Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Anak SD di Indonesia Darurat Belajar Renang
email: [email protected]
29 Februari 2020 12:24 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seringnya terjadi kasus kecelakaan air di Indonesia membuat Pakar Manajemen Sungai UGM, Agus Maryono merasa sangat miris. Akhir pekan kemarin, 10 siswi SMP Negeri 1 Turi meninggal dunia karena hanyut ketika sedang melakukan kegiatan susur sungai di Kali Sempor, Turi, Sleman.
ADVERTISEMENT
Di saat yang hampir bersamaan, di Kulon Progo, dua remaja meregang nyawa tenggelam di underpass Kulur Kecamatan Temon yang terendam air ketika hujan.
Salah satu penyebab utama seringnya terjadi insiden kecelakaan air yang merenggut nyawa adalah karena masyarakat kita tidak bisa berenang. Karena itu, Agus mendorong supaya semua anak-anak diajari untuk berenang sejak usia dini.
“Seluruh anak SD Indonesia, harus bisa berenang seperti di Eropa dan Jepang, itu harus jadi pelajaran wajib. Di Indonesia ini sudah darurat belajar renang,” ujar Agus, Rabu (26/2).
Di Eropa, kata Agus, semua anak SD harus bisa berenang. Dia mencontohkan bagaimana anaknya yang sekolah di Jerman juga digembleng untuk bisa berenang sejak masih SD. Sebab, di sana berenang telah menjadi pelajaran wajib.
ADVERTISEMENT
Agus menyayangkan pendidikan di Indonesia belum memasukkan renang ke dalam mata pelajaran wajib. Padahal saat ini juga sudah semakin banyak kolam renang dengan biaya yang terjangkau.
“Anak SD harus ada pelajaran berenang sampai bisa,” tegasnya.
Banyak Air Tapi Tak Bisa Berenang
Alasan Agus mendorong supaya anak-anak sudah bisa berenang sejak kecil, yakni karena wilayah Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah perairan. Bukan hanya laut, Indonesia juga memiliki potensi sungai, rawa, danau, dan wilayah perairan lain yang sangat luar biasa.
Belum lagi ketika berbicara musim, sebagai negara tropis, nyaris setengah tahun Indonesia mengalami musim penghujan dan hampir selalu menyebabkan banjir. Dengan besarnya air yang dimiliki, sangat mengherankan jika masih banyak masyarakat yang tidak bisa berenang.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita semua bisa berenang, tidak ada kejadian orang diceburin di underpass meninggal, itu kan sedih banget,” ujarnya.
Sangat lucu menurut Agus, negara dengan 77 persen wilayahnya adalah perairan namun jumlah masyarakat yang bisa berenang hanya sekitar 30 persen.
“Jadi dari 10 orang, yang bisa berenang hanya tiga. Itu kan berbahaya sekali di negara dengan potensi airnya yang luar biasa besar,” lanjutnya.
Melatih Motorik dan Keseimbangan Anak
Ririn Oviyani Suci, seorang instruktur renang di Yogyakarta mengatakan berenang memiliki manfaat yang sangat besar bagi bayi maupun anak-anak. Ririn biasa memberikan pelatihan berenang, dari bayi sampai dewasa. Menurutnya, anak sudah bisa diajari berenang sejak usianya masih 6 bulan.
“Kalau usia 6 bulan sampai tiga tahun diajarin dasar-dasar perkenalan air dan keberanian masuk air,” ujar Ririn.
ADVERTISEMENT
Tujuan melatih berenang kepada anak di bawah tiga tahun menurutnya bertujuan untuk melatih sistem motorik anak, terutama untuk kesiapan berjalan. Berenang juga bisa menjadi terapi bagi anak yang belum bisa berjalan di usia yang seharusnya sudah bisa berjalan.
“Kalau untuk anak-anak intinya sedini mungkin diajarkan berenang. Untuk menghilangkan rasa takut pada kolam dan air,” lanjutnya.
Sementara teknik-teknik berenang bisa mulai diajarkan sejak anak menginjak usia empat tahun. Tujuannya untuk membantu pertumbuhan dan melatih keseimbangan anak. Sebab, di air biasanya anak-anak akan lebih mudah mengendalikan otak untuk melatih keseimbangan tubuhnya.
“Kalau 4 tahun ke atas itu diajarin teknik-teknik berenang yang benar. Kalau yang 6 bulan sampai 3 tahun, biasanya ibunya ikut nyemplung buat megangin tiap anaknya,” lanjut Ririn.
ADVERTISEMENT
Menurut Ririn, perkembangan kemampuan berenang anak sangat tergantung pada anak itu sendiri. Namun dia menargetkan untuk anak batita, dalam tujuh kali pertemuan dia sudah bisa menggerakkan kaki dengan bantuan memegang dua pelampung stik. Sementara untuk anak yang usianya empat tahun ke atas, biasanya sudah menguasai semua materi dan bisa melakukan gaya renang bebas atau crowl dalam 8 kali pertemuan.
Tak Hanya Mengandalkan Sekolah
Orangtua juga bisa mengajari anaknya berenang sejak kecil, tidak melulu mengandalkan sekolah. Ketika akhir pekan misalnya, orangtua bisa mengajak si kecil ke kolam renang dan mulai mengenalkannya pada air. Dari situ si kecil bisa diajak masuk ke dalam air yang masih dangkal dulu.
“Kan bisa juga orangtua ngajarin dari yang paling sederhana, mulai dari cara mengapung,” ujar Agus.
ADVERTISEMENT
Untuk kondisi saat ini, Agus mengatakan belum bisa jika hanya mengandalkan sekolah saja untuk mengajari anak-anak belajar berenang. Orangtua juga harus berperan aktif, bagaimana supaya anaknya bisa berenang sejak masih kecil.
Meski begitu, dia juga tetap mendorong kepada pemerintah, khususnya Kemendikbud untuk memasukkan berenang sebagai salah satu mata pelajaran wajib di SD.
“Semoga nanti ke depan ada keputusan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa anak SD harus diajari berenang,” tegas Agus.
Antusiasme Sangat Tinggi
Awalnya, Ririn hanya mengajari berenang kepada buah hatinya sendiri. Dari situ kemudian muncul ide untuk membuka les berenang. Ririn membuka les berenang di Yogyakarta untuk anak usia 4 tahun sampai dewasa sejak 2015, sementara les berenang untuk bayi baru dia mulai pada pertengahan 2019.
ADVERTISEMENT
Saat ini, antusiasme orangtua di Jogja untuk melatih anaknya berenang menurutnya sangat tinggi, terutama untuk kelas batita, sebab di Jogja baru dia yang menerima les berenang untuk anak di bawah tiga tahun. Untuk kelas anak-anak peminatnya juga sangat tinggi, sebab saat ini kebanyakan sekolah dari PAUD, TK, sampai SD, hampir semua sudah ada kegiatan berenangnya.
“Bahkan ada yang renang sudah menjadi jam pelajaran dalam sekolah,” ujarnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)