Konten Media Partner

Hardjuno Wiwoho Desak DPR Undang Ahli & Publik untuk Bahas RUU Perampasan Aset

12 Desember 2024 11:34 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Wacana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang mengatur mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) atau perampasan aset tanpa pemidanaan terus bergulir. Instrumen hukum ini dinilai strategis dalam memulihkan kerugian negara akibat korupsi, terutama pada kasus di mana pelaku sulit dijerat melalui proses pidana konvensional.
ADVERTISEMENT
Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho, mendorong DPR untuk segera mengesahkan RUU tersebut. Menurutnya, langkah ini membutuhkan keberanian politik yang nyata serta kolaborasi berbagai pihak.
“DPR harus mengambil langkah konkret dengan melibatkan ahli hukum, organisasi masyarakat sipil, dan publik untuk merumuskan regulasi yang matang dan dapat diterapkan secara efektif,” ujar Hardjuno.
Pentingnya Regulasi Khusus
Hardjuno menekankan perlunya regulasi khusus untuk NCB yang terpisah dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
“Jika digabungkan dengan UU Tipikor, akan terjadi tumpang tindih yang berpotensi menghambat implementasi NCB,” jelasnya.
Ia menjelaskan, regulasi khusus akan memberikan kejelasan hukum, terutama dalam kasus di mana pelaku tidak dapat dituntut secara pidana karena meninggal dunia atau kurangnya alat bukti.
ADVERTISEMENT
“Dalam konteks ini, NCB memungkinkan negara tetap dapat merampas aset yang terbukti berasal dari tindak pidana tanpa harus melalui proses pidana,” tambahnya.
Hardjuno juga menggarisbawahi tantangan penerapan NCB, termasuk resistensi dari sektor politik dan birokrasi.
“Banyak kasus korupsi melibatkan aktor-aktor kuat di politik dan birokrasi, sehingga diperlukan keberanian besar untuk mendorong instrumen ini,” tegasnya.
Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
Transparansi dan Pengawasan
Pengawasan yang ketat dan transparan dinilai menjadi kunci agar NCB tidak melanggar hak asasi manusia atau merugikan pihak ketiga yang tidak terlibat. Hardjuno menyoroti fakta bahwa banyak aset hasil korupsi disembunyikan di luar negeri.
“Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat perjanjian bantuan hukum timbal balik dengan negara lain. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Australia telah berhasil memanfaatkan NCB untuk memulihkan aset koruptor yang disembunyikan di luar negeri. Indonesia perlu belajar dari mereka,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Hardjuno mendesak DPR segera mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset dengan menunjukkan komitmennya dalam pemberantasan korupsi.
“DPR harus melibatkan para ahli hukum dan masyarakat untuk memastikan RUU ini kuat secara hukum dan relevan dengan kebutuhan pemberantasan korupsi di Indonesia,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa pembahasan RUU ini tidak boleh dilakukan setengah hati.
“Keterlibatan publik sangat penting untuk menciptakan regulasi yang transparan dan menjawab kebutuhan masyarakat dalam melawan korupsi,” tandasnya.
Hardjuno optimistis bahwa melalui langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan efektif, serta memastikan tidak ada lagi celah bagi pelaku korupsi untuk menikmati hasil kejahatannya.