Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ratna Sarumpaet: Sang Penulis Naskah Drama Perempuan Pasca-Orde Baru
4 November 2021 10:46 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Nurashri Shafary tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada awal kemunculan naskah drama pasca orde baru, penulis naskah drama yang kita ketahui dan lebih populer sering kali didominasi oleh para penulis laki-laki. Contohnya, penulis naskah drama yang cukup banyak dikenal oleh khalayak adalah lima penulis laki-laki ini, di antaranya: W.S Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, Nano Riantiarno, dan Akhudiat.
ADVERTISEMENT
Nah, menurut kalian, selain kelima penulis naskah drama laki-laki pasca orde baru tersebut, adakah penulis naskah drama perempuannya? Ya, jawabannya ada. Hanya saja nama penulis ini masih awam di telinga masyarakat. Salah satu penulis perempuan tersebut adalah Ratna Sarumpaet. Ia adalah penulis naskah drama perempuan pada masa itu.
Ratna Sarumpaet merupakan seorang seniman perempuan yang sering bergelut di panggung teater. Ia sering menulis naskah drama dan tampil dalam pementasan drama. Selain itu, ia juga merupakan seorang aktivis dan penggerak politik. Ratna Sarumpaet merupakan kelahiran 16 Juli 1949 di Tarutung, Tapanuli Utara.
Ia besar di lingkungan Batak Kristen yang terkenal aktif dalam politik. Ayahnya adalah Saladin Sarumpaet, Menteri Pertanian dan Perburuhan dalam Kabinet Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan ibunya adalah seorang aktivis hak-hak wanita, Julia Hutabarat. Tak heran, Ratna Sarumpaet sangat senang bergelut di dunia politik. Hal tersebut ternyata menurun dari sosok sang ibu.
ADVERTISEMENT
Tak hanya menggeluti dunia politik, Ratna Sarumpaet kerap kali menghubungkan antara politik dengan kegemarannya di bidang teater. Salah satunya dengan menuliskan naskah-naskah drama yang menyinggung dan mengkritik keadaan politik di Indonesia pada masa itu.
Dikenal sebagai figur yang kerap menghadirkan kontroversi, Ratna Sarumpaet sejatinya sangat hebat di bidang karya sastra, terutama dalam bidang drama. Ia kerap menulis naskah, serta menyutradarai film dan teater. Ia juga mendirikan grup teater pada tahun 1974, dengan nama grup Satu Merah Panggung.
Berkat kemampuan dan kemahirannya di dunia permainan peran, Ratna Sarumpaet juga kerap mendapatkan penghargaan bergengsi dari beberapa film yang pernah ia garap, yaitu Film Lulu (1989), FTV Valada Orang-Orang Tercinta (1990), dan Rumah untuk Mama (1991).
ADVERTISEMENT
Ratna Sarumpaet juga memiliki keberanian yang luar biasa dalam mengungkapkan kritikan yang sangat menonjol pada masa itu, sehingga ia pernah berurusan dengan polisi. Kemudian pada saat menjabat sebagai koordinator SIAGA dan menyelenggarakan Indonesian People Power di Ancol, Jakarta pada 1998, ia ditangkap dan dipenjarakan di Polda Metro Jaya. Sebelum dipindahkan ke Rutan Pondok Bambu, yang kemudian dibebaskan pada tanggal 20 Mei 1998.
Akan tetapi, meskipun Ratna Sarumpaet kerap terlibat kontroversi, siapa sangka ia pernah menjabat sebagai ketua Dewan Kesenian Jakarta, serta menjadi juri Festival Film Indonesia (FFI). Dan kini, ia rutin tampil sebagai panelis atau peserta diskusi panel dalam acara Silat Lidah yang ditampilkan di salah satu stasiun televisi Indonesia, yakni ANTV. Ratna Sarumpaet juga sukses membawa cerita Jamilah Dan Sang Presiden. Film ini pun berhasil dirilis pada tanggal 30 April 2009.
Adapun karya-karya Ratna Sarumpaet yang berhasil mendunia, di antaranya: Marsinah Menggugat, Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah, Anak-Anak Kegelapan, Pelacur dan Presiden dan Jamilah dan Sang Presiden.
ADVERTISEMENT
Salah satu karya Ratna Sarumpaet yang sangat populer dan membekas ialah karyanya yang berjudul Marsinah Menggugat. Ia mengangkat cerita ini berdasarkan kisah nyata Marsinah yang tewas terbunuh. Di dalam naskahnya, ia menuangkan kegelisahannya tentang Marsinah dan menyampaikan pemikiran-pemikiran, serta perasaan Marsinah yang belum sempat tersampaikan oleh Marsinah. Ratna menggambarkan tokoh Marsinah sebagai arwah yang bangkit kembali. Hal ini karena Marsinah merasa terganggu setelah sekian lama kasusnya telah ditutup dan tidak menemukan penyelesaian, serta banyaknya sandiwara yang terjadi dibalik proses hukum kasus tersebut.
Semua peristiwa dituangkan dalam naskah oleh Ratna Sarumpaet dan dibuat hampir sama dengan kejadian aslinya. Tak hanya untuk mengangkat kembali ingatan masyarakat akan kisah pilu yang dialami buruh pabrik, Ratna pun menulis naskah ini dengan tujuan agar masyarakat tahu tentang pemerintahan yang tidak pernah berpihak kepada rakyat kecil, seperti Marsinah. Serta akibat yang terjadi sebagai konsekuensi karena melawan kebijakan yang berwenang.
ADVERTISEMENT
Nah, setelah pemaparan di atas, sekarang kalian tahu, kan? Bahwa Indonesia juga memiliki penulis naskah drama perempuan pasca Orde Baru. Salah satunya, Ratna Sarumpaet. Perempuan yang memiliki keberanian yang luar biasa dalam menyampaikan kegelisahannya dan berani mengkritik keadaan di Indonesia pada masa itu. Ia yang selalu menyisipkan hal-hal berbau politik dalam setiap naskah drama yang diciptakannya agar masyarakat mengetahui tentang kebenaran yang sebenarnya.
Begitulah teman-teman, semoga informasi di atas dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan teman-teman. Selamat beraktivitas kembali!