Konten dari Pengguna

Bebaskan Laut Dari Sampah Plastik

one news
NEWS Sulawesi Selatan
8 Juni 2018 18:32 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari one news tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bebaskan Laut Dari Sampah Plastik
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pentingnya laut yang bersih merupakan kebutuhan yang tidak terpisahkan bagi kehidupan. Bagi flora dan fauna tertentu – laut harus terbebas dari polusi sebagai tempat berlangsungnya ekosistem.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, bagi manusia, laut bisa menjadi salah satu sumber mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Para nelayan bisa mendapatkan keuntungan dari menangkap ikan di laut. Kalangan lainnya bisa mendapatkan keuntungan dari membuka area wisata bertema laut dan sekaligus menjadi media perhubungan, pertahanan, dan penelitian bio-diversity.
Karena pentingnya laut bagi banyak pihak, menurut Founder Brorivai Center, Abdul Rivai Ras, saatnya semua kalangan yang terkait ikut memikirkan konsep pengembangan keamanan maritim dan lingkungan laut dalam upaya menanggulangi pencemaran akibat sampah plastik yang terbuang ke laut yang volumenya semakin meningkat.
”Sampah yang terbawa ke laut merupakan sampah anorganik yang sulit diurai, akibatnya kondisi air laut menjadi kotor bahkan berbau. Selain itu, ikan tangkapan nelayan pernah hidup dalam ekosistem yang tercemar oleh limbah plastik (mikroplastik), kemudian dicerna oleh ikan dan berlanjut dikonsumsi manusia. Tentu ini berbahaya bagi kehidupan manusia”. Imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Lanjut Rivai, Indonesia kini menjadi ‘surga plastik’, dimana berada pada peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut setelah Tiongkok. Plastik yang terbuang ke laut sesungguhnya akan terurai menjadi fragmen lebih kecil yang awet selama berabad-abad”.
Produk sampah plastik Indonesia yang terbuang ke laut mencapai sebesar 187,2 juta ton, sedangkan Tiongkok mencapai 262,9 juta ton (Lihat, Jambeck 2015). Sampah plastik menjadi isu global, menyusul sampah ini bermunculan di Pulau Henderson, kawasan Samudera Pasifik sebagai tempat pembuangan sampah akhir (TPA global). Disinyalir ada 88 benda yang yang berlabel ditemukan – lebih dari sepertiga berasal dari negara-negara di Asia.
“Plastik itu adalah warisan Perang Dunia Kedua. Kekurangan materi alami selama perang mendorong pencarian alternatif sintetis – dan lonjakan pesat produksi plastik yang berlanjut hingga kini”, pungkas Bro Rivai yang juga pakar Pertahanan ini. (*)
ADVERTISEMENT
#SelamatHariLautSedunia