Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Antara Musik, Puisi, dan Sastra
2 November 2022 20:30 WIB
Tulisan dari Rabika Rabbil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awal menyukai Sastra
Dahulu saya sangat tidak suka membaca ataupun menulis terlebih lagi tentang dunia sastra, tetapi ketika saya memasuki dunia perkuliahan dan saya mengambil jurusan sastra Indonesia karena saya ingin menjadi seorang guru, ternyata sastra itu sangat luas sampai pada akhirnya saya sering melihat orang-orang di sekeliling saya menulis di dinding-dinding kedai kopi milik saya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, saya menanyakan tentang apa yang ditulis pada saat itu. Dan mereka menjawab kami sedang menulis puisi untuk diri sendiri, entah itu yang terukir di dalam hidup mereka atau yang tercatat di pikiran mereka. Lantas, saya sering bertanya-tanya pada diri saya sendiri, mengapa saya tidak pernah tertarik kepada tulisan-tulisan puisi atau bahkan membaca itu di media sosial?
Saya akan menyebut suatu kalimat puisi yang membuat saya terpesona dengan kalimat puisi itu. Cara saya menilai puisi pada saat itu adalah dengan melihat judulnya. Contohnya, motivasi kehidupan, salah satu puisi yang diciptakan oleh teman saya dan membuat saya mengernyit kebingungan. Sepertinya atas dasar itulah kenapa saya tidak pernah tertarik, apalagi asyik, dan membuat saya tidak percaya diri untuk menulis puisi ataupun membaca puisi-puisi yang berseliweran di media sosial.
Akan tetapi, itu tidak berarti saya mengatakan puisi-puisi yang mejeng di timeline media sosial itu jelek. Saya setuju bahwa ini adalah persoalan selera masing-masing.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, setelah saya perhatikan akun-akun yang khusus mengunggah kata-kata motivasi itu, saya menyimpulkan bahwa puisi, di mata mereka, adalah persoalan jalan hidup ataupun masalah yang mereka alami, dan puisi hanya dipahami sebagai pelepas dan peringan rindu yang konon katanya berat. Saya juga melihat kecenderungan bahwa puisi-puisi Instagram itu diperlakukan sebagai perwakilan suara yang selama ini terpendam terhadap masalah hidupnya. Kemudian, kecenderungan-kecenderungan itu dituliskan dalam beberapa bait saja.
Karena saya pernah membaca sedikit tentang puisi milik Sapardi dan saya pernah mendengarkan lagu dan band yang memasukan nama beliau di lirik lagunya, sejak itu, saya berani mengatakan bahwa semua penyair besar adalah mereka yang punya kebiasaan yang baik dalam membaca.
ADVERTISEMENT
Dan pada akhirnya saya memberanikan dari untuk menulis puisi dan ditambah lagi saya juga menerima mata kuliah berjudul Telaah Puisi di kampus saya, puisi pertama saya yaitu tentang perjalanan hidup dan cinta, seiringnya waktu saya jadi sering membaca, menonton flim, mendengarkan lagu, sampai akhirnya saya terpikir untuk membuat lagu dari puisi yang sudah saya tulis sejak lama.
Maka terciptalah sebuah lagu dari puisi yang saya buat berjudul Summer Time. Lagu tersebut kini bisa diakses diberbagai platform musik seperti Spotify, Deezer, Youtube Music, dan lainnya. Jika kalian ingin mendnegarkan lagu saya, kalian bisa cek di link berikut ini: https://open.spotify.com/track/0VCB8gvtJYaKVElNhnvVPU?si=YcxFitWZRTGT92ai0qQ_lQ