Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menelaah Mega Skandal Asuransi Jiwasraya: Dimulai dari Pelanggaran Etika
14 November 2023 15:47 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Nuriat Adzariat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
PT Asuransi Jiwasraya memiliki sejarah panjang di Indonesia sejak jaman hindia belanda pada tahun 1859 kemudian pada 23 Maret 1973 statusnya berubah menjadi Persero, lalu menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan saat ini mencatatkan sejarah sebagai salah satu skandal keuangan terbesar di Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp16.81 Triliun dalam rentang waktu 2008-2014.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, Jiwasraya telah lama mengalami kesulitan keuangan serta terdapat indikasi fraud dalam pengelolaan dana investasinya. BPK memberi opini disclaimer pada Jiwasraya atas Laporan Keuangan tahun 2006 dan 2007 karena dinilai melakukan window dressing atau rekayasa akuntansi sehingga menghasilkan laba semu. Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian BUMN mencatatkan ekuitas Jiwasraya -Rp 3,29 triliun karena memiliki aset yang lebih kecil dari kewajibannya.
Asuransi di Indonesia
Jiwasraya adalah perusahaan yang bergerak di bidang asuransi. Menurut KBBI, asuransi adalah “pertanggungan, atau perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat”. Dengan kata lain, asuransi merupakan sebuah proteksi/jaminan jika terjadi sesuatu di kemudian hari atas apa yang kita lindungi bisa berupa jiwa, kesehatan, maupun aset.
ADVERTISEMENT
Asuransi murni yang berdiri sendiri seperti asuransi jiwa dan asuransi kesehatan bukan sesuatu yang umum dimiliki masyarakat Indonesia karena premi asuransi yang dibayarkan tidak akan kembali sekalipun kita tidak mendapatkan musibah apapun. Sebagian besar menganggap membayar premi asuransi merupakan kerugian, tidak dipandang sebagai investasi dan bukan prioritas. Lain halnya dengan masyarakat di negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Inggris dan lain-lain yang menganggap asuransi sebagai salah satu prioritas utama.
Itulah mengapa banyak bermunculan program asuransi di Indonesia yang dikemas satu paket dengan menawarkan keuntungan program investasi di dalamnya. Hal ini tentu menjadi menarik karena selain mendapatkan proteksi juga sekaligus berinvestasi dan mendapatkan keuntungan berlipat di kemudian hari. Demikian juga dengan Jiwasraya yang mengeluarkan program asuransi investasi bernama JS Saving Plan pada pertengahan 2012.
ADVERTISEMENT
JS Saving Plan, Si Sumber Masalah
JS Saving Plan adalah produk asuransi sekaligus investasi atau disebut juga asuransi unit link. Produk inilah yang akhirnya menjadi sumber masalah dan menyebabkan kerugian negara Rp 16,81 triliun. Dikutip dari Aidil Akbar Madjid, perencana keuangan/Ketua Umum Independent Financial Planner Club (IFPC) dalam halaman https://sikapiuangmu.ojk.go.id, unit link adalah “jenis asuransi yang mengkombinasikan asuransi permanen (whole life) dengan produk investasi”.
Produk ini sangat mudah menjangkau nasabah karena ditawarkan melalui bancassurance, sebuah mekanisme penawaran yang dilakukan atas kerja sama dengan entitas perbankan. Tujuh bank yang menjadi agen penjual JS Saving Plan adalah Bank ANZ Indonesia, Bank Tabungan Negara, Bank Rakyat Indonesia, Bank KEB Hana, Standard Chartered Bank, Bank QNB Indonesia, dan Bank Victoria International (BVIC).
ADVERTISEMENT
Hal yang membuat produk unit link Jiwasraya ini menarik adalah bunga yang ditawarkan sangat tinggi yaitu sekitar 9-13% (CNBC Indonesia), bahkan bunga pasti atau fixed rate yang dijanjikan mencapai 10% dengan periode pencairan setiap tahun. Bunga tersebut bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan jauh di atas rata-rata bunga deposito yang hanya 5-7% per tahun.
