Konten Media Partner

Lukisan Cucu Sultan HB X, Artie Wironegoro, Laku Rp 50 Juta saat Lelang di Yogya

1 November 2024 17:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Artie Ayya Fatimasari Wironegoro usai bersalaman dengan Agung Tobing, pemenang lelang karyanya yang berjudul "Titik Nol." Foto: ESP
zoom-in-whitePerbesar
Artie Ayya Fatimasari Wironegoro usai bersalaman dengan Agung Tobing, pemenang lelang karyanya yang berjudul "Titik Nol." Foto: ESP
ADVERTISEMENT
Dalam rangka perayaan Hari Jadi Kota Yogyakarta ke-268, pameran seni rupa bertajuk 'Titik Nol' digelar di Ndalem Poenakawan, Kota Yogyakarta, Sabtu malam (26/10). Di pameran tersebut, sebuah lukisan karya Artie Ayya Fatimasari Wironegoro, cucu Sultan Hamengkubuwono X, yang dilelang dengan harga awal Rp 20 juta akhirnya terjual seharga Rp 50 juta.
ADVERTISEMENT
Artie adalah anak sulung dari pasangan putri sulung Sultan HB X, yakni GKR Mangkubumi dan KPH Wironegoro. Untuk diketahui, hasil lelang lukisan tersebut disumbangkan sepenuhnya untuk penanganan sampah di Kota Yogyakarta.
Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto saat memberikan sambutan Foto: ESP
Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, hadir langsung untuk membuka pameran yang diselenggarakan oleh kelompok seni Dong Jene ini. Sugeng mengapresiasi para seniman yang telah berkontribusi pada acara tersebut dan berharap kegiatan ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk lebih mencintai seni kontemporer.
"Pameran ini adalah bentuk ekspresi cinta terhadap Kota Yogyakarta, menunjukkan kesederhanaan dan fenomena sehari-hari yang menjadi inspirasi bagi para seniman," ujarnya.
Pameran 'Titik Nol' yang berlangsung hingga 30 Oktober ini diikuti oleh 39 pelukis, mulai dari seniman pemula hingga maestro.
ADVERTISEMENT
Ketua penyelenggara, Prima Laksana, menjelaskan bahwa tema 'Titik Nol' melambangkan awal mula harapan baru serta sejarah penting bagi Yogyakarta. Melalui acara ini, para seniman bisa saling berkolaborasi dan menciptakan karya yang menggabungkan filosofi klasik dan elemen modern.
Dalam lelang malam itu, terjadi persaingan menarik antara beberapa kolektor terkenal, seperti Nasirun, seorang maestro perupa sekaligus kolektor, serta Johan Santosa dari manajemen Swiss Bel Boutique Hotel. Akhirnya, kolektor ternama Yogyakarta, Agung Tobing, memenangkan lelang dengan tawaran tertinggi senilai Rp 50 juta.
"Saya merasa bangga bisa memiliki karya pertama Mbak Artie yang tekun dalam seni rupa. Ini karta pertama Mbak Artie yang saya koleksi sehingga ini akan menjadi koleksi yang sangat penting," kata Agung usai lelang.
ADVERTISEMENT
Menggali Inspirasi dari Kakek Buyutnya, Sultan HB IX
GKR Mangkubumi bersama Calon Wakil Walikota Yogya urutan 3, Singgih Raharjo, Calon Wakil Walikota Yogya urutan 1 Widya Supena, dan Ketua Sekber Keistimewaan, Widihasto Wasana Putra. Foto: ESP
GKR Mangkubumi dalam wawancara seusai lelang mengatakan bahwa apresiasi yang diterima Artie atas karyanya pada malam tersebut adalah sesuatu yang membanggakan.
“Jangan nilai dari uangnya. Saya tadi malah lagi ke belakang saat lelang itu. Baru tahu ini ternyata laku Rp 50 juta oleh Pak Agung Tobing. Terimakasih pada semua yang terlibat, ini kebanggaan saya sebagai ibunya,” kata GKR Mangkubumi.
KPH Wironegoro saat memberikan sambutan. Foto: ESP
KPH Wironegoro, ayah dari Artie, menjelaskan bahwa apresiasi dari kolektor untuk karya anaknya pada malam ini, musti jadi penyemangat bagi Artie untuk terus berkarya. Seni menurut Wironegoro adalah medium bagi Artie untuk bercakap dengan siapapun, seperti wejangan Sultan HB IX bahwa keluarga Kraton Jogja tidak boleh terpisah dari masyarakatnya atau dikultuskan.
ADVERTISEMENT
“Bahkan beliau tidak mau jadi nama jalan. Di DIY, di seluruh Indonesia, tidak ada nama jalan Sultan Hamengkubuwono IX, atau Jalan Hamengkubuwono, tidak ada. Jangan jadi kultus tapi keluar lah ke masyarakat bersama-sama membangun Daerah Istimewa Yogyakarta,” kata Wironegoro.
Adapun Artie Wironegoro, mengaku hampir nangis karyanya dihargai Rp 50 juta oleh kolektor.
“Karena nggak expect. Ya sudah ngiranya ya laku Rp 20 juta di harga awal, kan ini untuk sosial ya hasil lelangnya. Deg-degan banget sepanjang lelang dan pas naik jadi Rp 50 juta mau nangis banget rasanya,” katanya.
Menjaga Warisan Filosofi Yogyakarta
Salah seorang pengunjung pameran mengamati salah satu koleksi yang ditampilkan dalam pameran Titik Nol. Foto: ESP
Selain menampilkan karya seniman muda seperti Artie, pameran ini juga menjadi wadah silaturahmi antara seniman pemula dan maestro, termasuk Nasirun, Artha Pararta Dharma, dan Iwan Widianto. Kurator pameran, Aa Nurjaman, menyebutkan bahwa acara ini memiliki filosofi untuk mempertemukan generasi dan melestarikan nilai-nilai budaya Jogja. “Dengan adanya kolaborasi, seniman muda bisa belajar dari maestro dan melestarikan filosofi serta estetika yang khas,” kata Aa.
Penjabat Walikota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, saat melihat karya-karya yang dipamerkan. Foto: Dok. Pemkot Yogya
Pameran seni rupa ini diharapkan dapat memperkuat identitas Kota Yogyakarta sebagai Kota Seni dan Budaya. Sugeng Purwanto pun menyampaikan harapan agar inisiatif dari hasil lelang dapat berkontribusi pada penanganan sampah di kota.
ADVERTISEMENT
“Sebagian hasil penjualan lukisan akan dialokasikan untuk penyediaan tong sampah ramah lingkungan,” ujar Sugeng. Hal ini, menurutnya, sejalan dengan upaya Yogyakarta dalam mengatasi permasalahan sampah yang dihasilkan setiap harinya.