Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cerita Nita Azhar, Sosok di Balik Desain Seragam Pramuka Indonesia
email: [email protected]
29 Februari 2020 13:00 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Nita Azhar sama sekali tidak mengenal Sri Hardhani Hadikusumo, kakak ipar Sri Sultan Hamengku Buwono X. Pada 2012 silam, Sri Hardhani adalah salah seorang Pengurus Bidang Usaha dan Kemitraan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Indonesia.
ADVERTISEMENT
Entah mimpi apa semalaman, delapan tahun silam tetiba Sri Hardhani menelepon Nita. Intinya, Sri Hardhani meminta bantuan kepadanya untuk membuat desain pramuka yang baru. Tidak tanggung-tanggung, desain yang akan dibuat oleh Nita akan digunakan sebagai standar seragam pramuka di seluruh Indonesia, dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan seterusnya hingga untuk presiden.
“Sebelumnya belum kenal. Mungkin karena saya desainer dan selain membuat baju untuk personal, saya juga biasa membuat uniform untuk kantor, hotel, dan instansi lain,” ujar Nita mengenang masa delapan tahun yang lalu, beberapa hari lalu di rumahnya di Sleman.
Saat itu, Nita memang sudah cukup dikenal sebagai seorang desainer. Merasa tertantang, tanpa pikir panjang dia langsung menerima tugas besar itu, meski dia tahu beberapa bulan ke depan dia akan dibuat sibuk luar biasa.
ADVERTISEMENT
Benar saja, setelah beberapa hari mempelajari desain seragam pramuka sebelumnya dan membuat rancangan seragam yang baru, dia harus bolak-balik Yogyakarta-Jakarta untuk bertemu dan berkoordinasi dengan Sri Hardhani dan pengurus Kwarnas lainnya.
“Selama tiga bulan, beberapa kali saya harus bolak-balik Yogyakarta-Jakarta untuk koordinasi dengan pengurus Kwarnas,” lanjutnya.
Menyesuaikan Kebutuhan
Tak ingin mengecewakan, Nita menggarap desain seragam pramuka dengan sungguh-sungguh. Dia mempelajari dan memikirkan berbagai kemungkinan, dalam kondisi apa saja seragam itu akan digunakan. Karena itu, Nita membedakan seragam pramuka yang digunakan untuk kegiatan formal di dalam ruangan dan yang digunakan untuk kegiatan lapangan.
Misalnya desain seragam pramuka putri di dalam ruangan menggunakan rok, sementara untuk kegiatan lapangan menggunakan celana. Ketika kegiatan di lapangan menggunakan rok panjang, hal itu akan membuat pemakainya tidak leluasa dalam bergerak dan beraktivitas.
ADVERTISEMENT
“Itu mengapa busana atau seragam harus disiapkan secara tepat untuk dikenakan pada situasi dan kondisi yang sesuai,” ujar Nita.
Proses pembuatan desain seragam pramuka bagi Nita sebenarnya tidak ada kesulitan berarti. Satu-satunya persoalan yang berarti adalah koordinasi, sebab dia harus ikut rapat juga dalam pertemuan-pertemuan Kwarnas di Jakarta.
Kerja kerasnya berbuah manis setelah tiga bulan bolak-balik Jogja-Jakarta. Desainnya disetujui oleh pengurus Kwarnas. Tak ingin membuang waktu, Nita langsung membuat sampel untuk setiap model seragam.
“Setelah sampel jadi semua, kami peragakan di hadapan seluruh pejabat atau pengurus Kwarnas di Jakarta,” lanjutnya.
Desainnya disetujui untuk diterapkan pada seluruh anggota Pramuka se-Indonesia dan diformalkan dengan Surat Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka No 174 tahun 2012. Nita merasa sangat bangga dengan capaian itu, sebab baginya Pramuka juga merupakan identitas bagi Bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun setelah peluncuran desain dan disosialisasikan ke media massa, Nita mengaku tak pernah dihubungi lagi dan tidak pernah mendapat kompensasi finansial sebagai bentuk kerja sama profesional. Meski begitu, Nita tak begitu mempersoalkan hal tersebut.
“Paling tidak saya sudah membuat sesuatu untuk Indonesia. Meskipun tidak ada orang yang tahu,” ujarnya.
Rok yang Dikenakan Korban
Delapan tahun berjalan, Nita hampir lupa kalau dia pernah membuat desain seragam pramuka yang sekarang digunakan di seluruh Indonesia. Namun sebuah kabar buruk sampai ke telinganya. Sepuluh siswi SMPN 1 Turi meninggal dunia dalam kegiatan lapangan Pramuka, yakni susur sungai di Sungai Sempor, Turi, Sleman, Yogyakarta.
Nita kian terpukul setelah mengetahui dugaan kuat kecelakaan itu akibat penggunaan seragam pramuka yang tidak semestinya, yakni bawahan rok panjang. Ingatannya kembali ke masa delapan tahun silam. Dia sangat menyesalkan insiden itu bisa terjadi, padahal dia telah membuatkan desain seragam khusus untuk kegiatan lapangan seperti susur sungai.
ADVERTISEMENT
“Sudah pasti fatal sekali. Karena seragam yang dikenakan bukan seragam khusus yang seharusnya dipakai untuk kegiatan lapangan, yaitu bawahan celana panjang. Bukan malah rok panjang,” ujar Nita.
Selain membatasi pergerakan penggunanya, rok panjang juga akan menahan air yang lewat di antara kaki penggunanya. Berbeda ketika siswa menggunakan celana panjang, air akan dilewatkan bukan ditahan, sehingga bisa mengurangi daya dorong arus sungai.
Tentang profil dan seragam yang dikenakan korban, Kepala Kantor Basarnas DIY, Lalu Wahyu Effendi mengatakan, semua korban susur Sungai Sempor ditemukan meninggal dunia berjenis kelamin perempuan dan menggunakan rok panjang.
"Saat berada di air, rok menghalangi air. Kalau pakai celana, air langsung lewat," katanya seperti dikutip Suara.com.
Menurut Nita, kejadian yang menimpa siswa SMPN 1 Turi Sleman jangan membuat trauma. Sebab, kegiatan Pramuka sangat penting untuk anak-anak belajar di luar kelas, belajar bertahan hidup, dan mencintai alam.
ADVERTISEMENT
“Memang harus dibenahi segala sesuatunya, terutama hal-hal yang sepertinya sepele tetapi mengakibatkan hal yang fatal, seperti pemakaian seragam yang tepat untuk kebutuhan itu,” tegasnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)