Konten dari Pengguna

Melihat Sengketa Merek KASO Vs KasoMAX

Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H
Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
1 Oktober 2024 20:39 WIB
·
waktu baca 12 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prof. Dr. Ok Saidin SH M. Hum H tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Rangka Baja Ringan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Rangka Baja Ringan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sengketa merek dalam beberapa dekade ini mulai meningkat. Mulai dari sengketa yang diselesaikan melalui Komisi Banding Merek, sampai pada sengketa yang diselesaikan melalui Pengadilan Niaga.
ADVERTISEMENT
Menjadi menarik ketika Akbar Faisal yang selama ini lebih banyak membahas soal politik melalui online podcast yang disiarkan melalui platform Youtube justru menggelar dialog soal ini. Dalam podcast tersebut, beliau menghadirkan Tedy Anggoro, mantan Ketua Komisi Banding Merek, dan Nugraha “Egi” Bratakusumah.
Dalam pembahasannya, persoalan justru muncul seolah-olah kesalahan itu ada pada Kementerian Hukum dan HAM RI, dalam hal ini Ditjen Kekayaan Intelektual (Ditjen KI), yang menerima pendaftaran merek KASO 14 tahun lalu, tapi juga menerima merek KasoMAX tiga tahun lalu.
Tedy Anggoro, yang waktu itu menjabat sebagai Ketua Komisi Banding Merek, bahkan juga ikut mempertanyakan, mengapa pihak Ditjen KI tidak menginisiasi penyelesaian sengketa merek ini melalui mediasi? Padahal sebelumnya, pemeriksa merek dari Kantor Merek telah menolak permohonan merek KasoMAX untuk didaftarkan, namun Komisi Banding Merek yang saat itu dipimpin Tedy justru mengabulkannya.
ADVERTISEMENT
Bak menepuk air di dulang, terpecik muka sendiri. Setelah tak lagi menjabat sebagai Ketua Komisi Banding Merek, kini Tedy tampil sebagai kuasa hukum pemilik merek KasoMAX. Ada afiliasi antara Tedy Anggoro dengan pemilik merek KasoMAX.
Tulisan ini sekadar ingin membangi pengetahuan untuk meluruskan pemahaman bersama tentang arti penting seluk-beluk perlindungan merek terkait perseteruan merek KASO dan KasoMAX.

Apakah Kata “Kaso” Adalah Kata yang Umum?

