Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Antara Euthanasia & Perawatan Paliatif: Pertarungan Antara Empati & Etika Medis
22 Oktober 2024 14:40 WIB
·
waktu baca 11 menitTulisan dari Nurhalida Indra Yanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hai teman-teman pembaca!
Mungkin diantara teman-teman semua pernah mendengar istilah "euthanasia" dan "perawatan paliatif," tapi apa sih sebenarnya makna dua kata tersebut? Dan mengapa kedua hal ini dapat saling bersinggungan? Mari kita bahas bersama-sama tentang dua konsep yang sangat penting dalam dunia kesehatan ini.
ADVERTISEMENT
Euthanasia itu apa sih?
Euthanasia merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengakhiri kehidupan seseorang, bertujuan untuk mengurangi penderitaan, terutama pada pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau penyakit terminal. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu "eu" yang berarti baik dan "thanatos" yang berarti kematian, sehingga dapat dimaknai sebagai kematian yang baik atau tanpa kesakitan (Flora, 2022). Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalkan euthanasia pada tahun 2001. Proses ini dimulai dengan pengesahan undang-undang pada 10 April 2001, yang kemudian berlaku efektif sejak 1 April 2002. Undang-undang ini memungkinkan dokter untuk membantu pasien yang menderita penyakit parah dalam mengakhiri hidup mereka (Siregara, 2020).
Terdapat berbagai jenis euthanasia yang dapat dibedakan berdasarkan cara pelaksanaannya. Dari perspektif tindakan yang dilakukan oleh pelaku, euthanasia terbagi menjadi dua kategori, yaitu (Gracia, Ramadhan, and Matheus, 2022):
ADVERTISEMENT
Sementara jika kita melihat dari sudut sudut korban yang memberikan izin, maka euthanasia dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
ADVERTISEMENT
Euthanasia dalam Perspektif Hukum
Euthanasia di Indonesia dianggap melanggar hukum dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 344 KUHP menyatakan bahwa menghilangkan nyawa seseorang atas permintaan sendiri dapat dipidana hingga dua belas tahun. Meskipun euthanasia aktif dilakukan atas permintaan pasien, tetap dianggap sebagai tindak pidana karena tidak ada undang-undang yang secara spesifik mengatur euthanasia di Indonesia. Selain itu, pandangan agama, terutama dalam hukum Islam, mengharamkan euthanasia dan menganggapnya sebagai pelanggaran terhadap hak hidup yang diberikan Tuhan (Siregara, 2020). Filosofi pembentukan undang-undang di Indonesia menekankan penghormatan terhadap jiwa manusia, menganggap nyawa sebagai kuasa Tuhan. Hal ini menyebabkan perdebatan mengenai euthanasia terus berlanjut, dengan Pasal 344 KUHP menjadi penghalang utama dalam penerapan euthanasia di negara Indonesia (Yasin, 2019).
ADVERTISEMENT
Euthanasia dalam Perspektif Kemanusiaan
Euthanasia dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia karena menghilangkan hak seseorang untuk hidup. Sebuah jurnal menyebutkan bahwa euthanasia termasuk dalam kategori pelanggaran HAM yang umum dan diatur oleh pasal 344 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) di Indonesia (Shilvirichiyanti, 2024). Jurnal lain juga menyoroti pentingnya kemanusiaan dan empati, yang menyatakan bahwa euthanasia dapat dianggap positif karena membantu individu mengakhiri penderitaannya, baik melalui cara aktif maupun pasif. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses akhir hidup seseorang demi membebaskannya dari rasa sakit yang dialaminya. (Gracia, Ramadhan, and Matheus, 2022). Secara keseluruhan, perspektifkemanusiaan mengenai euthanasia bervariasi, tetapi biasanya mencakup pembicaraan tentang hak untuk hidup, hak untuk meninggal, dan upaya mengurangi penderitaan.
