Konten Media Partner

Bahaya Hobi Memelihara Hewan: Sebabkan Pandemi di Dunia Binatang

25 September 2021 13:34 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Hobi memelihara hewan ternyata bisa membawa masalah besar yakni munculnya pandemi di dunia binatang seperti pandemi COVID-19 di dunia manusia.
Ikan Koi jadi favorit untuk dipelihara di kolam. Foto: ESP
zoom-in-whitePerbesar
Ikan Koi jadi favorit untuk dipelihara di kolam. Foto: ESP
Kontes ikan koi di Blitar, Jawa Timur, pada 2002 berakhir dengan bencana nasional berupa pandemi atau wabah Koi Herpes Virus (KHV). Setiap hari, 1.000 ton ikan mas mati di seluruh Indonesia akibat pandemi tersebut. Situasinya mirip dengan pandemi COVID-19 yang menimpa manusia.
ADVERTISEMENT
Di tahun yang sama, masuknya udang kaki putih atau vannamei shrimp yang disebut-sebut tahan terhadap penyakit ternyata juga membawa penyakit baru bernama Taura Syndrome Virus (TSV).
Pada 2006, lagi-lagi jenis udang ini membawa penyakit baru bernama Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV) yang akhirnya menginfeksi udang-udang asli Indonesia juga. Penyakit memang jadi salah satu risiko yang dibawa oleh hewan-hewan asing dan sangat mengancam spesies asli.
Guru Besar Fakultas Perikanan Universitas Diponegoro, Slamet Budi Prayitno, dalam diskusi daring yang diadakan oleh Indonesian Wildlife akhir pekan kemarin mengatakan bahwa penyakit-penyakit dari spesies asing ini akan berdampak pada penurunan produksi dan keberlangsungan sumber daya ikan lainnya. Tak hanya berbahaya bagi satwa lainnya, beberapa ikan invasif juga memiliki potensi bahaya bagi kesehatan manusia.
ADVERTISEMENT
“Ada beberapa jenis ikan yang mengeluarkan racun dan memiliki penyakit yang bersifat zoonotic,” kata Slamet Budi Prayitno.
Ikan Nila Bunuh Ikan Lokal
Ilustrasi ikan nila. Foto: Pixabay
Selain soal penyakit, ikan-ikan asing juga kini banyak yang justru menguasai ekosistem lokal dan membuat spesies asli terancam bahkan nyaris punah. Misalnya danau air tawar di Aceh yang terinvasi ikan nila, akibatnya ikan depik sebagai spesies asli makin menurun populasinya. Di Papua, danau Ayamuru dan Sentani juga terinvasi ikan mas yang menyebabkan ikan pelangi sebagai spesies endemik kini berstatus terancam punah.
Waduk Cirata, Jatiluhur, dan Saguling juga terinvasi ikan piranha, bawal, golsom, petek, aligator, hingga red devil. Akibatnya, ikan nilem, julung-julung, dan paray yang merupakan spesies asli di sana kini tak lagi ditemukan. Sementara di Rawapening, ikan nilem, udang air tawar, wader hijau, serta gabus yang merupakan spesies asli kini hampir punah karena terinvasi oleh ikan nila, gurami, dan lele.
ADVERTISEMENT
Hal sama terjadi di Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri yang kini didominasi oleh nila, patin, dan sogo karena intensifnya budidaya ikan di sekitarnya. Di sisi lain, ikan-ikan asli waduk seperti tawes, putihan, beles, iro soka, hampala, lunjar, lalang, ladon gunung, betutu, gabus, dan nggaringan kini makin sulit dijumpai.
“Persoalan yang mendasar adalah bagaimana kita mengelola perairan tersebut sehingga komposisi keberagamannya bisa dipelihara dengan baik,” ujarnya.
Pada 2020, Salamet mengatakan bahwa ditemukan 48 jenis ikan asing bersifat invasif di 47 titik pemantauan di Indonesia. Adapun sebaran tertinggi ada jenis ikan aligator, tarpon atlantik, Orinoco sailfin catfish, amazon sailfin catfish, sapu-sapu, red devil, midas cichlid, trimac cichlid, serta ikan louhan.