Ilustrasi sengketa merek. Foto: Shutterstock
Filosofi pendaftaran merek itu bersandar pada daya pembeda. Akan tetapi tak cukup hanya itu saja. Daya pembeda itu tak boleh menyesatkan konsumen. Daya pembeda itu tak boleh di latar belakangi ingin “mendompleng” popularitas merek yang sudah terdaftar sebelumnya. Daya pembeda itu harus didasarkan pada iktikad baik (vide Pasal 21 ayat (3) UU Merek dan Indikasi UU No.20 Tahun 2016 (UUMIG 2016).
ADVERTISEMENT
Jika merek tak punya daya pembeda, maka merek itu tak boleh didaftarkan karena fungsi merek sejak awal adalah untuk membedakan produk barang atau jasa yang digunakan dalam lalu lintas perdagangan. Barang berupa kopi tak boleh didaftarkan dengan merek “KOPI”, akan tetapi menjadi boleh ketika didaftarkan menjadi “Kopi Kapal Api”. Unsur daya pembeda itu ada pada kata “Kapal Api”.
Kata “kopi” sudah menjadi kata umum atau kata yang menjadi milik umum. Pasal 20 huruf b UUMIG 2016, menyebutkan: merek tidak dapat didaftarkan jika merek itu sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
Terkait dengan merek “KASO”, apakah kata “KASO” itu merupakan kata yang sama dengan atau berkaitan dengan atau menyebut nama barang yang sama dengan merek yang dimohonkan pendaftarannya? Untuk menjawab pertanyaan itu maka yang harus dijadikan rujukan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Di KBBI tak ada memuat kata “kaso”, yang ada, adalah kata “kasau” yang berarti kayu atau bambu yang dipasang melintang seakan-akan merupakan tulang rusuk pada atap rumah, jembatan, balai-balai, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Kasau adalah kata yang berasal dari Bahasa Melayu yang kemudian menjadi Bahasa Indonesia. Kata “KASO” adalah bentuk yang tidak baku yang dipengaruhi oleh dialek Bahasa Jawa. Banyak kata-kata yang tidak baku yang berasal dari dialek Bahasa jawa seperti kata “pantai” menjadi “pante”, “binjai” menjadi “binje”, ‘cabai: menjadi “cabe”, “bangau” menjadi “bango”, “pisau” menjadi “piso”, dan “kasau” menjadi “kaso”.
Dalam mengantarkan diskusi melalui poscastnya, Bung Akbar Faisal menyebut sengketa ini adalah sengketa brand untuk jenis produk “baja ringan”, bukan produk kasau atau rangka atap. Apalagi Kaso sudah memiliki nama dan sudah terdaftar lebih awal yakni 14 tahun yang lalu dan jika dibandingkan dengan merek “KasoMAX” yang terdaftar kemudian yakni 3 tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu kata “KASO” bukan kata umum atau kata generik, karena hanya diketahui oleh kelompok etnik tertentu. Seperti kata “bangau” kemudian didaftarkan menjadi produk kecap “bango”. Atau kata “piso” untuk produk barang berupa “pisau”. Apakah kata “piso” atau “bango” berkaitan dengan nama produk? KBBI menjawab, tidak. Itu adalah dialek dalam Bahasa daerah.
Kata “tiam” yang berasal dari Bahasa Hokkien artinya “kedai”. Kedai kopi ditulis dengan “Kopi Tiam” akan tetapi tidak menjadi kata umum (generik) ketika didaftarkan untuk merek jasa pada kelas 43 untuk usaha jasa kedai kopi. Sehingga merek “Kopi Tiam” diterima pendaftarannya. Kata “TIAM” tidak menjadi kata umum atau berkaitan dengan jasa yang dimohonkan pendaftaran mereknya.
Begitulah merek “KASO” untuk jenis barang berupa logam metal atau bahan aluminium yang tidak saja dipakai untuk rangka atap, akan tetapi dapat dipergunakan untuk rangka dinding dan lain sebagainya. Artinya yang tak bisa didaftarkan adalah kalau mereknya “kasau” untuk rangka atap, akan tetapi menjadi boleh didaftarkan ketika menggunakan kata “KASO” karena kata “kaso” bukan kata umum, seperti “TIAM” bukan kata umum.
ADVERTISEMENT
Dengan analogi itu, maka merek “kaso” menjadi merek yang eksklusif yang dilindungi dan diberikan oleh negara kepada pendaftar pertama. Setelah 14 tahun terdaftar, maka merek “KASO” menjadi eksis dan oleh konsumen dipandang sebagai merek yang memiliki daya pembeda yang sangat tinggi, sehingga pemiliknya menjadi pemegang hak eksklusif yang dapat dimonopoli dan pihak lain tak boleh menggunakannya tanpa seizin pemiliknya.
Ilustrasi Rangka Baja Ringan. Foto: Shutterstock

Bagaimana dengan Merek KasoMAX?