ADVERTISEMENT
Antara Empati dan Etika Medis
Euthanasia memicu perdebatan antara rasa empati dan prinsip etika medis. Rasa empati dari dokter sangat penting untuk memahami kesakitan yang dialami pasien, terutama dalam situasi terminal, yang sering kali memerlukan pengambilan keputusan yang sulit seperti euthanasia. Para dokter perlu mampu memahami dan menghargai keinginan pasien untuk mengakhiri penderitaan yang berkepanjangan. Hal ini sesuai dengan beberapa definisi euthanasia yang ada di Indonesia, yaitu proses berpindah ke alam baka dengan damai dan tanpa rasa sakit, atau secara sengaja mengakhiri penderitaan dan kehidupan seseorang yang sakit atas permintaan pasien dan keluarganya. (Alamsyah, 2023). Disisi lain etika medis juga menekankan tanggung jawab dokter untuk melindungi kehidupan, sesuai dengan kode etik yang melarang tindakan pengakhiran hidup. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) secara tegas menyatakan bahwa dokter harus selalu mengingat kewajiban untuk melindungi nyawa manusia dan tidak boleh melakukan euthanasia aktif, meskipun pasien meminta hal tersebut. Dalam hal ini, dokter dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan antara memenuhi permintaan pasien dan menjaga integritas profesi mereka. Diskusi ini mencerminkan kompleksitas moral dan hukum terkait euthanasia di berbagai negara, di mana beberapa negara memiliki peraturan yang berbeda dalam mengatur praktik tersebut, seperti Belanda yang mengizinkan euthanasia aktif dengan persetujuan dari pasien. (Jariah, 2015).
ADVERTISEMENT
Isu Penerapan Euthanasia
Euthanasia merupakan topik yang rumit dan penuh perdebatan di seluruh dunia, dengan diskusi yang mencakup berbagai aspek seperti medis, hukum, hak asasi manusia, dan etika. (Yasin dan Mardhatillah, 2019). Belanda adalah negara pertama yang melegalkan euthanasia pada tahun 2001, dengan prosedur permohonan yang ketat, termasuk konseling psikolog dan persetujuan dari dua dokter tentang kondisi pasien yang tidak dapat disembuhkan. Belgia mengikuti pada tahun 2002, menerapkan undang-undang yang mengatur syarat euthanasia, seperti permintaan pasien, informasi lengkap tentang kondisi medis, dan tidak adanya alternatif pengobatan. Pada 2014, Belgia juga melegalkan euthanasia untuk anak-anak dengan persyaratan khusus (Soewondo, 2023). Diskusi mengenai euthanasia sering kali berhubungan dengan keinginan untuk menghargai hak hidup manusia serta nilai-nilai moral. Beberapa agama melarang praktik euthanasia dan bunuh diri yang dibantu, sementara kalangan medis memiliki keberatan karena esensi dari profesi mereka adalah untuk menyembuhkan dan mengurangi penderitaan.
ADVERTISEMENT
Perawatan Paliatif Sebagai Pilihan Ideal
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang sangat sesuai untuk pasien dengan penyakit terminal, yang menekankan pada peningkatan kualitas hidup dan pengurangan rasa sakit, alih-alih hanya berfokus pada penyembuhan (Agustini, 2023). Ini melibatkan dukungan multidisiplin yang memperhatikan aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Sebaliknya, euthanasia dianggap terlarang dalam banyak konteks etika dan hukum karena tidak memberikan jaminan terhadap keputusan yang diambil oleh pasien. Dengan perawatan paliatif, pasien dapat mengalami kematian yang bermartabat dan siap secara psikologis, menghindari rasa sakit yang tidak perlu. Perawatan paliatif lebih ideal karena fokus pada meningkatkan kualitas hidup pasien tanpa mengakhiri hidup mereka. Namun, dalam situasi-situasi ekstrim di mana penderitaan pasien tidak dapat diatasi dengan perawatan paliatif, euthanasia bisa menjadi pilihan terakhir dengan kondisi-kondisi yang sangat spesifik dan ketat. (Fachrezi 2024).
