Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Kisah Tiga Sahabat Temukan Pusaka Orkestra di Video Klip Padhang Bulan
18 Juni 2023 18:53 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Tiga sahabat kecil di kaki Gunung Api Purba Nglanggeran, Gunungkidul, DIY, menemukan pusaka yang akan menuntun mereka kepada sebuah takdir.
Kampung itu bernama Nglanggeran. Kampung kecil di bawah Gunung Api Purba yang tersohor di Gunungkidul, Yogya bagian selatan. Dari kampung itulah tiga sahabat: Arya, Shyallom, dan Adanta lahir.
ADVERTISEMENT
Di Kampung Nglanggeran, tiga sahabat itu melalui masa kecil yang menyenangkan. Hamparan sawah dengan latar belakang bukit batu raksasa Gunung Api Purba, menjadi taman luas tempat bermain setiap hari.
Hingga keajaiban menemui tiga sahabat kecil itu saat bermain di sebuah sungai, keajaiban yang pada akhirnya menuntun mereka kepada sebuah takdir.
Entah dari mana asalnya, mungkin dikirim langsung oleh Tuhan, sebuah kotak kayu menyerupai kotak harta karun terbawa arus sungai yang tenang menuju tiga sahabat itu. Tapi saat mereka buka, kotak itu tak berisi emas atau berlian seperti cerita dalam dongeng.
Yang mereka temukan di dalam kotak kayu itu adalah tiga alat musik utama dalam orkestra, yaitu biola, cello, dan flute lengkap dengan tiga gulung kertas yang di dalamnya terdapat partitur lagu Padhang Bulan.
ADVERTISEMENT
Kisah ini bukanlah kisah nyata, melainkan adegan pembuka dari sebuah video klip lagu anak-anak berjudul Padhang Bulan yang dimainkan dalam bentuk orkestra oleh Yogya Royal Orchestra (YRO). Video klip telah rilis pada 11 Juni 2023 di kanal YouTube Kraton Jogja.
“Ide dan ceritanya itu dari Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro,” kata pemimpin proyek video klip Padhang Bulan, Mei Artanto, kepada Pandangan Jogja, beberapa waktu lalu melalui melalui platform Zoom.
Tiga sahabat kecil memilih pusaka alat musiknya masing-masing. Arya memilih flute, Shyallom biola, dan Adanta memilih cello. Ketiganya riang berlarian membawa pusakanya masing-masing dan memainkannya sekenanya.
Setiap malam, diterangi lampu pelita, mereka baca dan pelajari partitur lagu Padhang Bulan. Sampai mereka tertidur sambil memeluk pusakanya masing-masing.
ADVERTISEMENT
“Waktu terus beranjak, ketiganya mulai tumbuh dewasa hingga akhirnya harus berpisah dan memilih jalannya masing-masing,” kata Artanto.
Bukan tentang Siapa yang Lebih Sukses
Lagu Padhang Bulan merupakan sebuah tembang atau lagu yang digubah oleh Sunan Giri pada medio 1442-1506. Melalui liriknya yang sederhana, tembang tersebut mengajak anak-anak untuk bermain di luaran saat bulan persinar terang.
“Yo prakanca dolanan ing njaba, padhang bulan padhange koyo rino. Rembulane sing ngawe-ngawe ngelingake aja pada turu sore.” Inilah sepenggal syair sederhana dari lagu Padhang Bulan yang merayakan kegembiraan anak-anak di tengah bulan yang sinarnya seterang matahari di siang hari.
Meski terkesan sederhana, tapi lagu tersebut sering menjadi bahasan karena dianggap memiliki banyak makna mendalam. Salah satunya, diterangkan di Youtube Kraton Jogja, tembang tersebut merupakan perwujudan rasa syukur atas kenikmatan serta keindahan yang diberikan oleh Tuhan.
Menurut pemimpin proyek video klip Padhang Bulan, Mei Artanto, 3 karakter cilik di video klip, ingin menunjukkan bahwa berkawan bukanlah tentang bersaing untuk menunjukkan siapa yang lebih sukses di antara lainnya.
ADVERTISEMENT
Arya memilih menetap di kampung mereka, Nglanggeran, bersama flutenya.
