Konten dari Pengguna

Melacak Jenis Rasa Takut Orang Indonesia pada Virus Corona di Konser Scorpions

2 Maret 2020 18:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Scorpions saat manggung di JogjaRockarta 1 Maret 2020. Foto : Hendratmi
zoom-in-whitePerbesar
Scorpions saat manggung di JogjaRockarta 1 Maret 2020. Foto : Hendratmi
ADVERTISEMENT
Nyah Hemy, eksekutif muda awal 40 tahun, masih berada di kereta Argo Lawu menuju rumahnya, Jakarta, saat saya mengirimkan pengumuman Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa sudah ada 2 orang Indonesia yang positif tertular virus corona.
ADVERTISEMENT
“Nah, presiden sudah ngumumin kasus pertama corona. Artinya bisa jadi telah menyebar ke banyak orang yang beberapa bisa jadi nonton konser semalam. Merasa khawatir nggak, sekarang ?” tanya saya lewat whatsapp.
Nyah Hemy adalah bagian dari 10 ribu penonton konser Scorpions dan Whitesnake di gelaran JogjaROCKarta di Stadion Kridosono, Minggu (1/3).
Menjelang nonton, Nyah Hemy sudah menjawab pertanyaan saya apakah dia tidak khawatir bercampur dengan ribuan manusia di satu tempat sementara ada potensi virus corona telah menyebar di Indonesia, meski pemerintah belum mengumumkannya.
“Gimana ya. Mudah-mudahan aman saja deh. Ini pakai masker juga kan,” katanya. Untuk tambahan pertanyaan apakah itu berarti dia percaya pada pernyataan pemerintah bahwa Indonesia masih zero corona, dia menjawab, “antara percaya enggak percaya. Yang jelas nekad.” Dia menambahkan emo tertawa untuk jawabannya.
ADVERTISEMENT
Ketika di konser, melalui whatsapp, dia nambahin informasi bahwa beberapa penonton tampak memakai masker, seperti dirinya, tapi sebagian besar yang lain, tidak memakainya.
Rangkaian Pembatalan Konser
Antrian masuk tempat berlangsungnya konser JogjaROCKarta. Foto : Widi Erha Pradana
Dalam jumpa pers sehari sebelum gelaran konser, promotor konser, Anas Syahrul Alam mengatakan geger virus corona memang membuat dag-dig-dug jalannya konser kali ini. Tak hanya menyangkut Scorpions yang berpotensi membatalkan konser sebab vokalisnya Klas Meine baru saja menjalani operasi ginjal, namun juga The Hu yang berasal dari Mongolia.
“Tentu saja kami khawatir The Hu nggak bisa masuk karena pegang paspor Mongolia. Tapi sukurnya yang dilarang itu paspor China,” kata Anas kepada wartawan sore itu di Hotel Tentrem.
Mengecek jadwal dan berita rencana konser Scorpions dan Whitesnake di internet, sampai cerita ini ditulis, tak ada satupun jadwal mereka yang dinyatakan ditunda.
ADVERTISEMENT
Scorpions dan Whitesnake akan manggung di Singapura pada 5 Maret nanti di gelaran Singapore Rockfest. Panitia hanya mengubah jadwal manggung dari 4 Maret menjadi 5 Maret dan memindah tempat konser dari ruang terbuka di Fort Canning Park menjadi di ruang tertutup di The Star Theatre.
“Kami mengubah venue dari Fort Canning Park ke Star Theatre untuk menambah pemeriksaan suhu dan pelacakan kontak. Di venue yang baru juga akan lebih banyak fasilitas keamanan seperti sanitasi tangan, pemindai panas, dan banyak lagi, ” kata pendiri LAMC Productions, Lauretta Alabons seperti dikutip ttgasia.com.