ADVERTISEMENT
Perawatan Paliatif di Indonesia
Perawatan paliatif di Indonesia merupakan suatu pendekatan medis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya yang menghadapi penyakit berat atau terminal. Pendekatan ini mencakup pengelolaan rasa sakit dan gejala lainnya, serta memberikan dukungan psikologis, sosial, dan spiritual. Proses perawatan ini dimulai sejak diagnosis dan berlangsung hingga akhir hidup pasien, tanpa berupaya mempercepat atau menunda kematian. (Maria, 2019)
Perawatan paliatif di Indonesia dimulai pada tahun 1992, ketika pemerintah menetapkannya sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional. Pada tahun tersebut, Peraturan Menteri Kesehatan No. 604/MENKES/SK/IX/1989 memperkenalkan perawatan paliatif dalam program pengendalian kanker. Kemudian, pada tahun 2007, Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan resmi melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 812/MENKES/SK/VII/2007 untuk memperkuat implementasi perawatan paliatif di seluruh negeri (Anandany, 2019).
Perawatan paliatif di Indonesia didasarkan pada prinsip-prinsip yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya, terutama ketika pasien menghadapi penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Berikut adalah prinsip-prinsip dasar perawatan paliatif di Indonesia (Hasrima, 2022):
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Euthanasia adalah isu yang rumit dan sering menimbulkan perdebatan, terutama dalam konteks perawatan paliatif. Perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit terminal dengan cara mengurangi rasa sakit, mengatasi gejala, serta memberikan dukungan emosional dan spiritual.Euthanasia dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Salah satu argumen yang mendukungnya adalah hak individu untuk menentukan nasib mereka sendiri. Banyak pasien yang menderita akibat penyakit terminal merasa tidak memiliki kualitas hidup yang baik. Dalam situasi ini, memberikan pilihan euthanasia dianggap sebagai penghormatan terhadap otonomi pasien. Namun, ada juga pertimbangan etika yang penting di dunia medis. Dokter memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan nyawa dan merawat pasien dengan sebaik-baiknya. Euthanasia bisa bertentangan dengan prinsip dasar profesi medis yang menekankan penyelamatan hidup. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa legalisasi euthanasia dapat menyebabkan penyalahgunaan atau tekanan pada pasien untuk memilih kematian daripada menjalani perawatan paliatif. Perawatan paliatif telah berkembang pesat dan menawarkan berbagai cara untuk mengelola rasa sakit dan gejala lainnya. Dengan pendekatan yang tepat, banyak pasien dapat menemukan kenyamanan dan kedamaian tanpa harus mempertimbangkan euthanasia sebagai pilihan.
Euthanasia merupakan isu yang sangat rumit dan sering kali menimbulkan perdebatan, terutama dalam konteks perawatan paliatif. Berdasarkan data yang telah disajikan, saya percaya bahwa penting untuk membahas euthanasia secara terbuka dan jujur di dalam kerangka perawatan paliatif. Meskipun terdapat argumen yang kuat dari kedua belah pihak, perhatian utama harus tetap pada kebutuhan dan keinginan pasien. Perawatan paliatif seharusnya menjadi pilihan utama namun, jika seseorang menghadapi penderitaan yang tidak tertahankan tanpa harapan untuk sembuh, euthanasia mungkin perlu dipertimbangkan sebagai opsi terakhir dengan pengawasan etis yang ketat. Diskusi mengenai hal ini harus melibatkan semua pihak terkait, termasuk pasien, keluarga, tenaga medis, dan pembuat kebijakan, untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah demi kebaikan pasien dan sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Flora, Henny Saida. 2022. “Jurnal Hukum Kesehatan Indonesia.” Jurnal Hukum Kesehatan Indonesia 01(01):1–10.
