Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Le Nez Du Café, Aroma Kit Kopi yang Problematik
24 Juli 2024 13:47 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Okta Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bicara tentang aroma yang mungkin bisa kita cium dari kopi, barangkali kita pernah mendengar sebuah produk bernama Le Nez Du Café. Sebuah produk dari Prancis yang secara harfiah bisa diartikan “hidungnya kopi”. Diperkenalkan sejak 1996, Le Nez Du Café kini menjadi produk referensi aromatik kopi yang sering dirujuk dalam industri kopi spesial, sebagai standar aroma kopi.
ADVERTISEMENT
Le Nez du Café dirancang utamanya untuk para profesional (dan tidak dipungkiri juga untuk para awam) guna melatih mereka mengenali aroma-aroma yang mungkin bisa didapati dari kopi. Pengenalan ini lantas diklaim dapat memperkaya pengalaman membaui aroma kopi tiap individu.
Le Nez du Café memang tidak menjadi barang wajib dalam praktik membaui aroma kopi. Namun meski begitu, Le Nez du Café tetaplah dominan karena ia dilegitimasi industri kopi spesial.
Sebagai produk dalam industri, Le Nez du Café dilegitimasi oleh pertama, penciptanya, Jean Lenoir, yang diakui sebagai ahli olfaktori dunia. Kedua, oleh lembaga-lembaga dominan dalam industri kopi spesial, seperti Specialty Coffee Association (SCA), World Coffee Research (WCR), Coffee Quality Institue (CQI)), dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Lembaga-lembaga tersebut acapkali dinisbatkan sebagai korpus pengetahuan kopi global, khususnya tentang cita rasa. Dan ketiga, oleh Q-Grader/R-Grader (penguji ahli cita rasa kopi) sebagai “intelektual cita rasa kopi”, agen terlatih dan tersertifikasi oleh lembaga-lembaga tadi yang tersebar di seluruh dunia.
Ketiga legitimasi ini lantas menjadikan Le Nez Du Café sebagai produk dan pengetahuan aroma kopi yang signifikan saat membicarakan aroma-aroma kopi.
Patut diingat bahwa yang utama adalah kopi merupakan produk aromatik yang menegaskan hidung sebagai pembaunya, bukan lidah. Mengapa? Karena sebagian besar yang mulanya dianggap rasa sebenarnya adalah aroma yang dibaui.
Rasa serupa lemon yang didapat dari kopi, misalnya, pada dasarnya adalah aroma kopi. Maka wajar bila dikatakan bahwa kopi adalah produk aromatik yang lebih mengandalkan hidung untuk mendeteksi cita rasa.
ADVERTISEMENT
Le Nez Du Café berisi 36 palet (botol kecil yang berisi likuid) aroma yang terbuat dari campuran antara bahan alami dan bahan sintesis. Dari 36 palet ini, aroma Le Nez Du Café dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan:
Dari 36 palet aroma tadi, tidak semuanya familiar dan bahkan sebagian besarnya terdengar asing. Karena asing, maka ia menjadi problematik, khususnya bagi orang-orang yang lahir dan tumbuh "di luar Prancis" yang tidak memiliki pengalaman aromatik serupa Jean Lenoir.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya Le Nez Du Café tidak disusun berdasarkan pengalaman aromatik, kosakata, dan istilah umum yang familiar dan mudah dipahami oleh orang di Indonesia. Karena toh memang Le Nez Du Café lahir di Prancis. Meski lahir di Prancis, "hebatnya" ia menjadi commen sense global.
Setiap orang di belahan dunia mana pun akan berupaya menjadikan Le Nez Du Café sebagai standar aroma kopi. Sekalipun orang tersebut memiliki pengalaman dan kekayaan aroma yang jauh berbeda dari apa yang direferensikan Le Nez Du Café. Karenanya pula, sebuah pertanyaan kini dapat diajukan, bagaimana mungkin hal yang amat lokal Prancis bisa menjadi kesepakatan global yang sangat beragam?
Di Le Nez Du Café terdapat aroma Apple yang dikategorikan sebagai enzimatic aroma yang bernilai positif. Apple di sana lebih cenderung beraroma manis dan menyengat sebagaimana yang dapat ditemukan pada apel merah atau apel washington. Sementara apel yang kita akrabi di Indonesia, misalnya, lebih beraroma manis yang juga menguarkan aroma asam seperti aroma yang biasa didapat dari apel malang.
ADVERTISEMENT
Alhasil rujukan yang digunakan Le Nez Du Café saat membicarakan apel cenderung berjarak dengan konteks aromatik orang Indonesia dan tidak familiar dalam keseharian orang Indonesia (sekalipun, misalnya, apel washington bisa kita dapati di pasaran berkat praktik impor barang).
Di lain persoalan, mengapa kita tidak menemukan aroma Asam Jawa di Le Nez Du Café, misalnya? Padahal Asam Jawa akrab untuk kita yang di Indonesia. Bisa saja pertanyaan ini dijawab dengan permakluman, toh Le Nez Du Café buatan orang Prancis. Orang Perancis mana mengenal asam jawa?
Tapi mengapa aroma ala Prancis ini begitu berlaku bagi pegiat kopi di industri kopi spesial yang diagungkan oleh SCA, di mana pun ia berada. Begitu legitimated, kiranya. Dengan kata lain, dalam konteks standardisasi aroma kopi spesial, kita telah “diminta” membayangkan hidung Jean Lenoir sebagai hidung kita juga.
ADVERTISEMENT
Di pasaran Indonesia, Le Nez Du Café dihargai di kisaran Rp 5 juta. Harga relatif tinggi untuk sebuah kit. Meski mahal, kehadiran Le Nez Du Café tidak menurunkan antusias orang di luar Prancis untuk membeli dan “memiliki aromanya”.
Di satu sisi, Le Nez Du Café memang didesain sebagai alat bantu untuk mengenali aroma kopi, melatih kecakapan indrawi khususnya hidung (olfactory skill), sekaligus memperkaya perbendaharaan aroma seseorang. Tapi di sisi yang berbeda, Le Nez Du Café justru mempersempit aroma kopi itu sendiri. Sebab kita yang berada "di luar Prancis" hanya "dibatasi" pada 36 aroma di Le Nez Du Café, atau dengan kata lain hanya mematok pada pengalaman aroma Jean Lenior.
ADVERTISEMENT
Di titik inilah, diketahui bahwa persoalan aroma pada kopi saja menjadi problematik. Karena sejatinya aroma bukanlah hal yang definitif dan fix. Aroma justru begitu cair dan dinamis mengikuti lanskap kultur dan bahasa yang kontekstual. Aroma bukanlah hal yang seragam dan kaku sebagaimana aroma kit yang politis seperti Le Nez Du Café yang didengungkan oleh industri kopi spesial yang disetir oleh lembaga-lembaga yang disebut di awal tadi.