Meski menambahkan berbagai alat antisipasi penyebaran virus corona di area konser, kepercayaan diri para penggila Scorpions dan Whitesnake di Singapura dalam menghadapi geger virus corona tampak dalam judul berita media utama di Singapura, Straitstimes, “Singapore Rockfest II: Coronavirus or not, Scorpions, Whitesnake and Slipknot are ready to rock.”
ADVERTISEMENT
Pada 7 Maret, Scorpions akan kembali manggung di Filipina dan tidak ada berita pembatalan. Sementara Whitesnake akan banyak manggung di Jepang selama Maret dan meski banyak daftar pembatalan rencana konser musik, Whitesnake tidak termasuk di dalamnya.
Berbeda dengan konser dua band rock legend itu, sejumlah band K-Pop dan Green Day membatalkan rencana konser di Asia. Di Jakarta, DJ Khalid menunda rencana konser yang sedianya akan berlangsung pada 28 Maret nanti.
Di hari yang sama dengan konser Scorpions dan Whitesnake di Jogja, di Jakarta sebenarnya juga berlangsung konser K-Pop NCT Dream. Namun suasana kebatinan di konser K-Pop di Jakarta tampaknya berbeda dengan konser legenda rock di Jogja. Yakni, produser konser di Jakarta menyediakan alat pemeriksaan kesehatan sebelum memasuki tempat konser, sedangkan di Jogja, corona tampaknya tak cukup mendapat perhatian penting.
ADVERTISEMENT
Ya, screening body check untuk memasuki tempat konser Scorpions di Stadion Kridosono bukanlah pemeriksa suhu tubuh, melainkan alat deteksi untuk memastikan barang-barang yang dilarang panitia tidak dibawa penonton ke dalam. Beberapa barang yang tidak boleh dibawa masuk itu seperti kamera profesional, tongkat swafoto, payung atau bendera, miras dan narkoba, senjata tajam dan api, petasan maupun kembang api, makanan dan minuman, serta barang-barang yang mudah pecah.
Di antrian mengular di pintu masuk stadion itulah mulai pukul 3 sore saya say hi pada banyak pengunjung. Melempar joke, memuji dandanan, bertanya ini itu, untuk kemudian bertanya tentang relasi penonton konser ini dengan isu merebaknya virus corona.
Azab Tuhan
Rombongan sekeluarga dari Semarang berpose sebelum memasuki tempat konser. Foto : Widi Erha Pradana
Kami, awak redaksi, menyusun rencana liputan ini di tengah begitu banyak tekanan pada pemerintah di media sosial untuk terbuka terkait warga Indonesia yang sudah tertular virus corona. Intinya, netizen, terutama kelas terdidik, banyak yang tak percaya dengan pengakuan pemerintah bahwa Indonesia masih zero corona. Netizen tak percaya dengan kekuatan doa, qunut, ataupun kekuatan matahari tropis, dalam menangkal corona.
ADVERTISEMENT
Tapi 10 ribu penonton Scorpions, tampaknya, percaya dengan pemerintah atau setidaknya memiliki kepercayaan yang beririsan dengan yang diyakini pemerintah. Terutama Irfan, 50 tahun, yang saya temui di antrian screening body check. Irfan sangat antusias saat menceritakan relasi masa mudanya dengan Scorpions. Tapi seketika wajahnya berubah saat saya menyinggung virus corona.
Irfan mengaku selalu mengikuti perkembangan wabah virus corona. Menurutnya, corona adalah virus yang sangat mematikan, karena itu menurutnya sangat penting untuk mengikuti perkembangan isu tersebut.
“Tapi itu kan ada hubungannya dengan azab dari Tuhan,” kata Irfan membuat saya cukup kaget mendengarnya.
Menurutnya, perkara penyakit adalah kehendak Tuhan. Tuhan sengaja menurunkan wabah corona di China karena mereka telah melampaui batas, memakan apa yang seharusnya tidak boleh dimakan seperti kelelawar, ular, dan binatang-binatang liar lainnya.
