Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Anak yang Diam dan Tak Suka Lari-larian Bisa Jadi Kurang Darah dan Hormon Tiroid
1 Agustus 2022 19:08 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Anak yang suka lari ke sana kemari kerap membuat kesal orangtuanya. Lengah sebentar saja, si kecil bisa tiba-tiba menghilang entah pergi ke mana. Seringkali si kecil juga terjatuh atau menabrak perabotan di rumah, tak jarang membuat vas bunga, piring, gelas, serta barang-barang lainnya jatuh dan pecah.
ADVERTISEMENT
Namun, dokter spesialis anak di Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM), Ristantio, mengungkapkan bahwa orangtua justru mesti hati-hati dan waspada jika si kecil tak suka lari-larian dan hanya berdiam diri saja. Menurutnya, seorang anak terutama yang usianya masih di bawah 10 tahun, seharusnya memang aktif dan suka berlari ke sana kemari.
“Anak itu memang harus begitu, wajar jika berlari ke sana kemari. Kalau anak diam saja, kita mesti waspada,” kata Ristianto seperti keterangan tertulis yang diterima Pandangan Jogja @Kumparan, Senin (1/8).
Orangtua harus waspada jika anaknya hanya suka berdiam diri. Sebab, ada kemungkinan anak yang suka berdiam diri dan kurang aktif mengalami masalah kesehatan.
“Jangan-jangan kurang hormon tiroid atau mungkin anemia,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Hormon tiroid sendiri merupakan hormon yang berperan dalam proses metabolisme dalam tubuh. Selain itu, hormon tiroid juga memiliki beberapa fungsi lain, seperti mengontrol kecepatan tubuh saat mengolah makanan dalam sistem pencernaan serta mengatur irama, detak jantung, dan tekanan darah.
Sedangkan anemia merupakan kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah yang sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, organ tubuh tidak mendapat cukup oksigen sehingga membuat penderita anemia pucat dan mudah lelah.
“Makanya anak jadi pendiam dan kurang aktif,” ujarnya.
Ristantio juga mengingatkan supaya orangtua tidak mudah menganggap anaknya hiperaktif, meskipun suka berlari ke sana kemari. Memang, kondisi hiperaktif memang mesti diwaspadai juga oleh orangtua karena dapat merugikan diri anak itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Bagi si kecil, hiperaktif dapat membuat mereka sulit untuk konsentrasi sehingga berisiko tinggi mengalami kegagalan dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah. Selain itu, hiperaktif juga berisiko membuat anak gagal dalam mempertahankan pertemanan, bersosial, dan sebagainya sehingga akan menghambat tumbuh kembangnya.
“Tapi anak yang suka lari ke sana kemari belum tentu hiperaktif,” ujarnya.
Memang tak mudah membedakan mana anak aktif dan mana yang hiperaktif. Menurut Ristantio, ada satu kata kunci yang bisa membedakan anak aktif dan hiperaktif, yakni anak hiperaktif cenderung merusak atau destructive, sedangkan anak aktif tidak.
Misalnya jika ada sebuah gelas di meja. Anak yang hiperaktif akan sengaja menyenggol gelas itu agar jatuh dan pecah. Sedangkan anak aktif yang menyenggol gelas atau benda tertentu akan kaget, terdiam, dan merasa bersalah.
ADVERTISEMENT
“Itu adalah cara kasar untuk mencurigai bahwa itu adalah suatu hiperaktif. Ini hanya terjadi pada sebagian kecil, sebagian besar bocah berlarian ke sana kemari itu masih normal karena memang harus seperti itu,” kata Ristantio.