Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Riang vs Everybody
6 Juni 2023 10:41 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Nur Khafi Udin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Riang Prasetya ketua RT 011/03 Pluit , Penjaringan, Jakarta Utara mendadak viral karena berani melawan 42 pemilik rumah toko (ruko) di Blok Z4 Utara dan Blok Z8 Selatan yang melakukan pelebaran rumah toko (ruko) kurang lebih empat meter hingga memakan bahu jalan dan menutup saluran air dengan keramik. Hal ini menyebabkan penyempitan jalan umum yang hanya tersisa enam meter.
ADVERTISEMENT
Pelanggaran tata ruang di DKI Jakarta memang bukan wajah baru, hal ini sudah terjadi sejak zaman dulu. Patut disayangkan, semua itu terjadi karena pemilik bangunan main mata dengan aparatur pemerintahan. Alhasil, pelanggaran seperti ini seolah-olah harus menjadi pemakluman masyarakat sehingga terjadi pelanggaran massal.
Menurut undang-undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Bahkan dalam pasal 2 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan ada beberapa prinsip dalam menata ruang, seperti keterpaduan, keserasian, keselarasan, keseimbangan, keberlanjutan, kedayagunaan, dan keberhasilan pendayagunaan.
Selain itu, prinsip lain adalah keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan umum, kepastian hukum dan keadilan, serta akuntabilitas. Padahal dalam proses menciptakan tata ruang seperti dalam prinsip tersebut, pemerintah tingkat desa dibantu oleh Polisi Pamong Praja sering melakukan patroli untuk menegakkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum.
ADVERTISEMENT
Seperti membersihkan baliho-baliho liar yang mengganggu mata masyarakat. Dalam proses tersebut harusnya aparat tingkat desa dan SatPol PP mampu mendeteksi kejanggalan-kejanggalan penyerobotan fasilitas umum seperti yang dilakukan pemilik Ruko.
Namun fakta di lapangan berbeda, kadang-kadang mereka hanya membersihkan baliho milik kelompok tertentu, sedangkan baliho kerabat, orang dekat, atau tokoh yang mereka hormati tidak dibersihkan juga. Jika menertibkan baliho saja tidak beres, wajar jika aparat Desa dan SatPol PP tutup mata dengan pelanggaran yang dilakukan pemilik Ruko tersebut.
Pejabat Indonesia Butuh Mental Seperti Riang
Jabatan Riang memang setingkat rukun tetangga, namun mental dan nyali Riang setara Gubernur DKI. Protes Riang terhadap pemilik rumah toko (ruko ) bukan sekadar guyon atau membangun citra di media sosial. Riang pernah melaporkan pelanggaran tersebut kepada Kelurahan Pluit dan Kecamatan Penjaringan.
ADVERTISEMENT
Hal itu dia lakukan karena pelanggaran izin mendirikan bangunan (IMB) dan batas garis sepadan bangunan (GSB) yang menyerobot bahu jalan dan menutup saluran air dengan keramik telah membuat daerah tersebut menjadi langganan banjir sejak 2019 hingga 2023. Namun pihak desa maupun kecamatan tidak menyambut baik laporan Riang.
Langkah Riang Prasetya harus mendapat apresiasi, tidak semua aparatur tingkat bawah berani melawan pelanggar aturan. Benar, keberanian Riang didukung kecerdasan dan keterampilan sebagai pengacara, namun banyak juga orang pintar dan terampil, bahkan memiliki jabatan mentereng tidak berani seperti Riang.
Tentu membekali diri dengan berani dan pintar belum cukup untuk melawan pelanggar aturan. Senjata utama untuk melawan pelanggar aturan adalah “bersih”. Artinya jangan sampai orang yang niat melawan para pelanggar aturan tersebut terbiasa dengan suap atau salam tempel.
ADVERTISEMENT
Wajah Jakarta yang masih semrawut terjadi karena tata ruang masih kacau. Tata ruang yang kacau terjadi karena aparatur penegak hukum masih lemah dalam menegakkan aturan. Akibatnya banyak bangunan liar yang melanggar aturan seperti pemilik Ruko di blok Z4 Utara dan Blok Z8 Selatan. Tata ruang yang tidak ramah tersebut dapat mengakibatkan petaka, seperti seperti banjir.
Untuk melakukan perbaikan, aparatur negara harus menirukan mental dan keberanian Riang Prasetya yang bekerja sesuai tugas dan fungsi untuk kepentingan masyarakat. Pelanggar aturan tidak boleh mendapat toleransi. Karena dampak yang timbul bukan hanya sekarang, namun anak cucu kita turut menanggung rasa egois dan serakah dari sebagian orang hanya untuk kepentingan pribadi.