Oleh karena merek “KASO” lebih dahulu terdaftar, maka menurut prinsip first to file, merek “KASO” menjadi hak eksklusif pendaftar pertama yakni PT. Tatalogam Lestari. Penambahan kata “MAX” menjadi “KasoMAX” memanglah menimbulkan kesan perbedaan dengan merek “KASO”. Akan tetapi dalam pemberian hak merek kepada pemohon Merek “KasoMAX” tak cukup hanya dengan alasan perbedaan semata. Pemeriksa pada Kantor Merek DJKI akan melihat lagi apakah merek itu didaftar di dalamnya terdapat unsur mendompleng (passing off) atau menumpang popularitas merek “KASO”.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya mengapa tidak memilih merek dengan nama yang benar-benar orisinal, misalnya “KALAMAX”?
Merek “KASO” telah eksis selama 14 tahun sudah masuk pada periode perpanjangan kedua. Bahwa Merek “KALAMAX” juga diterima pendaftarannya, ini memberi peluang kepada pemegang merek “KASO” untuk menuntut pembatalan yang dimungkinkan oleh Pasal 76 dan 77 UUMIG 2016. Unsur menumpang popularitas merek lain itu tampak pada merek “Belly” dengan “Bally” sekalipun mempunyai daya pembeda. Merek “Aqua” dengan “Aquaria” juga memiliki daya pembeda. Merek “Carvil” dengan “Carcil” juga memiliki daya pembeda.
Merek “KASO” dengan “KasoMAX” juga memiliki daya pembeda. Akan tetapi apakah dengan daya pembeda itu sudah dapat permohonan pendaftaran merek itu dikabulkan?
Pemeriksa Merek harus melihat secara utuh, apakah tanda pembeda yang dijadikan Merek itu telah memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Tak cukup pada daya pembeda saja, tetapi harus dilihat juga apakah merek itu didaftarkan dengan iktikad baik? Siapa yang lebih dulu mendaftarkan merek itu? Pertanyaan yang disebut terakhir ini dikenal dengan prinsip “first to file”.
ADVERTISEMENT
Persyaratan itu telah ditentukan secara limitatif dalam UUMIG 2016. yang dalam Pasal 21 menyatakan;
ADVERTISEMENT
Berpedoman pada norma undang-undang tersebut, maka tampak bahwa DJKI menolak Merek “KasoMAX” yang terdaftar tanggal 7 Oktober 2021 mengacu pada ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan Ayat (3) UUMIG 2016, yakni memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar lebih dahulu yakni merek “KASO” yang telah terdaftar sejak tanggal 14 Januari 2010 dengan nomor pendaftaran IDM000232806.
Ada indikasi (dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah) Merek “KasoMAX” didaftarkan dengan iktikad tidak baik yakni mengambil kata “KASO” sebagai merek yang telah diperkenalkan dan dipergunakan oleh pihak lain terlebih dahulu dengan menambahkan kata “MAX”. Dikatakan pendaftar “KasoMAX” memiliki iktikad tidak baik, karena menumpang popularitas Merek “KASO” dan mengambil kata ”KASO” untuk mereknya dengan menambahkan kata “MAX” . Seolah-olah ini menjadi produk rangka dari bahan baja ringan dari perusahaan yang sama namun memiliki kualitas yang maksimal dan dijual dengan harga yang lebih murah. Ini akan dapat mengecoh atau menyesatkan konsumen.
Ilustrasi membangun personal branding. Foto: Shutter Stock

