Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ketika Dompet Menentukan Kesehatan: Kesenjangan Akses Layanan Kesehatan
30 November 2024 17:24 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Nurfadia Sherlita Trihapsari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah majunya teknologi dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan, ada satu hal yang tetap tidak ketinggalan yaitu dompet yang tipis. Seperti katanya, "kesehatan adalah kekayaan". Tetapi untuk sebagian orang, ungkapan itu rasanya hanya cocok untuk menjadi quotes Instagram, karena pada kenyataannya kesehatan mereka lebih sering terabaikan oleh kebutuhan sehari-hari. Ketika biaya dokter dan obat bersaing dengan harga sembako, akses kesehatan akhirnya menjadi ajang pamer bagi yang berdompet tebal. Sementara itu, yang lainnya hanya bisa memilih ingin sembuh, atau bagaimana caranya makan besok?.
ADVERTISEMENT
Disini, kita akan mencoba mengupas bagaimana ketimpangan ekonomi membuat yang kaya semakin sehat, sementara yang miskin semakin bingung mencari obat. Semoga setelah membaca tulisan ini, kita semua bisa berdiskusi bersama mungkin sembari mengopi untuk mencari solusi agar sistem kesehatan tidak hanya menjadi milik mereka yang dompetnya tebal saja, tetapi juga bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat, dari yang kaya sampai yang hanya bisa membayar dengan doa.
Ketimpangan ekonomi sepertinya sudah menjadi isu yang paling ingin diperhatikan, tetapi sayangnya sering diabaikan. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kesenjangan ekonomi menciptakan perbedaan yang sangat nyata dalam akses pelayanan kesehatan. Teknologi dan inovasi dalam medis memang membuat kita bisa merayakan pencapaian besar-besaran di bidang kesehatan, tetapi apa gunanya kalau diluar sana masih saja banyak orang yang hanya bisa gigit jari, dan tidak kebagian jatah kesehatan yang cukup layak? Bahkan kata ‘cukup’ pun tidak bisa menutupi kenyataan itu. Di satu sisi kita senang dengan kemajuan medis, tetapi di sisi lain, banyak yang masih terjebak di dalam jerat kemiskinan yang membuat berobat menjadi mimpi di siang bolong.
ADVERTISEMENT
Pertama-tama, mari kita lihat bagaimana biaya layanan kesehatan bisa menjadi tembok tebal penghalang bagi masyarakat di kalangan bawah. Di banyak negara, termasuk negara yang claimnya memiliki sistem kesehatan yang mumpuni, biaya perawatannya masih bisa membuat jantung copot. Ironisnya, tanpa adanya asuransi, itu pun tidak bisa diobati. Bagi yang penghasilannya pas-pasan, biaya ini sering kali dirasa mustahil dijangkau. Bayangkan saja, jika tabungan yang sudah dikumpulkan dengan proses berdarah-darah bisa langsung habis begitu saja hanya untuk membayar konsultasi dokter, obat, atau prosedur medis lainnya. Tidak heran banyak orang yang lebih memilih meringis di rumah daripada bertemu dokter, sampai pada akhirnya sakitnya semakin parah. Ini bukan sekedar masalah pribadi, tetapi juga masalah sistemik yang anehnya masih dibiarkan saja.
ADVERTISEMENT
Selain itu, akses informasi dan edukasi kesehatan juga menjadi masalah besar. Bagi mereka yang dompetnya tipis, informasi kesehatan berkualitas sepertinya hanya sebuah mitos belaka. Soal pencegahan penyakit atau perawatan yang benar? siapa peduli. Dimana pengetahuan soal vaksinasi, cek kesehatan rutin, dan gaya hidup sehat lebih sering tidak diperhatikan. Alhasil, orang yang sakit makin miskin, yang miskin makin mudah sakit. Lingkaran setan ini kok sepertinya tidak ada ujungnya.
Kesenjangan akses layanan kesehatan bisa kita lihat dari kualitas perawatannya. Rumah sakit yang melayani masyarakat berpenghasilan rendah biasanya sudah mirip seperti terminal bus di jam sibuk. Penuh sesak, sumber daya minim, dan tenaga medisnya tidak tahu ke mana. Waktu tunggu? Jangan ditanya lagi, bisa lebih lama dari antrian sembako murah. Sementara itu, di sisi lain dunia, mereka yang memiliki uang yang cukup bisa menikmati layanan kesehatan yang serba cepat dan canggih seperti layanan VIP. Perbedaan ini semakin jelas, yang kaya semakin sehat, sementara yang miskin? Ya, cukup puas dengan perawatan yang asal ada saja.
ADVERTISEMENT
Tapi, jangan terlalu putus asa, kesenjangan ini bukan kutukan abadi kok. Solusi yang sebenarnya ada, asalkan ada kemauan. Pertama, para pejabat dan pembuat kebijakan bisa menyisihkan sedikit anggaran untuk memperbaiki sistem kesehatan publik, agar semua lapisan masyarakat juga bisa berobat tanpa perlu adanya jual barang di rumah terlebih dahulu. Selain itu, edukasi kesehatan juga seharusnya tidak hanya disampaikan di seminar-seminar yang mewah, tetapi juga turun ke masyarakat yang benar-benar butuh.
Jika hidup di masyarakat yang adil, semestinya layanan kesehatan tidak memakai 'cek saldo' dulu. Kesehatan itu merupakan hak asasi manusia, bukan hak eksklusif untuk yang berdompet tebal. Sudah waktunya kita berhenti pura-pura peduli dan benar-benar memastikan semua orang bisa mendapat layanan kesehatan yang layak. Karena, kalau kesenjangan ini terus dibiarkan, ya selamat tinggal untuk impian hidup sehat dan sejahtera untuk semua.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, kesehatan itu seharusnya menjadi hak semua orang, bukan cuma hak eksklusif untuk yang berdompet tebal. Kalau isi dompet yang menentukan siapa yang bisa ke dokter dan siapa yang harus pura-pura sehat padahal sedang demam, jelas kita sedang kehilangan akal sehat sebagai masyarakat. Coba bayangkan, kalau dunia di mana semua orangnya sama semua, tanpa peduli dompet tipis atau tebal bisa sehat tanpa harus cek saldo dulu. Hal ini adalah PR besar yang harus kita kerjakan bersama-sama. Dengan lebih memikirkan keadilan dan solidaritas dalam urusan kesehatan, kita bisa membuat perubahan yang nyata. Sudah waktunya kita semua sadar, hilangkan batasan-batasan yang tidak penting, dan pastikan kesehatan itu menjadi hak milik semua orang, bukan cuma hak spesial yang kaya saja. Hanya dengan cara ini, kita bisa mencapai masa depan yang lebih waras, di mana semua orang tanpa terkecuali, bisa menikmati kemajuan medis dan hidup yang lebih baik.
ADVERTISEMENT