Konten dari Pengguna

Uang Panai Suku Bugis: Mahar atau Mahal?

Nurul Qhomariya mt
Mahasiswi Universitas muhammadiyah surabaya
30 Oktober 2024 8:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurul Qhomariya mt tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Uang Panai suku Bugis, foto by nurul qhomariya.mt
zoom-in-whitePerbesar
Uang Panai suku Bugis, foto by nurul qhomariya.mt
ADVERTISEMENT
Uang Panai dan suku Bugis merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Telah menjadi rahasia umum bahwa suku terbesar yang berada di Sulawesi ini masih sangat kental akan adat dan istiadat yang mereka tetap dilestarikan dari zaman dulu. Salah satu hal yang menarik perhatian adalah megahnya pernikahan yang dilakukan oleh masyarakata duku bugis dengan nilai Uang Panai yang cukup fantastis.
ADVERTISEMENT
Uang panai merupakan salah satu tradisi dalam budaya pernikahan di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan. Secara harfiah berarti "uang yang dibawa" dan biasanya diberikan oleh pihak lelaki kepada pihak perempuan sebagai bagian dari prosesi pernikahan. Dalam konteks ini, uang panai berfungsi sebagai simbol penghormatan dan pengakuan terhadap keluarga perempuan. Meskipun demikian, jumlah uang panai sering kali menjadi perdebatan, dengan beberapa pihak menganggapnya terlalu tinggi dan tidak realistis.
Uang Panai sering kali dihubungkan dengan tingkat keseriusan pihak laki-laki terhadap pihak perempuan, semakin besar nilai Uang Panai yang diberikan dapat menjadi indikator pihak keluarga perempuan untuk melihat tingkat keseriusan pihak laki-laki. Opini ini terus berkembang dimasyarakat hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Tingginya nominal Uang Panai dapat dilihat berdasarkan status sosial, pekerjaan, dan pendidikan. Disatu sisi Uang panai merupakan simbol penghormatan pihak laki-laki terhadap pihak perempuan, namun disisi lain cenderung mendeskriminasi pihak-pihak tertentu demi mendapatkan validasi status sosial dimata masyarakat.
Tingginya uang panai dapat menimbulkan tekanan bagi pihak lelaki, terutama jika mereka berasal dari kalangan ekonomi yang terbatas. Nominal yang tinggi pada Uang Panai dapat membuat pernikahan terasa lebih seperti transaksi bisnis daripada suatu ikatan emosional. Hal ini menyebabkan meningkatnya angka Silariang (kawin lari) dikarenakan pihak laki-laki tidak mampu memenuhi nominal Uang Panai yang telah ditetapkan oleh pihak keluarga perempuan.
Tindakan deskriminatif ini mengakibatkan laki-laki yang berasal dari latar belakang ekonomi dan keluarga biasa dirasa kurang pantas untuk menikahi wanita dengan status sosial yang lebih tinggi. Laki-laki yang mencari uang dengan hasil jerih payah sendiri sudah seharusnya tidak dapat dibandingkan dengan laki-laki yang lahir dengan keadaan ekonomi yang bagus.
ADVERTISEMENT
Tulisan saya diatas berdasarkan opini pribadi dan tidak bermaksud untuk menyudutkan pihak tertentu. Diharapkan perubahan zaman tidak menjadikan pemaknaan Uang Panai sebagai Simbol keseriusan dan penghargaan laki-laki menjadi makna yang berbeda.