ADVERTISEMENT
“Kemudian penyiksaan yang dilakukan kepada saudara muslim kita di sana juga luar biasa. Mereka (China) mengkarantina, melarang pakai cadar, tapi kemudian Tuhan memaksa mereka pakai cadar (masker) dan mereka juga kini dibalas Tuhan dengan dikarantina di Wuhan,” jelasnya.
Hmmm, buru-buru saya kirim whatsapp ke redaksi untuk mengabarkan pendapat Irfan mengenai virus corona. Tak ada jawaban, redaktur mungkin sedang tidur sore.
Irfan, mengaku, tetap saja memendam rasa takut tertular corona. “Takut, tapi bismillah insyaallah aman.”
Bertemu Venzha Christ
Venzha Christ, kiri, sesaat sebelum masuk ke konser. Foto : Widi Erha Pradana
Tak jauh dari Irfan, sejumlah orang dengan dandanan ala rocker yang sedang asyik berfoto menarik perhatian saya. Mereka adalah Kelik Kuncoro, 55 tahun, dan keluarganya yang datang rombongan dari Semarang. Kelik tak terlalu banyak mengikuti perkembangan isu wabah virus corona, dia juga tidak terlalu memusingkan resiko penularan yang mungkin terjadi di konser kali ini.
ADVERTISEMENT
“Enggak papa lah, yang penting kan tubuh kita fit,” ujar Kelik yang juga hobi bermain musik rock.
Dewi, 36 tahun, datang dari Bandung dengan suaminya. Perempuan yang sehari-harinya menekuni bisnis konveksi itu sebenarnya juga cukup takut dengan isu wabah virus corona, tapi dia sadar betul, jarang-jarang Scorpions manggung di Indonesia. Jika tidak sekarang, entah kapan dia bisa punya kesempatan nonton band idolanya itu manggung lagi.
“Kalau ditanya takut ya takut sih. Tapi yakin aja lah, pemerintah kan juga bilangnya sejauh ini masih aman ya,” ujar Dewi yang diamini oleh suaminya.
Di antara kerumunan orang, tampak wajah yang tidak asing. Dia adalah Venzha Christ, seorang seniman, maniak kisah-kisah Alien dan UFO, sekaligus orang Indonesia pertama yang sempat ikut pelatihan hidup di Mars bersama NASA dan Mars Project di Arizona. Dia datang bersama seorang kawan dan tampak sudah akan bersiap untuk memasuki stadion Kridosono.
ADVERTISEMENT
Soal wabah virus corona, Venzha tak memusingkan hal itu. Dia mengaku sempat diskusi dengan beberapa dokter di Jogja tentang virus corona.
“Katanya virus (corona) itu akan tidur di daerah tropik ekuator. Jadi yakin aman lah,” ujarnya.
Hal itulah yang menurut Venzha sampai sekarang di Indonesia belum ada kasus virus corona yang terkonfirmasi. Bukan karena tidak ada virus, virus corona tentu sudah menyebar ke mana-mana, tapi karena virus itu tidur maka sampai sekarang Indonesia relatif masih aman.
“Kalau orang Indonesia yang sudah terjangkit, dia ke luar negeri, baru akan hidup di sana virusnya, kalau di daerah dingin ya,” lanjutnya.
Venzha juga bercerita bagaimana penanganan dan upaya antisipasi virus corona yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Venzha mendasarkan ceritanya berdasarkan cerita teman dokternya yang merupakan seorang direktur di sebuah rumah sakit swasta bagian ruang darurat.
ADVERTISEMENT
“Penanganan di Indonesia sangat profesional, karena alat-alatnya sudah lengkap. Dan alat deteksi virus di seluruh dunia itu sama, terus ilmunya juga sama, jadi saya tetep lebih yakin sama pemerintah,” tegas Venzha.
Venzha justru lebih banyak mengkhawatirkan budaya masyarakat dalam menjaga kebersihan. Misalnya rendahnya kesadaran akan pentingnya cuci tangan, padahal itulah salah satu faktor utama yang menjadi media penular virus corona.