Lovebird dan Hewan-hewan Peliharaan yang Mengancam
Ilustrasi burung lovebird. Foto: Pixabay
Kisah suram tak hanya terjadi di dunia air, hewan-hewan peliharaan lain juga punya kisah serupa. Beberapa jenis hewan mamalia asing juga telah masuk ke Indonesia dan berpotensi menjadi spesies invasif seperti landak mini, rakun, chinchilla, sugar glider, hingga hamster adalah jenis-jenis mamalia yang paling populer dijadikan peliharaan, dan semuanya bukan satwa asli Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sugar glider memang termasuk jenis satwa di kawasan Papua, namun saat ini sudah mulai banyak dipelihara di Indonesia bagian tengah maupun barat sehingga berpotensi jadi satwa invasif di daerah tersebut. Untuk jenis burung, lovebird yang merupakan burung asli Afrika kini juga jadi isu serius karena sudah dijumpai di alam di luar habitatnya.
“Berdasarkan catatan iNaturalist, lovebird sudah ditemukan di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan di sekitar Jakarta,” kata Peneliti di Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati LIPI-BRIN, Amir Hamidy.
Untuk jenis reptil, beberapa jenis ular juga asing juga sudah banyak dipelihara di Indonesia bahkan sudah banyak diternakkan, misalnya ball phyton yang merupakan asli Afrika. Semakin besarnya penghobi reptil termasuk ball phyton ini membuatnya harus diawasi ketat supaya nantinya hewan tersebut tidak jadi spesies invasif.
ADVERTISEMENT
Berbagai jenis katak hias juga punya potensi menularkan penyakit Batrachochytrium dendrobatidis atau Bd. Penyakit ini akan menginfeksi kulit dan menyebar sangat cepat secara global bahkan telah menyebabkan beberapa spesies endemik katak sangat terancam punah.
“Penyakit ini bisa menimbulkan kepunahan massal untuk beberapa jenis native, ini terjadi di Panama dan Australia,” ujarnya.
Katak-katak hias dari Amerika Selatan merupakan hewan yang jadi inang pertama penyakit ini, dan saat ini telah terdistribusi secara global. Di Indonesia, katak jenis ini juga sudah banyak dibudidayakan sehingga mesti dipantau secara ketat.
Ilustrasi kura-kura brazil. Foto: Wikipedia
Kura-kura brazil juga jadi salah satu hewan peliharaan favorit. Jenis kura-kura ini telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, bahkan di sungai-sungai di Jawa kerap kali juga ditemukan. Hal ini menurut Amir perlu jadi perhatian serius sebelum nantinya menyebabkan bencana ekologi. Beberapa jenis hewan peliharaan yang punya potensi besar jadi spesies invasif adalah kecoa madagaskar dan tarantula, pasalnya keduanya punya kemampuan berkembang biak yang sangat cepat dan sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Amir, saat ini memang banyak sekali satwa-satwa asing yang dijadikan peliharaan dan semua punya potensi untuk jadi spesies invasif yang membahayakan ekosistem lokal. Karena itu, dia berharap setiap orang yang memiliki hewan peliharaan bertanggung jawab dengan hewan peliharaannya, jangan sampai lepas apalagi sengaja dilepaskan ke lingkungan yang bukan habitat aslinya.
Bahkan kucing yang selama ini jadi hewan yang paling banyak dipelihara juga punya potensi menjadi invasif, hal ini telah terjadi di Australia dimana mereka telah menyatakan perang terhadap kucing liar karena populasinya meledak sehingga menjadi hama.
“Jadi kita harus hati-hati dalam memelihara kucing, jangan sampai lepas kemudian jadi feral dan kemudian akan memangsa jenis-jenis yang bisa memicu kepunahan untuk beberapa native species,” kata Amir Hamidy.
ADVERTISEMENT