Adanta memilih jalan sebagai seorang seniman jalanan di Kota Yogya. Dia mengamen menggunakan pusaka cellonya di Stasiun Tugu, tempat di mana orang-orang datang dan pergi meninggalkan Yogya.
Sedangkan Shyallom memilih merantau ke ibu kota Jakarta dan menjadi pemain biola sampai level internasional.
Di tengah keriuhan ibu kota, di tengah alunan suara biolanya, Shyallom mengenang kembali masa kecilnya di Nglanggeran bersama Arya dan Adanta. Shyallom tampak menjadi citra dari seorang musisi orkestra yang sukses: Indonesia Young Violinist.
Tapi, sebuah foto kecil di meja kamarnya, membawanya pada ingatan masa kecil bersama dua sahabatnya di kampung. Sebuah janji temu meluncur melalui nomor telepon selular. Mereka bertiga akan bertemu kembali.
ADVERTISEMENT
Dan dalam sebuah momen bulan purnama yang sempurna, ketiganya bertemu lagi di bawah kaki Gunung Api Purba Nglanggeran. Dikelilingi api unggun dan cahaya bulan mereka memainkan reportoar Padhang Bulan.
“Ini tentang tiga sahabat yang memilih jalan hidupnya masing-masing tapi tetap bersahabat hingga mereka dewasa,” jelas Mei Artanto.
Misi Mustahil Para Abdi Dalem dalam Satu Setengah Hari
Video klip berdurasi tujuh menit ini digarap oleh abdi dalem Kawedanan Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan sutradara Wahyu Dharma Sejati.
Naskah video klip ini baru mulai ditulis pada pertengahan Mei. Sedangkan proses produksi memakan waktu 1,5 hari dan diluncurkan pada 11 Juni 2023 di kanal YouTube Kraton Jogja.
“Ini seperti mission impossible, karena video 7 menit hanya dikerjakan dalam 1,5 hari. Biasanya itu, video 2 menit produksinya 2 hari,” kata Wahyu.
Yang membanggakan menurutnya adalah semua kru maupun pemeran yang terlibat dalam video klip tersebut 100 persen berasal dari Yogya.
ADVERTISEMENT
Adapun di antara banyak spot menarik yang hadir di video klip, yang istimewa menurut Wahyu, adalah keterlibatan penuh dari warga Nglanggeran untuk mendukung pengambilan gambar video klip ini.
Selain itu, hadirnya stasiun Tugu Yogya juga bukan tanpa makna. Bagi dunia orkestra Yogya, stasiun Tugu adalah stasiun yang sangat penting bagi perjalanan ulang-alik bagi rumah dan tempat belajar mereka di Yogya menuju Jakarta, tempat para pemain orkestra Yogya mencari nafkah.
“Dari awal ada sekolah musik sebelum ada ISI, pemain musik dari Yogya sudah menggunakan stasiun Tugu untuk pergi ke Jakarta mengisi pertunjukan orkestra di sana lalu balik pulang lagi ke Yogya,” kata Wahyu.
Pembuatan video klip Padhang Bulan merupakan bagian dari persiapan konser orkestra Yogya Royal Orchestra yang berjudul Rare Rumpaka di Panggung Terbuka, Gunung Api Purba Nglanggeran, Gunungkidul pada Sabtu 24 Juni nanti.
ADVERTISEMENT
Bertindak sebagai aransemen orkestra Padhang Bulan adalah ML. Widyayitnowaditro. Dan pertunjukkan Rare Rumpaka digelar juga untuk memperingati hari musik internasional yang jatuh pada 21 Juni.
Rare Rumpaka berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya tembang atau lagu anak. Dalam pertunjukan itu akan dibawakan total 12 repertoar yang isinya adalah lagu dolanan anak seperti Gundul-Gundul Pacul, Sluku-Sluku Batok, hingga Padhang Bulan.
“Padhang Bulan itu akan jadi puncaknya, dan nanti tiga pemeran video klip, Arya, Shyallom, dan Adanta akan bermain secara solo juga dalam pertunjukan ini,” kata Asisten Produksi Rare Rumpaka, Talca Sultanik.