Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Seni Melepaskan: Ketika Merelakan Membawa Kebahagiaan
11 Desember 2024 16:22 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari nurulsabrina0413 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap orang pasti pernah dihadapkan pada kehilangan. Kehilangan orang yang dicintai, harapan yang kandas, atau bahkan waktu yang tak mungkin kembali. Bagi saya, kehilangan adalah guru yang tak terduga. Awalnya, rasanya seperti luka yang tak akan sembuh. Namun, seiring waktu, saya menyadari bahwa melepaskan bukanlah tanda kelemahan, melainkan keberanian untuk melangkah maju.
ADVERTISEMENT
Momen kehilangan seseorang yang berarti dalam hidup saya pernah mengajarkan betapa sulitnya merelakan. Hari-hari di awal kehilangan, saya selalu dipenuhi oleh tangis dan penyesalan. Namun, ada satu pelajaran penting: hidup harus terus berjalan. "Life must go on", begitu kata hati saya setiap kali ingin menyerah. Menerima kenyataan tak berarti melupakan. Sebaliknya, menerima kenyataan adalah bentuk penghormatan pada apa yang pernah ada dan kesempatan untuk melangkah ke babak baru.
Merelakan bukan sekadar membiarkan sesuatu berlalu, melainkan juga memahami bahwa kebahagiaan sejati datang dari melepaskan kendali atas hal-hal yang tidak bisa kita ubah. Filosofi Stoisisme, yang digagas oleh Marcus Aurelius, menawarkan pandangan yang relevan. Dalam Stoisisme, manusia diajarkan untuk fokus pada apa yang bisa dikontrol, dan membiarkan hal-hal di luar kendali berjalan sesuai hukum alam. Buku seperti The Obstacle Is the Way karya Ryan Holiday menggambarkan bagaimana menghadapi rintangan justru menjadi jalan menuju kebahagiaan.
ADVERTISEMENT
Tapi mari kita jujur: merelakan sering kali terasa lebih sulit daripada mempertahankan. Mengapa? Karena mempertahankan memberi ilusi kendali, sedangkan melepaskan menuntut kita untuk menghadapi ketidakpastian. Namun, di balik ketidakpastian itulah letak kedamaian dalam hidup kita. Ketika saya mulai merelakan, baik kehilangan seseorang maupun waktu yang saya habiskan demi mengejar mimpi, saya menemukan versi diri saya yang lebih bebas dan lebih kuat.
Merelakan bukan berarti menyerah. Merelakan adalah seni menyelaraskan diri dengan kenyataan, dengan tetap menjaga semangat untuk hidup. Bagi generasi muda, terutama Gen Z, yang sering dihadapkan pada tekanan untuk terus berjuang tanpa henti, setidaknya kita harus memahami bahwa merelakan juga merupakan bagian dari perjalanan hidup. Apa yang hilang bukan berarti membuat kita jadi melangkah mundur, melainkan menjadi pijakan untuk melompat lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Jika kamu sedang bergumul dengan rasa kehilangan atau dalam perjuangan untuk merelakan sesuatu, ingatlah ini: kebahagiaan tidak selalu datang dari memiliki, tapi dari kemampuan untuk berdamai dengan apa yang tidak bisa kita genggam. Jadi, apa yang masih kamu pertahankan hari ini? Apakah itu membuatmu bahagia, atau justru menjadi beban? Jika jawabannya adalah yang kedua, mungkin saatnya untuk belajar seni melepaskan. Karena di sanalah, kebahagiaan sejati menanti.