Iming-iming bunga yang terlalu tinggi dan cenderung tidak realistis dari pihak Jiwasraya mempunyai tujuan untuk menarik nasabah adalah sebuah tindakan yang tidak profesional dan tidak beretika. Hal ini mengingat Jiwasraya sendiri sudah mengalami guncangan keuangan yang tidak sepele serta telah terbukti melakukan tindakan window dressing pada Laporan Keuangan (LK) 2006-2007 sehingga memperoleh opini disclaimer. Hal ini merupakan tanda bahwa diterbitkannya produk JS Saving Plan adalah upaya untuk meraup dana nasabah dan menutup kondisi keuangan perusahaan yang sudah carut marut.
ADVERTISEMENT
Reasuransi
Sebelumnya dari tahun 2008 hingga 2012 Jiwasraya juga telah melakukan reasuransi dan akhirnya berhasil memperoleh surplus sebesar Rp 1,3 triliun pada 2012. Namun reasuransi adalah solusi jangka pendek dan tidak memiliki keuntungan ekonomis sama sekali. Reasuransi dilakukan seolah-olah hanya untuk membuat keuntungan semu.
Dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Perusahaan tentang disebutkan bahwa jenis usaha perasuransian terdiri dari usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Dijelaskan oleh OJK dalam website-nya bahwa "Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi Jiwa".
OJK juga menjelaskan bahwa perusahaan reasuransi membantu perusahaan asuransi dalam hal memperbesar kapasitas penerimaan risiko-risiko tertentu oleh perusahaan asuransi, penyebaran risiko yang ditanggungnya, stabilisasi keuntungan perusahaan, meminimkan cadangan teknis yang dibutuhkan, mengembangkan kegiatan perusahaan serta peningkatan asas profesionalisme dan daya saing perusahaan.
ADVERTISEMENT
Lemahnya Fungsi Pengawasan Entitas Pemerintah
Terkait langkah reasuransi yang dilakukan Jiwasraya, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) saat itu memberikan rekomendasi kepada Jiwasraya agar memiliki alternatif jangka panjang yang komprehensif dan fundamental. Di sini Bapepam-LK sebagai salah satu entitas pengawas (sesuai dengan PMK No 184 Tahun 2010 pasal 1495) seharusnya sangat paham dengan kondisi Jiwasraya dan berbagai manuver yang dilakukan untuk terlihat sehat. Namun, pada tahun berikutnya Bapepam-LK justru memberikan izin rilis produk JS Saving Plan milik Jiwasraya, lengkap dengan sistem bancasurrance dengan bunga yang ditawarkan sebesar 9-13%.
OJK selaku salah satu entitas pengawas pada tahun 2014 telah meminta Kementerian BUMN untuk melakukan penyehatan keuangan ke Jiwasraya karena pada saat itu Jiwasraya memiliki permasalahan rasio solvabilitas kurang dari 120%. Rasio solvabilitas menurut Kasmir (2019:152) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang, atau menurut M Hanafi dan Abdul Halim (2012:75) rasio solvabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan dari suatu perusahaan dalam memenuhi semua kewajiban jangka panjangnya. Jadi semakin tinggi rasio solvabilitas semakin meningkatkan resiko kebangkrutan perusahaan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan fakta rasio solvabilitas tersebut, OJK dan Kementerian BUMN sangat sadar akan potensi kebangkrutan dari Jiwasraya. Namun itu juga tidak dapat mencegah Jiwasraya untuk mensponsori klub bola Manchester City di mana Jiwasraya harus membayar Rp 7,5 miliar per tahun selama 2014-2018.
Hary Prasetyo, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya pada saat itu menyampaikan alasan bahwa Jiwasraya perlu melakukan rebranding, salah satunya dengan melakukan investasi di Manchester City dengan harapan dapat menarik minat masyarakat Indonesia untuk berinvestasi ke asuransi Jiwasraya.