Siregara, Rospita. 2020. “Euthanasia Dipandang Dari Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Pasal 344 KUHP Pidana Di Indonesia.” Yure Hermano 4(1):53.
Gracia, Gracia, Dylan Aldianza Ramadhan, and Juan Matheus. 2022. “Implementasi Konsep Euthanasia: Supremasi Hak Asasi Manusia Dan Progresivitas Hukum Di Indonesia.” Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal 2(1):1–24. doi: 10.15294/ipmhi.v2i1.53730.
Yasin, M. 2019. Euthanasia dan Ancaman Pasal 344 KUH Pidana. HukumOnline.Com. https://www.hukumonline.com/berita/a/euthanasia-dan-ancaman-pasal-344-kuh-pidana-lt5dd69042ee7e8/
Yasin M., & A, Mardhatillah. 2019. Euthanasia di Indonesia, Masalah Hukum dari Kisah-Kisah yang Tercatat. HukumOnline.Com. https://www.hukumonline.com/berita/a/euthanasia-di-indonesia--masalah-hukum-dari-kisah-kisah-yang-tercatat-lt5dd4f5e2a4f7f/
Shilvirichiyanti, et al. 2024. Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam. Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran 7(3):6668–6672.
Alamsyah, N., and I. Ismail. 2023. “Kajian Komparatif Atas Larangan Praktek Euthanasia: Perspektif Etika Kedokteran Dan Etika Islam.” El-Waroqoh: Jurnal Ushuluddin Dan Risalat 7(2).
Soewondo, Slamet Sampurno, Syarif Saddam Rivanie Parawansa, and Ulil Amri. 2023. “Konsep Euthanasia Di Berbagai Negara Dan Pembaruannya Di Indonesia.” Media Iuris 6(2):231–54. doi: 10.20473/mi.v6i2.43841.
JARIAH, ANDI AINUN. 2015. “TINDAKAN EUTHANASIA YANG DILAKUKAN OLEH Oleh :” Jurnal Ilmu Hukum.
Septiana, Dewi, Al Sentot Sudarwanto, and Adi Sulistiyono. 2017. “IMPLEMENTASI PENGHENTIAN BANTUAN HIDUP PADA PASIEN TERMINAL DALAM PRESPEKTIF PERLINDUNGAN HAK HIDUP Mahasiswa S2 Program Magister Ilmu Hukum Kesehatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.” Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS V(2):19–28.
Sediatmojo, Agung sediatmojo. 2021. “Kajian Hukum Penghentian Terapi Bantuan Hidup (Withdrawing of Life Support) Dalam Perawatan Paliatif.” YUSTISIA MERDEKA : Jurnal Ilmiah Hukum 7(1):14–26. doi: 10.33319/yume.v7i1.76.
Agustini, N. L. 2023. Buku Ajar Keperawatan Paliatif: Implementasi Appear Model dalam Pembelajaran Berbasis Meaningful Instructional Design. Denpasar: Penerbit Yaguwipa.
Fachrezi, M. A., dan T. Michael. 2024. Kesesuaian Penerapan Euthanasia Terhadap Pasien Kondisi Terminal Atas Persetujuan Keluarga Dalam Hukum Positif Indonesia. 4(1): 228–46.
Maria A. Witjaksono. 2021. Prinsip Perawatan Paliatif dan Aplikasinya. Perhimpunan Onkologi Indonesia DKI Jakarta. https://poijaya.org/2021/03/08/prinsip-perawatan-paliatif-dan-aplikasinya/
Anandany, Arlita, and Suryanto. 2019. “Model Layanan Psikososial (Psychosocial Care) Dalam Perawatan Paliatif Pada Pasien Kanker Payudara.” Prosiding Seminar Nasional 2020 Fakultas Psikologi Umby 98–109.
Hasrima, et al. 2022. Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal. Eureka Media Aksara. Jawa tengah.
ADVERTISEMENT