“Itu kenapa selalu digembar-gemborkan kebiasaan cuci tangan,” ujarnya.
Supaya tidak terinfeksi virus corona, menurutnya seseorang harus memperkuat imunitas tubuh. Dia juga harus selalu bahagia dan tidak stress dengan berbagai hal yang bisa membuat daya tahan tubuh melemah.
Gejala-gejala yang mengarah pada suatu penyakit tertentu menurutnya juga tidak boleh dikesampingkan. Misalnya ketika seseorang suhu tubuhnya tinggi, demam, atau tidak enak badan, hal itu tidak boleh dianggap remah, harus segera diperiksakan ke dokter.
ADVERTISEMENT
Venzha, advance pengetahuan virus corona, tampaknya.
Kesengsaraan Murka Tuhan
Penampilan powerslaves. Powerslaves dalam bahasa Indonesia berarti budak kekuasaan. Foto : Hendratmi.
“Belum sih…Tetanggaku dulu, jarak 20 m, meninggal karena flu burung, rumahnya dikasih police line,” jawah Nyah Hemi untuk pertanyaan saya, apakah berita pengumuman presiden bahwa sudah ada 2 warga Indonesia yang terinfeksi virus corona, kini, membuatnya takut karena semalam telah bercampur dengan ribuan orang di konser.
Kok bisa enggak takut, Nyah ?. Bahkan berjarak 20 meter dari korban meninggal pun enggak takut. Tanya saya. Tapi, aku kok juga enggak begitu takut ya ama corona ini. Rasanya kok aneh. Lanjut saya.
Dia bilang, mungkin karena manusia Indonesia memiliki prinsip pasrah. “Aku sendiri sudah pernah ngerasa mau mati, waktu gagal ginjal. Aku juga kena pneumonia. Kayaknya prinsip pasrah itu jadi filosofi kita ya, sehingga cukup membuat orang Indonesia tidak bisa khawatir berlebihan,” papar Nyah Hemi. “I’m not afraid of losing myself. I’m afraid losing of my kids. Wkwkwk..”
ADVERTISEMENT
Wow.
Untuk pertanyaan cepat apa hal yang paling menakutkanmu yang diajukan di satu menit jelang masuk gerbang pemeriksaan konser, Irfan menjawab tegas,”murka tuhan. Ketika Tuhan sudah murka, Tuhan bisa melakukan apapun, bukan hanya corona tapi wabah dan bencana lain yang bisa membuat manusia jauh lebih sengsara. Makanya, kita kan harus selalu di jalan-Nya, selalu bertaqwa supaya tidak diazab.”
Tentu saja, kalau mau nulis dengan topik rocker bertakwa, suatu hari saya akan kembali mewawancarai Irfan.
Untuk pertanyaan yang sama, Kelik yang diamini seluruh keluarganya mengutarakan jawaban dengan mantab,”tentu saja ISIS !.”
ISIS, menurutnya adalah penghancur kedamaian. Mereka adalah orang-orang tersesat yang sudah hilang hati nuraninya. Tega menyiksa saudara sendiri sesama manusia namun mengatasnamakan agama.
ADVERTISEMENT
“Makanya saya menolak kalau pemerintah mau memulangkan mantan ISIS,” lanjutnya.
Venzha Christ, selain menjajal hidup di Mars di padang pasir Arizona juga di kapal pemecah es di Antartika, ternyata lebih takut pada TBC ketimbang corona. Terbukti, menurutnya, TBC menjadi salah satu penyebab terbesar kematian seseorang. Tapi itupun bagi Venzha bukanlah sesuatu yang paling mengerikan di dunia ini. Itu baru nomor 2.
“Kesendirian dan kesepian, itu paling menakutkan sih. Itu benar-benar bikin sengsara dan pedih,” kata Venzha.
Mungkin Venzha kelamaan uji coba hidup ala Alien di Mars ya. Mungkin saja. (ES Putra / Widi Erha Pradana)