Banyak yang menilai tindakan mensponsori klub bola dalam keadaan nyaris bangkrut tidak profesional dan bijaksana. Salah satunya disampaikan oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga pada 26 Desember 2019 dengan mengatakan “bayangkan 2014 posisinya Jiwasraya sudah jelek, dia masih memikat dirinya dengan menjadi sponsor klub Manchester City. Padahal kondisi sahamnya jelek".
ADVERTISEMENT
BPK kembali melakukan audit pada tahun 2015 dan menemukan indikasi penyalahgunaan wewenang, kewajiban yang understated, dan juga laporan aset dan investasi keuangan yang overstated. Dalam kurun waktu 2015-2018 telah dilakukan investigasi dan pemeriksanaan baik dari BPK, OJK, Kantor Akuntan Publik, dan Kementerian BUMN hingga pada 10 Oktober 2018 Jiwasraya mengumumkan kegagalan membayar klaim asuransi para nasabahnya sebesar Rp 802 miliar hingga pada akhirnya berdasarkan penghitungan BPK, Jiwasraya dinyatakan merugikan negara sebesar Rp 16,81 triliun.
Prinsip Etika dalam Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan berterkaitan erat dengan perilaku dan tidak dapat lepas dari sisi etika, di mana menurut Consultative Committee of Accountancy Bodies (CCAB) yang ditulis di dalam pedoman penyusunan ethical conduct berjudul Developing and Implementing a Code of Ethical Conduct (2014) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan yang etis adalah yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pendekatan teori etika lainnya adalah teori teleologi yaitu keputusan atau tindakan yang baik mempunyai tujuan dan hasil akhir/impact yang baik juga, sedangkan teori virtue ethics lebih menekankan karakter baik secara moral dari seseorang (Standford Encyclopedia of Philosophy). Teori ini sejalan dengan prinsip-prinsip etika yang dijelaskan sebelumnya.
Pelanggaran Etika dalam Kasus Jiwasraya
Setelah menelaah lebih dalam kronologi kasus Jiwasraya, terdapat indikasi terjadinya pelanggaran etika dan praktek korupsi yang masif oleh Jiwasraya seperti diantaranya pengelolaan dana investasi yang ceroboh pada saham-saham dengan kinerja buruk dan manipulasi data pada laporan keuangan supaya terlihat baik.
Prinsip etika yang dilanggar juga terkait dengan menjanjikan bunga yang tinggi dan tidak realistis atas produk JS Saving Plan dan tidak memberi edukasi yang benar kepada calon nasabah. Sistem bancassurance yang digunakan juga seolah-olah menggiring masyarakat untuk dapat lebih percaya kepada Jiwasraya karena bekerja sama dengan bank-bank yang memiliki nama baik bahkan diantaranya adalah milik pemerintah. Selain itu tindakan mensponsori klub bola Manchester City di tengah kesulitan membayarkan klaim asuransi tentu menyakitkan bagi para nasabah.
ADVERTISEMENT
Jika satu saja minimal prinsip etika dilakukan yaitu integritas, melakukan hal yang benar sejak awal terjadi goncangan keuangan dengan memperbaiki pengelolaan, jujur kepada para pengawas yaitu OJK, Bapepam-LK, maupun Kementerian BUMN, ada kemungkinan Jiwasraya dapat memperbaiki kondisi keuangannya, dan melakukan rekomendasi-rekomendasi dari BPK ketika dilakukan pemeriksaan dan bukan malah melakukan window dressing.
Jika integritas dan core values yang ada di Jiwasraya sebagai BUMN diterapkan secara tone of the top ke seluruh level direksi dan pegawai hingga nasabah sebagai counterpart utama, hal-hal yang bertentangan dengan pelanggaran etika akan dapat dicegah.