusul oleh siswa SMP, SD, Perguruan Tinggi, tidak sekolah, dan kategori lainnya seperti TK dan PAUD.
Sementara itu, pelakunya tercatat paling banyak adalah laki-laki. Dari sumber, SIMFONI PPA mencatat 87,3% pelaku kekerasaan pada perempuan adalah laki-laki. Dan untuk korban 78,2% itu adalah perempuan. Selain data dari SIMFONI PPA, menurut sumber dari womens aid menyatakan bahwa 93% pelaku kekerasan pada perempuan adalah laki-laki. Kemudian 30% dari pelaku ini adalah keluarga dari korban tersebur yaitu Ayah, Saudara Laki-laki, Paman, dan saudara ipar. Lalu sekitar 60% berasal dari kenalan seperti tetangga, kenalan keluarga, pengasuh. Dan sekitar 10% sisanya berasal dari orang asing yang tidak dikenal (pedofil) (Whealin, 2007).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan yang sudah dijelaskan di atas 30% pelaku berasal dari keluarga terdekat. hubungan antara korban dan pelaku, tertinggi adalah suami/istri, pacar/teman, orang tua, keluarga/saudara, dan kategori lainnya seperti tetangga, majikan, dan rekan kerja.
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran dalam lingkup rumah tangga. (UU Pencegahan KDRT) Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. (UU Perlindungan Anak)
ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga. foto: pixabay.com
Kemudian, tidak hanya di rumah, kekerasaan seksual yang sekarang sedang marak dengan adanya teknologi yang lagi berkembang pesat. Semua orang dituntun untuk bisa mengoprasikan teknologi yang sangat canggih, seperti berinteraksi menggunakan media sosial serta mengaplikasikan fitur-fitur yang ada di media sosial. Jadi, sebetulnya dilematias juga, fungsi sebenarnya dari teknologi adalah untuk mempermudah seseorang untuk berkerja, belajar, mengerjakan segala sesuatu yang bisa di representasikan melalui teknologi. Tetapi dampaknya dengan kurang bijak dalam menggunakan teknologi ini, sehingga terjadi juga kekerasaan seksual melalui media sosial. Dari data 2020, kebanyakan wanita yang mengalami dan dari korban sendiri menyatakan bahwa kekerasaal sesual secara online itu berasal dari hubungan pribadi seperti dari pacar, pertemanan, dan kerabat. Kekerasaan Seksual melalui media online misalnya penyebaran video hubungan intim, prostitusi online. Jadi banyak sekali kekerasan seksual melalui media online yang sering diketahui beberapa tahun ini.
ADVERTISEMENT
Padahal dampak kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak bisa dikatakan sepele yaitu dapat berupa dampak fisik misalnya luka, gangguan makan, gangguan tidur, kehamilan yang tidak di inginkan, muncul masalah kesehatan kronis karena stress berkepanjangan. Dampak psikologis misalnya depresi, kehilangan percaya diri, malu, trauma, stress, merasa terasing, suka marah-marah, kesepian, merasa tak berguna atau tanpa harapan dalam hidupnya. Dampak ekonomi berupa kesulitan ekonomi seperti kehilangan pendapatan, dan biaya perawatan kesehatan serta biaya lainnya yang harus di keluarkan. Dampak Sosial berupa mendapatkan stigmatisasi dab diskriminasi korban di lingkungan sosial, merasa asing atau khawatir menjalin hubungan dengan teman dan keluarga, bahkan terisolasi dan teman dan keluarganya. Sehingga dampak berupa kematian.
ilustrasi wanita depresi. foto: pixabay.com
Lalu, Bagaimana Cara Pencegahannya ?
ADVERTISEMENT
Berbagai upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak harus secara menyeluruh dan konsisten seperti kesetaraan gender dalam keluarga, termasuk pengasuhan berbasis hak anak, pelibatan masyarakat, serta peningkatan peran tokoh agama, tokoh adat, sekolah, dan media massa untuk turut serta mengawasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mulai dari lingkungan sekitar mereka. Harus bisa bersikap berani dan tegas dalam mengphadapi sesuatu, berani menolak perbuatan buruk dari orang lain, serat setidaknya mulai belajar beberapa teknik bela diri yang dapat digunakan ketika menghadapi tindak kekerasan.
ilustrasi teknik bela diri. foto:pixabay.com
Bagaimana Cara Penanganan jika sudah Terjadi tindak kekerasan ?
Jika, sudah terlanjur menjadi korban adapun penanganan yang dibutuhkan yaitu penanganan pengaduan, pelayanan kesehatan, pendampingan tokoh agama, bantuan hukum, rehabilitasi sosial, reintegrasi sosial, serta pemulangan. Dan ingat yang paling terpenting jangan takut untuk melapor, karena tindak kekerasan pada perempuan dan anak sudah diatur dalam undang-undang No.12 tahun 2022 tentang pencegahan segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual, penanganan, perlindungan, dan pemulangan hak korban, koordinasi antara pemerintahan pusat dan pemerimtahan daerah, dan kerjasama international agar pencegahan dan penanganan korban kekerasaan seksual dapat terlaksana dengan efektif. UU No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, UU No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (UU-PKDRT), serta UU No.21 tahun 2007 tentang ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan tindak pidana perdagangan orang.
ADVERTISEMENT
ilustrasi badan hukum. foto: pixabay.com