Awalnya Merek KasoMAX Ditolak DJKI

Pada pemeriksaan substantif di Kantor Merek DJKI, pemeriksa sudah menolak pendaftaran Merek “KasoMAX”. Pada tahap awal proses pendaftaran di DJKI pada fase pengumuman, pemilik merek KASO mengajukan keberatan oposisi atas pendaftaran merek KasoMAX. Alasannya merek KasoMAX memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek KASO (vide Pasal 21 UUMIG 2016).
ADVERTISEMENT
Setelah melalui pemeriksaan substantif, DJKI menolak permohonan pendaftaran merek KasoMAX tersebut. Atas penolakan dari DJKI tersebut, pemilik merek KasoMAX melakukan upaya hukum yakni mengajukan keberatan melalui Komisi Banding Merek yang pada waktu itu diketuai oleh Tedy Anggoro.
Komisi Banding Merek (KBM) mengabulkan permohonan banding dan memberikan putusan mengabulkan permohonan pendaftaran merek KasoMAX tersebut yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Banding merek atas nama Tedi Anggoro.
Dengan dikabulkannya permohonan pendaftaran merek tersebut, maka menjadi dasar DJKI untuk menerbitkan sertifikat merek KasoMAX tersebut atas nama pemohon.
Pihak pemegang merek KASO keberatan, lalu kemudian mengajukan gugatan pembatalan merek melalui Pengadilan Niaga. Pemilik Merek KASO melakukan upaya hukum yaitu mengajukan gugatan pembatalan merek KasoMAX karena mempunyai persamaan pada pokok nya dengan merek KASO. Gugatan diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim Pengadilan Niaga PN Jakpus mengeluarkan putusan nomor 115/Pdt.Sus-merek/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst yang salah satu amar putusannya adalah:
Atas putusan Pengadilan Niaga PN Jakpus tersebut, pemilik merek KasoMAX mengajukan upaya hukum KASASI dan permohonan kasasi tersebut di tolak oleh Mahkamah Agung melalui Keputusan No. 702 K/Pdt.Sus-HKI/2023.
Untuk melaksanakan perintah yang dituangkan dalam putusan MA No 702 K/Pdt.Sus-HKI/2023 juncto Putusan Niaga pada PN Jakarta Pusat No. 115/Pdt.Sus-merek/2022/PN. Niaga.Jkt.Pst, maka DJKI mengeluarkan surat keputusan nomor HKI.4-KI.06.07.03-57 tahun 2024 tertanggal 8 Januari 2024 tentang Pembatalan Merek Terdaftar (KasoMAX) yang merujuk putusan Pengadilan.
Paska di keluarkan Keputusan Pembatalan merek KasoMAX oleh DJKI tersebut, maka pemilik merek KasoMAX tidak boleh lagi memproduksi dan memasarkan produk baja ringan yang terdaftar pada kelas barang No.6 tersebut. Akan tetapi fakta di lapangan bahwa produk kelas 6 dengan merek KasoMAX masih beredar di pasar (masyarakat). Pihak pemilik Merek KasoMAX tidak segera menarik produknya dari pasar perdagangan.
ADVERTISEMENT
Setelah terbitnya Putusan Peradilan Tingkat Pertama pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat melalui putusan Nomor: 115/Pdt.Sus-Merek/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 16 Maret 2023 dan sedang dalam proses Kasasi Perkara Merek “KASO” milik PT Tatalogam Lestari, pemilik Merek KasoMAX yaitu Tedi Hartono secara diam-diam dengan itikad tidak baik kembali mendaftarkan 3 Merek ke DJKI pada tanggal 28 Maret 2023 yaitu :
Atas dasar itulah pemilik Merek KASO melakukan proses hukum berikutnya, yakni tuntutan pidana. Prosesnya diawali dari mengajukan Laporan Polisi, agar pihak penyidik segera melakukan penyelidikan dan penyidikan.
ADVERTISEMENT
Hak atas merek itu adalah hak kebendaan immateriil yang memberi kewenangan kepada pemegang haknya untuk mempertahankan haknya di mana pun hak itu berada (prinsip droit de sui atas zaaksgevolg). Oleh karena itu ketidakpahaman Pak Egi dalam podcast itu akan menjadi terjawab mengapa kemudian pihak kepolisian menjadikan pihak “KasoMAX” menjadi tersangka. Pengaduan atau laporan polisi itu dilakukan setelah DJKI membatalkan penggunaan Merek KasoMAX.
Tak ada yang aneh dalam proses hukum itu. Upaya hukum pidana yang dilakukan oleh pemegang Merek KASO sesuai dengan ketentuan Pasal 100 sampai 102 UU MIG No.20 Tahun 2016. Demikian pula kewenangan penyidik telah juga diatur dalam ketentuan Pasal 99 UU MIG No.20 Tahun 2016 dan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan tidak adanya Surat Kuasa dari pemegang Merek KASO, sehingga gugatan Pra Peradilan dikabulkan, ini pun harus diungkap secara arif dan bijak, karena ternyata kuasa hukum pihak pelapor telah diberikan oleh pemilik Merek yakni PT. TATALOGAM LESTARI yang ditandatangani oleh Direktur PT tersebut dan Penerima Kuasa, dengan Surat Kuasa Nomor; 073/SK/LEG/HO/TTL/II/2024, tanggal 25 Februari Tahun 2024.
Ilustrasi sengketa merek. Foto: Shutterstock

Harga yang Relatif Lebih Murah

Pihak KasoMAX mengklaim harga jual produk mereka jauh lebih murah daripada harga yang dijual oleh pemilik Merek KASO. Hukum tidak mempersoalkan apakah suatu produk yang dihasilkan dari perbuatan melawan hukum dijual dengan harga lebih murah dari produk yang dihasilkan akan tetapi memiliki legalitas yang sah tetapi dijual dengan harga yang mahal. Tidak berarti produk yang dijual dengan harga yang lebih murah menjadi benar dan negara berkewajiban untuk melindunginya.
ADVERTISEMENT
Banyak produk yang dikenal dengan istilah KW untuk menggantikan istilah barang imitasi atau tiruan yang dijual lebih murah dari barang yang asli. Hukum juga tak membenarkan tindakan pencurian yang dilakukan oleh pelaku ekonomi lemah dengan pengusaha kuat. Atau membenarkan tindakan pencurian yang dilakukan oleh para tunawisma di sebuah rumah mewah yang dimiliki oleh orang kaya.
Jadi argumentasi hukum haruslah mengikuti cara-cara berpikir yang logis. Sehingga argumentasi yang dikemukakan menjadi terang benderang. Kasus ini perlu diurai secara terbuka tanpa ditutup-tutupi, agar dapat memberi pencerahan kepada setiap orang dan memberi rasa keadilan bagi para pihak yang bersengketa.